Beda dengan IDI, PDSI Dukung RUU Kesehatan Omnibus Law
Merdeka.com - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mendukung pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Sikap ini berbeda dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi kesehatan lainnya yang menolak RUU Kesehatan.
"Betul, PDSI mendukung RUU Omnibus Law Kesehatan," kata Ketua Umum PDSI, Jajang Edi Priyanto kepada merdeka.com, Rabu (30/11).
Jajang mengaku tak masalah berbeda sikap dengan organisasi profesi kesehatan lain. Dia menegaskan tetap mendukung apapun keputusan pemerintah.
-
Kenapa Hari Dokter Nasional bertepatan dengan berdirinya IDI? Hari Dokter Nasional bertepatan dengan berdirinya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
-
Dimana PDRI didirikan? Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh;Syafruddin Prawiranegara, T. M. Hassan, Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Lukman Hakim, Ir. Indratjahja, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI A. Karim, Rusli Rahim dan Latif.
-
Apa arti dari PDKT? PDKT adalah singkatan dari 'Pendekatan,' yang merujuk pada usaha seseorang untuk mendekati atau menarik perhatian orang yang mereka sukai.
-
Di mana PDRI dibentuk? Mengutip situs esi.kemdikbud.go.id, pemerintah darurat ini berhasil berdiri pada 22 Desember 1948 di Halaban, sebuah daerah di Lima Puluh Kota.
-
Mengapa PDRI dibentuk? Pada momen ini, Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa menteri sedang ditahan Belanda.
-
Kenapa PDRI dibentuk? Pembentukan pemerintahan darurat Republik Indonesia berawal dari adanya Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta.
Jajang menambahkan, sepengetahuannya RUU Kesehatan merupakan usulan pemerintah. Saat ini, RUU tersebut sudah masuk Prolegnas 2023 dan dibahas di Baleg DPR.
Kirim Surat Terbuka ke Jokowi
PDSI mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada 26 November 2022. Dalam surat tersebut, PDSI mengaku yakin pemerintah, DPR, DPD, selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.
Ada tiga poin utama yang disampaikan PDSI dalam surat terbuka kepada Jokowi. Berikut rinciannya:
Pertama, Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mendukung RUU Omnibus Law Kesehatan yang diajukan pemerintah untuk dibahas di DPR.
Kedua, dukungan tersebut karena RUU ini mempermudah akses pendidikan bagi tenaga kesehatan di dalam dan di luar negeri, termasuk memulangkan tenaga kesehatan WNI lulusan luar negeri untuk pulang mengabdi di tanah air. Oleh karena mereka juga Warga Negara Indonesia yang berhak mengakses pendidikan dan mata pencaharian yang dijamin UUD 1945.
Ketiga, dukungan PDSI juga dikarenakan RUU ini mengembalikan wewenang negara dalam hal izin praktik, distribusi dokter, dll tanpa intervensi berlebihan dari organisasi masyarakat manapun yang selama ini mengaku statusnya sebagai organisasi profesi tenaga kesehatan. Pengembalian wewenang kembali ke negara tentu akan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan dan keamanan bagi masyarakat.
5 Organisasi Profesi Tolak RUU Kesehatan
Lima organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Mereka meminta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan pembahasan RUU tersebut.
"Mohon kepada Bapak Presiden untuk mempertimbangkan pembahasan RUU ini antara pemerintah dengan DPR RI," demikian bunyi surat penolakan lima organisasi profesi kesehatan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law yang dikutip Senin (28/11).
Lima organisasi tersebut ialah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Penolakan ini turut didukung Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Surat penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law ini dikirim ke Presiden Jokowi pada 24 November 2022. Ada empat poin yang tercantum dalam surat tersebut.
Pertama, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law dinilai sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, tidak ada naskah akademik yang dibicarakan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melihat dasar filosofi, sosiologis, dan yuridis yang bertujuan untuk kebaikan bangsa, sehingga dianggap sarat kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Kedua, RUU Kesehatan Omnibus Law sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Organisasi profesi kesehatan juga menilai substansi isi rancangan undang-undang berpotensi mengancam perlindungan dan keselamatan masyarakat atas pelayanan yang bermutu, profesional, dan beretika.
Ketiga, adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. Terdapat juga upaya-upaya untuk menghilangkan peran-peran organisasi profesi yang selama ini telah berbakti bagi negara dalam menjaga mutu dan profesionalisme anggota profesi yang semata-mata demi keselamatan dan kepentingan pasien.
Keempat, terdapat upaya-upaya mengabaikan hal-hal yang telah mendapatkan putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 14/PPU-XII/2014, Putusan Nomor 82/PPU-XII/2015, dan Putusan Nomor 10/PPU-XV/2017 dan Nomor 80/PPU-XVI/2018.
"Hal ini tentu akan menjadi permasalahan konstitusionalitas di masa depan."
(mdk/tin)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaSaat ini, aturan turunan dari UU Kesehatan masih digodok.
Baca SelengkapnyaIDI mengimbau Kemenkes tidak terburu-buru mengesahkan RPP Kesehatan
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani mengetuk palu pengesahan RUU Kesehatan setelah mendengarkan pendapat dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS.
Baca SelengkapnyaDalam sidang paripurna, fraksi PKS dan Partai Demokrat menolak aturan tersebut disahkan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi berharap Indonesia tidak lagi kekurangan tenaga dokter spesialis.
Baca SelengkapnyaMereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law.
Baca SelengkapnyaSaleh Partaonan berharap, rumah sakit swasta yang dikelola oleh ormas seperti Muhammadiyah bisa semakin baik.
Baca SelengkapnyaPKS menilai RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaMenurut Budi, UU Kesehatan bisa menyederhanakan proses penerbitan surat tanda resgistrasi (STR).
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca Selengkapnya