Belajar dari kearifan lokal struktur rumah adat Ciptagelar
Merdeka.com - Rumah warga Kasepuhan Ciptagelar dibangun menggunakan material lokal yang ramah lingkungan, berdasarkan konsep yang ada dalam Kasepuhan Ciptagelar, yakni Tihang Cagak, Hateup Salak.
Istilah tersebut berasal dari bahasa Sunda, tihang berarti tiang atau kolom, cagak artinya cabang, hateup artinya atap, dan salak yaitu buah salak. Tihang Cagak berarti bahwa rumah hendaklah dibangun menggunakan kolom terbuat dari material alam dengan struktur bercabang, yaitu pohon yang memiliki serat kayu dan bercabang.
Secara filosofis serat kayu bercabang mencerminkan kehidupan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang memiliki kehidupan bercabang dengan pola pikir beragam, banyak pilihan, kebutuhan, keinginan, namun tetap ada dalam satu akar budaya dan adat istiadat sama yang membuatnya terikat satu dengan lainnya.
-
Dimana Kasepuhan Ciptagelar berada? Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih memegang adat dan tradisi yang diwariskan leluhur.
-
Bagaimana konsep pembangunan Teras Cihampelas? Pembenahan dilakukan maksimal, dengan mengusung konsep sky walk.
-
Bagaimana gaya arsitektur Gedung Balai Kota Cirebon? Bangunan ini memiliki gaya art deco, yakni sebuah metode pendirian bangunan secara dekoratif dan modern.
-
Apa yang dibangun oleh orang Kalang di Kampung Batik Laweyan? Dalam penjelasan foto itu, rumah-rumah tua tersebut dulu dibangun oleh orang-orang Kalang.
-
Mengapa Kasepuhan Ciptagelar bisa menjadi contoh bagi desa lain? Kemandirian energi masyarakat Ciptagelar sepatutnya bisa jadi contoh bagi desa-desa lain. Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih memegang adat dan tradisi yang diwariskan leluhur.
-
Bagaimana desain tiang bendera di Taman Kusuma Bangsa IKN? Tiang tersebut memiliki warna cat putih, dengan bentuk mengerucut ke atas.
Hateup Solok memiliki pengertian bahwa atap digunakan harus menggunakan bahan yang dalam struktur alam posisinya berada di atas tanah, bersifat ringan dan mampu melindungi. Material atap meliputi dedaunan, ijuk, tepus dan lainnya disusun bertumpuk saling menutupi menyerupai struktur kulit salak yang bermakna manusia harus hidup berdampingan, saling melengkapi agar dapat melindungi dan menjaga adat istiadat.
Dalam proses mendirikan rumah, ada beberapa upacara adat harus dilakukan oleh semua warga. Meliputi upacara sebelum membangun, selama membangun dan sesudah membangun. Proses ini bertujuan meminta perlindungan agar calon penghuni diberikan keselamatan dan rumah yang akan dihuni mendapat berkah.
Rumah di Kasepuhan Ciptagelar dibagi menjadi dua yaitu bagian depan dan belakang. Bagian depan merupakan ruangan bersifat umum dan digunakan untuk menerima tamu. Bagian ini merupakan wilayah kekuasaan laki-laki. Sedangkan bagian belakang merupakan ruangan bersifat khusus dan digunakan oleh anggota keluarga dan merupakan wilayah kekuasaan perempuan.
Rumah di Kasepuhan Ciptagelar hanya boleh ditempati oleh sepasang suami istri. Unsur pembentuk rumah pun bersifat berpasangan, misalnya pembagian rumah berdasarkan ruangan laki-laki dan ruangan perempuan, ada pintu masuk dan keluar.
Bagian-bagian rumah meliputi tepas atau teras, berada di luar rumah dan tidak semua rumah harus memiliki teras. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan.Teras juga biasa digunakan juga untuk menerima tamu.
Bagian rumah lainnya adalah ruang tamu, biasanya dipakai para laki-laki untuk menerima tamu; bagian lainnya kamar tamu diperuntukkan untuk orang di luar anggota keluarga baik saudara yang tinggal jauh dari Ciptagelar atau tamu dari kota yang ingin menginap.
Pawon (dapur), bagian rumah ini wajib karena digunakan sebagai tempat memasak nasi yang berarti berlangsungnya kehidupan. Dapur juga berfungsi sebagai ruang berkumpulnya keluarga. Di dapur terdapat hawu, merupakan tungku api yang digunakan untuk memasak nasi atau jenis makanan lainnya.
