Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Berikut Kasus Korupsi Kelas Kakap Masih Mandek di Meja Penyidik KPK

Berikut Kasus Korupsi Kelas Kakap Masih Mandek di Meja Penyidik KPK Jokowi resmikan Gedung baru KPK. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sempat berharap dirinya dan keempat pimpinan KPK jilid IV bisa menyelesaikan semua kasus yang mandek sebelum mengakhiri masa tugasnya.

"Mudah-mudahan sebelum mengakhiri tugas kami di KPK, semua (kasus besar) sudah berproses, tidak ada satu pun yang berhenti penanganan. Mudah-mudahan," kata Agus pada 19 Desember 2018 lalu.

Agus mengatakan, salah satu kendala dalam menangani kasus adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) di lembaga antirasuah.

Orang lain juga bertanya?

Harapan akan rampungnya beberapa kasus besar di KPK sempat terlontar kembali dari Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif. Dia mengatakan, kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia yang selama ini mandek akan segera dilimpahkan.

Begitu juga dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kalau Garuda sih itu sudah selesai, tinggal pelimpahan saja, saya anggap selesai Garuda, kalau BLBI akan ada perkembangan yang terang," ujar Saut di Gedung KPK, Rabu (15/5).

Namun lagi-lagi terkait kasus BLBI masih disimpan rapat oleh Syarif. Dia tak bersedia membongkar siapa yang dijerat lembaganya sebagai tersangka. Sedangkan terkait kasus korupsi Bank Century, Syarif mengaku agak kesulitan.

"Century ini agak angel (sulit), tetapi ini kita harus cari buktinya dan macam-macam seperti itu. Kita juga enggak boleh memaksakan sebuah kasus juga," kata Syarif.

Berikut deretan kasus besar yang masih mandek hingga kini.

1. Kasus Korupsi Bank Century

Dalam kasus ini, KPK baru mengantarkan Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang 4 Kebijakan Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya ke jeruji besi. Budi Mulya divonis 15 tahun di tingkat kasasi MA pada 2015.

Namun hingga kini KPK belum menjerat pelaku lain dalam kasus ini. Padahal dalam putusan terhadap Budi Mulya, hakim menyebut Budi Mulya melakukan korupsi Bank Century secara bersama-sama.

Yakni bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah.

Kemudian Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, Muliaman D Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan.

Selanjutnya, Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI.

Selain itu, ada nama lain yakni Robert Tantular dan Hermanus Hasan, dan Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kini Budi Mulya mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum alias justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi Century. Surat permohonan JC Budi Mulya diserahkan oleh Anne Mulya dan Nadia Mulya, istri dan anak dari Budi Mulya.

"Semoga dengan bantuan dari Bapak saya (Budi Mulya) kesediannya dia untuk membantu menuntaskan kasus ini, bisa membuat kasus ini terang benderang," ujar Nadia Mulya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu Desember 2018.

Selain mengantarkan surat pengajuan JC, Nadia dan Anne juga turut menyerahkan dokumen terkait Bank Century. Namun sayang, baik Nadia maupun Anne sama-sama menolak memberitahu siapa pihak yang dilaporkannya.

"Semoga ini menjadi bukti bahwa Bapak saya bersedia membantu sampai kasus ini benar-benar bisa diselesaikan," kata Nadia.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, salah satu yang menghambat berjalannya proses hukum Bank Century lantaran sebagai terduga pelaku tak berada di Tanah Air. Pihaknya kesulitan untuk memeriksa mereka yang diduga terlibat merugikan negara hingga Rp 8 triliun tersebut.

"Terus terang kendalanya itu sebagian pelakunya itu ada di luar negeri," kata Syarif beberapa waktu lalu.

Namun begitu, penyidik KPK juga terus mengusut kasus ini, beberapa saksi mulai diperiksa seperti mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

KPK juga telah menggali keterangan dari mantan Wakil Presiden yang juga mantan Gubernur BI Boediono, serta Komisaris Utama PT Bank Mandiri (Persero) Hartadi Agus Sarwono.

2. Kasus BLBI

Dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), KPK baru menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin divonis 13 tahun penjara atas korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI pada Bank Dagang Negara Indonesi (BDNI).

Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, kasus perkembangan kasus BLBI ini masih berlanjut. Bahkan saut sempat menyatakan akan mengumumkan perkembangannya.

"Nanti. Nanti kita umumkan," ujar Saut di Gedung KPK Kavling C1, Jakarta Selatan, Senin 11 Maret 2019.

