BEM UI Kembali Tuntut Pengungkapan Kasus Kematian Aksyena, Ini Respons Keluarga
Merdeka.com - Kematian Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) delapan tahun lalu kembali menjadi pembicaraan setelah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI kembali menuntut agar kasus itu segera diungkap. Pihak keluarga pun angkat bicara dan mengapresasi tuntutan itu.
Ayah Aksyena, Mardoto menyatakan, keluarganya berharap kasus ini segera tuntas. "Saya apresiasi karena mereka mahasiswa di bawahnya Akseyna, jadi mereka melihat kasus ini sebagai persoalan yang mestinya diselesaikan. Itu harapan saya juga begitu sama dengan mereka," kata Mardoto saat dihubungi, Minggu (2/4).
Mardoto menerangkan, sejak awal kematian Akseyna Ahad Dori dipastikan akibat dibunuh bukan bunuh diri. Harapannya penyidik pun segera menemukan siapa pelaku pembunuh putranya.
-
Siapa mahasiswa yang tewas di Bali? Mahasiswa asal Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Aldi Sahilatua Nababan (23) ditemukan tewas di kamar indekosnya di Bali.
-
Siapa yang membunuh mahasiswi itu? 'Kita segera gelar perkara. Yang pasti pelaku sudah kita amankan,' kata Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota Kompol Rizka Fadhila, Selasa (12/12). Berdasarkan informasi dihimpun, tersangka pelaku berinisial D. Dia merupakan mantan pacar korban.
-
Apa tuntutan mahasiswa saat itu? Lahirlah apa yang dinamakan TRITURA. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat 1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya 2. Rombak Kabinet Dwikora 3. Turunkan Harga-Harga
-
Apa kasus yang sedang diselidiki? Pemerasan itu berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan tahun 2021 yang tengah ditangani KPK.
-
Bagaimana kasus pembunuhan siswi terungkap? Kasus tersebut berhasil terungkap oleh kepolisian dengan menggunakan metode modern Scientific Crime Investigation (SCI).
-
Apa yang terjadi pada mahasiswi itu? 'Hasil pemeriksaan fisik sementara kita indikasikan kemungkinan pembunuhan karena terdapat luka terbuka pada beberapa bagian tubuh. Di punggung tangan dan sekitarnya,' kata Rizka.
"Kalau pembunuhan pasti ada pelakunya," ujar dia.
Di sisi lain, Mardoto juga mendesak pihak Universitas Indonesia membentuk tim investigasi secara internal. Bukan tanpa sebab, korbannya adalah mahsiswa aktif UI, Tempat Kejadian Perkara di Danau Kenanga UI, terduga pelaku mahasiswa atau dosen UI.
"Jadi wajar kalau UI bentuk tim untuk itu, tapi ini tidak mau," ujar dia.
Mardoto pun mengungkit pernyataan UI yang siap membantu penyelidikan. Menurut dia, hal itu hanya sebatas kata-kata saja. Buktinya, waktu keluarga mengirim surat resmi permintaan pembentukan tim internal justru ditolak.
"Jadi itu apa artinya. Sebenarnya nggak sinkron, katanya dari dulu mau membantu membuka. Kalau mau bantu bentuk tim investigasi internal itu kan sejalan malah membantu pihak kepolisian, menunjukkan niat baik dari UI," ujar dia.
BEM UI menggelar peringatan kematian Ace, sapaan akrab Aksyena. Ace ditemukan tewas di danau yang letaknya tak jauh dari gedung Rektorat UI pada 26 Maret 2015.
Ketua BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan, kasus Ace adalah kasus kemanusiaan yang tak kunjung selesai di UI. Bahkan kasus tersebut menjadi bola panas.
"Ketika kami coba untuk menanyakan ke UI, UI selalu bilang bahwa sekarang teman-teman menuntut pada kepolisian," kata Melki, Jumat (31/3).
Mereka meminta agar seluruh aparat penegak hukum yang terlibat untuk segera menyelesaikan karena fakta-fakta sudah ada, alat bukti sudah dikumpulkan dan puluhan orang sudah diwawancarai untuk masuk dalam kasus penyelidikan dan penyidikan.