Ruangan lainnya adalah goah atau tempat penyimpanan beras. Tempat ini bersifat sakral dan hanya bisa dimasuki perempuan. Bagian lainnya adalah kamar yang merupakan ruang tidur biasa digunakan untuk anggota keluarga.
Lalu ada MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang ditempatkan terpisah dari bagian rumah karena tempat ini bersifat kotor. Sedangkan pintu rumah selalu terdapat dua, yaitu pintu depan dan pintu belakang. Penetapan pintu ini didasarkan pada perhitungan naptu hari, sesuai tanggal lahir suami dan istri.
Pada struktur rumah, setiap rumah di Kasepuhan Ciptagelar dibangun berdasarkan kemampuan dari pemiliknya, tidak ada aturan khusus mengenai ukuran rumah yang harus dibangun. Mengenai bentuk pun dapat bermacam-macam namun tetap sesuai konsep dan struktur yang sudah ditentukan oleh adat.
Terdapat lima struktur utama pada rumah di Kasepuhan Ciptagelar yang merupakan analogi dari tubuh manusia, yaitu hateup (atap) pada bagian tubuh manusia adalah kepala. Fungsinya untuk melindungi bangunan dari cuaca seperti panas dan hujan. Atap berbentuk segitiga, simbol dari masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang patuh terhadap adat istiadat yang dapat melindungi dan memberi keselamatan pada pemilik rumah.
Bagian struktur lainnya adalah para (plafond) yang merupakan analogi dari taktak (bahu) pada tubuh manusia. Para berfungsi untuk menahan panas dan beban, sehingga suhu dapat lebih sejuk, juga menjadi tempat penyimpanan barang sebagaimana peran pundak.
Beuteung (isi rumah) atau perut merupakan hagian rumah menjadi tempat berlangsungnya segala aktivitas pemilik rumah. Seperti halnya tubuh manusia, perut menjadi tempat aktivitas organ-organ tubuh yang memberikan kehidupan pada manusia.
Kolong (panggung) merupakan kaki bangunan yang membuat jarak antara tanah dan dasar bangunan. Di Kasepuhan Ciptagelar jarak kolong diukur setinggi lutut pemilik rumah atau sekitar 40 centimeter. Setiap rumah di Kasepuhan Ciptagelar harus memiliki kolong sebagai bentuk penghormatan terhadap unsur kehidupan di dalam tanah. Dengan sistem kolong ada ruang bagi bumi untuk tetap bernapas.
Tapak (pondasi) merupakan bagian dalam struktur rumah yang terletak di atas tanah berfungsi sebagai penopang tiang bangunan. Material pondasi yaitu batu kali atau cetakan beton. Tulisan ini disarikan dari dari kuratorial pameran Mengingat Arsitektur Tradisional Melalui Ciptagelar: Sebuah Hajatan Arsitektur Jawa Barat, yang digelar di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Jawa Barat, Jalan Dipati Ukur, Bandung, 24-30 Oktober 2015. (mdk/mtf)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rumat Adat Suku Osing memiliki keistimewaan yang terletak pada konstruksi bangunan yang menggunakan sistem know down atau bongkar pasang.
Baca SelengkapnyaRumah persegi empat ini memiliki ciri khas berbentuk panggung dengan tinggi kurang lebih 1 hingga 2 meter yang terletak di Desa Kenali.
Baca SelengkapnyaTatanan bangunan yang ada di Kampung Dukuh bukan sembarang dibangun. Terdapat filosofi dan makna dan penataan bangunan.
Baca SelengkapnyaRumah tradisional Mandailing dibangun dengan bentuk rumah panggung.
Baca SelengkapnyaRumah adat Batak ini menunjukkan bagaimana kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
Baca SelengkapnyaRumah tradisional milik masyarakat Kampar di Provinsi Riau ini memiliki ciri khas yang unik, penuh filosofi, dan punya makna yang mendalam.
Baca SelengkapnyaWarga di Sempurmayung masih menggunakan rumah adat Sunda sebagai tempat tinggalnya.
Baca SelengkapnyaRumah Tuo Rantau Panjang jadi salah satu warisan nenek moyang Jambi 700 tahun silam yang masih bisa disaksikan hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaWarisan budaya leluhur di Kampung Naga amat menarik untuk dipelajari.
Baca SelengkapnyaDesa wisata Selamanik layak dikunjungi saat berkunjung ke Kabupaten Ciamis.
Baca SelengkapnyaPerkampungan ini terletak di Jorong Padang Ranah dan Tanah Bato, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaWarga Bawean memiliki budaya hidup unik. Meski punya rumah mewah mereka menyambut tamu di tempat lain.
Baca Selengkapnya