Saut menyatakan bahwa kasus BLBI sudah naik ke tingkat penyidikan. Namun Saut masih menutup pihak yang sudah dijerat menjadi tersangka oleh lembaganya.

Saat disinggung apakah pemilik BDNI Sjamsul Nursalim sudah menjadi tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 4,8 triliun ini, Saut masih menutupinya.

"Saya belum ngomong itu (Sjamsul Nursalim menjadi tersangka). Pokoknya nanti segera kita umumkan," kata Saut.

Tak hanya Saut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyebut kasus dugaan korupsi BLBI sudah masuk dalam tahap penyidikan.

"Itu (kasus BLBI) sebenarnya sudah di ranah penyidikan itu. Tapi belum ada ekspose lebih lanjut," ujar Alex.

Salah satu kendala dalam kasus ini yakni lantaran Sjamsul Nursalim berdomisili di Singapura. Beberapa kali Sjamsul dan sang istri Itjih Nursalim dipanggil penyidik KPK namun tak memenuhi panggilan.

Berdasarkan informasi, pihak KPK tengah menunggu keputusan dari Pengadilan Tipikor untuk sidang dengan tanpa adanya terdakwa, alias in absentia lantaran Sjamsul yang berada di Singapura. Keputusan in absentia dilakukan lantaran lembaga antirasuah ingin mengembalikan kerugian negara atas kasus ini.

3. Kasus Korupsi E-KTP Markus Nari

Politikus Golkar Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 19 Juli 2017. Dia merupakan tersangka kelima setelah dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Narogong, dan Ketua DPR Setya Novanto.

Setelah Markus, KPK juga menjerat tiga pengusaha yakni Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra Pambudi, dan Made Oka Massagung. Ketiganya sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP oleh Pengadilan Tipikor, namun proses penyidikan Markus masih berjalan.

Markus bahkan baru ditahan lembaga antirasuah setelah kurang lebih dua tahun ditetapkan sebagai tersangka. Markus dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih, pada 1 Maret 2019.

Selain dijerat kasus korupsi e-KTP, Markus juga dijerat kasus merintangi proses penyidikan korupsi e-KTP. Markus diduga menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam‎ S Haryani agar memberikan keterangan tidak benar pada persidangan.

Markus Nari juga diduga memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan kasus e-KTP.

Dalam perkara e-KTP ini KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara. Ketujuh orang tersebut dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari proyek sebesar Rp 5,9 triliun.

Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, Anang Sugiana Sudiharsjo seberat 6 tahun penjara. Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara.

4. Kasus TPPU Tubagus Chaeri Wardana (Wawan)

Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 13 Januari 2014. Hingga kini kasus tersebut belum naik ke meja hijau.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah sempat menyebut bahwa kasus TPPU Wawan ini memiliki karakter yang berbeda. Sebab, suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini bukan seorang penyelenggara negara, melainkan pihak swasta.

"Kalau penyelenggara negara, kita bisa buktikan posisi kekayaannya di LHKPN atau informasi-informasi yang sudah tersedia lainnya," kata Febri, Selasa, 20 Februari 2018.

Namun pemetaan aset Wawan menurut Febri, sudah dilakukan oleh lembaga antirasuah. Pemanggilan saksi-saksi juga masih terus dilakukan oleh penyidik KPK. Setidaknya sudah ratusan saksi dimintai keterangan dalam kasus TPPU Wawan ini.

Mulai dari penyelenggara negara, politisi, pihak swasta, hingga selebritas telah dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara Wawan.

Tak hanya memeriksa saksi, penyidik KPK turut melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap aset-aset Wawan yang disinyalir berasal dari praktik korupsi.

Aset-aset Wawan yang disita dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di antaranya, aset bergerak, sekitar 74 mobil dan satu motor besar, serta 100 unit tanah dan atau bangunan yang berada di Bali, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

KPK menduga Wawan meraup keuntungan lebih dari, sedikitnya 1.200 proyek di lingkungan Pemprov Banten, Kota Tangerang Selatan dan Kota Pandeglang, selama kurun waktu 2002 hingga 2013 lalu.

Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggunakan 300 perusahaan fiktif, dalam melancarkan kejahatannya tersebut. Pemeriksaan saksi untuk kasus TPPU Wawan, dilakukan KPK pada awal tahun ini.