"Sehingga bagi kami seharusnya sudah tidak ada lagi halangan untuk kita kemudian bisa mencari fakta-fakta dan kejelasan baru soal kasus Akseyna," ujar dia.
Teka-Teki Kematian Akseyna
Seorang pria ditemukan mengambang di Danau Kenanga, Universitas Indonesia pada 26 Maret 2015. Saat ditemukan, mengenakan baju hitam lengan panjang dan tas cokelat. Di dalam tasnya terdapat lima batu konblok.
Belakangan diketahui identitas adalah Akseyna Ahad Dori mahasiswa Srata Satu UI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) jurusan Biologi angkatan 2013.
Polisi awalnya menduga Aksyena meninggal akibat bunuh diri. Kesimpulan itu didapat setelah pemeriksaan 15 saksi diperkuat dengan sepucuk surat bertulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything" di kamar kos Aksyena. Surat itu diserahkan oleh orang tua Aksyena, Mardoto ke polisi.
Mardoto mengaku mendapatkan surat itu dari Jibril, teman Aksyena pada Senin 30 Maret 2015 sekitar pukul sekitar pukul 16.00 WIB di Gedung Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Penyerahan surat itu disaksikan dua pengajar jurusan Biologi.
Mardoto meyakini surat itu bukanlah tulisan anaknya. Ia mengaku telah mencermati tulisan di surat itu. Keluarga menilai ada beberapa kejanggalan di "surat" tersebut.
Pertama, pada kata for. Ada tiga kata for di surat tersebut dan ketiganya memiliki bentuk berbeda. Kedua, tulisan existence dan beberapa kata lain memiliki bentuk serta kemiringan huruf sangat mencolok perbedaannya dengan huruf-huruf pada kata-kata yang lain juga.
Ketiga, jarak spasi antar satu kata dengan kata lainnya berbeda-beda dan tidak beraturan. Keempat, tanda tangan di surat tersebut sangat tidak mirip dengan tanda tangan Ace di KTP reguler maupun e-KTP.
Kelima, tata bahasa surat dalam bahasa Inggris itu tidak beraturan. Keluarga mengenal Ace memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik karena sudah terbiasa membaca jurnal ilmiah berbahasa Inggris, novel-novel bahasa Inggris dan menonton film-film berbahasa Inggris tanpa subtitle, bahkan sewaktu di SMP saja sudah memperoleh TOEFL 433.
Mardoto juga mengungkit kondisi kamar Akseyna selama empat hari sejak jenazah ditemukan di Danau Kenanga Universitas Indonesia pada Kamis, 26 Maret 2015 tak lagi steril. Beberapa teman korban mendatangi kamar Aksyena berapa kali. Bahkan, ada teman Ace yang masuk ke dalam kamar Ace dan menginap di kamar tersebut pada Minggu malam, 29 Maret 2015.
Padahal, tidak ada satu pun pihak keluarga yang pernah meminta atau menyuruh siapa pun untuk masuk bahkan menginap di kamar Aksyena.
Hal itu diketahui setelah ibunda Ace berhasil menghubungi handphone Ace pada Minggu malam, 29 Maret 2015. Saat itu Ibu Ace sempat bicara dengan seseorang yang mengaku sebagai teman Ace.
"Yang bersangkutan menyebutkan bahwa ia berada di dalam kamar Ace. Keberadaan yang bersangkutan di kamar Ace dilakukannya bukan karena permintaan dari orang tua," ujar dia.
Menurut Mardoto, dengan banyaknya orang yang telah masuk ke kamar Ace, tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa di antara orang-orang tersebut tidak melakukan sesuatu.
Apalagi saat polisi tiba, kamar sudah dalam kondisi berantakan. Handphone dan laptop milik Ace sudah diakses dan diotak-atik, koper berisi barang-barang dan baju juga telah terbuka, buku-buku dan perlengkapan lain di meja belajar sudah berserakan.