Sebelum dijerat TPPU, Wawan sendiri telah divonis bersalah dalam kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

5. Kasus Korupsi Eks Dirut Pelindo II RJ Lino

KPK menetapkan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino) sebagai tersangka pada 18 Desember 2015. Penetapan tersangka tersebut diawali sengan surat perintah penyidikan (sprindik) yang ditandatangani pimpinan KPK tertanggal 15 Desember 2015.

RJ Lino dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) alias mesin derek besar kontainer pada 2010.

Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd., dalam pengadaan tiga alat berat tersebut. Dalam kasus ini negara ditaksir merugi hingga Rp 60 miliar.

RJ Lino sempat mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK, namun kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 26 Januari 2016. RJ Lino juga sudah diperiksa sebagai tersangka pada 5 Februari 2016.

KPK telah memeriksa 60 saksi, yang terdiri dari unsur pejabat dan staf Pelindo II, pejabat Kementerian BUMN dan swasta. Bahkan, lembaga antirasuah telah mengirim penyidik ke Tiongkok untuk mencari bukti lainnya, dalam kasus RJ Lino ini.

Belakangan, KPK kesulitan mendapatkan harga asli QCC, yang dibeli perusahaan plat merah dari perusahaan asal Tiongkok itu. Otoritas Tiongkok belum memberikan harga asli barang tersebut.

"Itu barang kan dibeli dari Tiongkok. Kemarin kan juga pak Laode sama pak AR (Agus Rahardjo) sempat ke Tiongkok juga untuk menanyakan, tapi sampai sekarang memang kita belum dapat data itu dan rasa-rasanya mungkin dari pihak Tiongkok juga enggak akan memberikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu 19 Desember 2018.

Namun Alex sempat berharap sebelum masa tugasnya berakhir, kasus ini sudah naik ke penuntutan.

"Mudah mudahan enggak sampai ganti-ganti periode, ganti rezim, ganti pimpinan tapi belum selesai kan rasa-rasanya juga nanti enggak elok juga kan kalau kita ninggalin sesuatu yang sudah ditinggalkan oleh pimpinan sebelumnya. Akan kita coba selesaikan," kata Alex.

6. Kasus PT Garuda Indonesia

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyebut mandeknya kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia lantaran bukti-buktinya berbahasa asing.

"Bukti yang kami dapat itu berkasnya tebal, habis itu semua buktinya dalam bahasa Inggris, kalau bahasa Indonesia sebenarnya sudah lama jadi," ujar Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/5).

Selain lantaran bukti-bukti kasus tersebut berbahasa asing, penanganan kasus ini juga dilakukan bersama-sama dengan penegak hukum asing seperti Chief Financial Officer (CFO) dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

"Jadi harus diterjemahkan bukti-buktinya itu, kan ini investigasi bersama CFO dan CPIB Singapura," kata Syarif.

Lantaran bukti-bukti yang berbahasa asing tersebut jugalah yang membuat dua tersangka dalam kasus ini belum ditahan. Sebab, penahanan oleh penegak hukum terhadap tersangka memiliki batas waktu.

"Ya belum ditahan, kenapa enggak ditahan? Kan ada batas waktu penahanan, kan enggak boleh lebih dari waktu tertentu, bagaimana kalau berkasnya belum selesai?," kata Syarif.

Namun Syarif berharap kasus ini segera naik ke persidangan sebelum masa jabatannya berakhir pada tahun ini. "Ya pokoknya sebelum kami (pimpinan jilid IV selesai masa tugas), selesai (rampung kasusnya)," kata Syarif.

KPK sebelumnya menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Mereka adalah Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo yang merupakan Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA). Emirsyah Satar dalam kasus ini diduga menerima suap Euro 1,2 juta dan USD 180 ribu atau senilai total Rp 20 miliar.

Ia juga diduga menerima barang senilai USD 2 juta yang tersebar di Singapura, Australia, dan Indonesia, dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce, dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 di PT Garuda Indonesia.

KPK menduga, pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte Ltd yang berlokasi di Singapura.

Reporter: Fachrur Rozie (mdk/rhm)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Seleksi Capim KPK Sepi Peminat, Agus Rahardjo Singgung Komitmen Pimpinan Negara
Seleksi Capim KPK Sepi Peminat, Agus Rahardjo Singgung Komitmen Pimpinan Negara

Dia menilai pansel harus 'jemput bola' kepada tokoh-tokoh yang kompeten dalam pemberantasan korupsi.