"Kondisi ini memungkinkan banyak hal terjadi di dalam kamar Ace, termasuk kemungkinan berubahnya bentuk, letak, dan kondisi barang-barang yang seharusnya bisa menjadi barang bukti, termasuk pemunculan surat itu," terang dia.
Senada, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya yang saat itu dijabat Kombes Pol Krishna Murti juga mencurigai surat tak seluruhnya dituliskan Akseyna.
Pernyataan itu sekaligus menepis dugaan Ace bunuh diri. Dari hasil penyelidikan, Akseyna dipastikan tewas karena dibunuh.
Krishna lalu menyampaikan analisisnya. Menurut dia, pelaku membawa tubuh Akseyna yang pingsan dengan cara menyeretnya ke tepi danau. Setelah itu, ditenggelamkan dengan cara memasukkan batu ke dalam tas yang diikatkan ke tubuhnya sebagai pemberat.
"Ada sepatu korban saat ia ditemukan. Bagian ujung belakang sepatunya robek dua-duanya, kiri dan kanan. Kemungkinan analisa kami korban diseret masuk ke dalam danau," kata Krishna di Mapolda Metro Jaya, Kamis 4 Juni 2015.
Selain itu, ditemukannya sejumlah luka lebam di bagian wajah Ace mengindikasikan dia dianiaya hingga tidak sadarkan diri, sebelum akhirnya diseret dan ditenggelamkan.
"Ada luka yaitu bibir lebam, telinga dan kepala juga lebam yang mengindikasikan terjadi penganiayaan sebelum pembunuhan terjadi," sambung Krishna.
Dia menambahkan, malam saat Akseyna ditenggelamkan, situasi danau UI tidak ramai oleh pemancing seperti hari-hari biasa. Ini karena Kota Depok diguyur hujan deras sepanjang malam. Kondisi sepi tersebut diduga dimanfaatkan pelaku untuk menghabisi nyawa pemuda asal Yogyakarta itu.
Krishna menjelaskan, kedalaman Danau Kenangan UI hanya 1,65 meter dari permukaan sehingga tidak logis jika Akseyna sengaja menenggelamkan diri di tempat dangkal. Seandainya benar ia berniat bunuh diri, ia masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri jika berubah pikiran.
Reporter: Ady Anugrahadi/Liputan6.com.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sembilan tahun lalu, tepatnya 26 Maret 2015, mahasiswa Akseyna Dori ditemukan tewas di Danau Kenanga, Universitas Indonesia.
Baca SelengkapnyaPolisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Baca SelengkapnyaPolisi sempat kesulitan untuk mengetahui identitas dari jenazah Akseyna.
Baca SelengkapnyaSembilan tahun kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori belum juga terungkap.
Baca SelengkapnyaKubu dr Aulia meminya penyelidikan kasus yang tengah dilakukan polda Jateng harus terus dikawal.
Baca SelengkapnyaBEM Undip mempertanyakan proses investigasi yang dilakukan dengan singkat dan tidak melibatkan perwakilan BEM. Hasilnya juga berbeda dengan pernyataan Kemenkes.
Baca SelengkapnyaPihak keluarga menyebut kasus perundungan di dunia pendidikan pencetak dokter ini sebagai fenomena gunung es.
Baca SelengkapnyaIptu Rudiana memastikan dirinya tak diam atas kasus ini. Namun dia meminta pihak lain tak membuat asumsi yang membuat keluarga mereka tersakiti.
Baca SelengkapnyaBerkaitan dengan update kasus Aulia ada 46 saksi telah diperiksa termasuk dari pihak Universitas Diponegoro (Undip).
Baca SelengkapnyaKetua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, mengatakan pihaknya akan meminta kepada pihak kepolisian agar kasus kematian Afif Maulana siswa SMP Asal Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaMenurut Artanto, hasil pemeriksaan para saksi akan dianalisa dan disinkronkan satu dengan yang lain.
Baca SelengkapnyaRektor meminta Civitas setop memberikan komentar dan tak terpancing karena masalah ini sedang ditangani polisi.
Baca Selengkapnya