Baca Selengkapnya
MAKI Kritik Penanganan Kasus Harun Masiku di Era Ketua KPK Nawawi: Ternyata Omong Doang
MAKI Kritik Penanganan Kasus Harun Masiku di Era Ketua KPK Nawawi: Ternyata Omong Doang

"Pak Nawawi Pomolango, Ketua Sementara mengatakan sehabis dilantik itu akan mengejar Harun Masiku. Ternyata hanya omong doang karena kemarin buktinya tak ada,"

Baca Selengkapnya
Kasus Berjalan Lambat, KPK Diminta Ambil Alih Kasus Impor Emas dari Kejagung
Kasus Berjalan Lambat, KPK Diminta Ambil Alih Kasus Impor Emas dari Kejagung

Sudah dua perusahaan digeledah kejagung terkait kasus ini.

Baca Selengkapnya
Pansel Capim KPK Klaim Punya Cara Lebih Elegan Tarik Pendaftar, Apa Itu?
Pansel Capim KPK Klaim Punya Cara Lebih Elegan Tarik Pendaftar, Apa Itu?

Pansel Capim KPK mengaku sudah melakukan upaya jemput bola untuk mencari Capim dan Dewas KPK yang memiliki kompetensi pemberantasan korupsi.

Baca Selengkapnya
Pimpinan KPK: Kalau Kami Tangkap Jaksa-Polisi, Kejaksaan dan Kepolisian Tutup Pintu Koordinasi
Pimpinan KPK: Kalau Kami Tangkap Jaksa-Polisi, Kejaksaan dan Kepolisian Tutup Pintu Koordinasi

Menurut KPK, ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi.

Baca Selengkapnya
Baru 10 Orang yang Daftar Pimpinan KPK, Agus Raharjo: Zaman Saya 226 Calon Masih Dianggap Kurang
Baru 10 Orang yang Daftar Pimpinan KPK, Agus Raharjo: Zaman Saya 226 Calon Masih Dianggap Kurang

Rekrutmen calon pimpinan dan dewan pengawas KPK dibuka sejak 26 Juni 2024.

Baca Selengkapnya
Alexander Marwata: 8 Tahun di KPK, Saya Akui Gagal Berantas Korupsi
Alexander Marwata: 8 Tahun di KPK, Saya Akui Gagal Berantas Korupsi

Alexander Marwata mengakui dirinya merasa gagal memberantas korupsi meski sudah berkecimpung selama delapan tahun di KPK.

Baca Selengkapnya
Menkopolhukam Mahfud Md Akui Buruknya Kualitas Aparat Penegak Hukum Indonesia
Menkopolhukam Mahfud Md Akui Buruknya Kualitas Aparat Penegak Hukum Indonesia

MenkMenkopolhukam Moch Mahfud Md mengakui masih buruknya kualitas aparat penegak hukum (APH) di Indonesia yang turut memengaruhi penegakan hukum di tanah air.

Baca Selengkapnya
Deretan Kekalahan KPK Lawan Tersangka Kasus Korupsi di Sidang Praperadilan
Deretan Kekalahan KPK Lawan Tersangka Kasus Korupsi di Sidang Praperadilan

Untuk kesekian kalinya, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kalah dalam menghadapi gugatan praperadilan dari sejumlah tersangka atas kasus korupsi.

Baca Selengkapnya
Polemik OTT Basarnas, Alexander Marwata: Itu Kekhilafan Pimpinan, Saya Tak Salahkan Penyidik
Polemik OTT Basarnas, Alexander Marwata: Itu Kekhilafan Pimpinan, Saya Tak Salahkan Penyidik

Alexander mengatakan, saat melakukan tangkap tangan, tim dari KPK sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti.

Baca Selengkapnya
Mahfud Kritik KPK: Tetapkan Tersangka tapi Buktinya Belum Cukup
Mahfud Kritik KPK: Tetapkan Tersangka tapi Buktinya Belum Cukup

Mahfud mengatakan, masih banyak tersangka KPK yang belum dibawa ke pengadilan karena kurang bukti.

Baca Selengkapnya
Alexander Marwata Akui Sistem Pengawasan di KPK Rawan, Ada Laporan Korupsi di Kementan Mandek Tiga Tahun
Alexander Marwata Akui Sistem Pengawasan di KPK Rawan, Ada Laporan Korupsi di Kementan Mandek Tiga Tahun

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta pada saat membahas mengenai sistem monitoring di KPK yang dianggap rawan baginya.

Baca Selengkapnya