Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Berjualan di Area Kremasi, Sukarni Lebih Takut Tidak Punya Uang Ketimbang Mistis

Berjualan di Area Kremasi, Sukarni Lebih Takut Tidak Punya Uang Ketimbang Mistis Ketut Sukarni berjualan di area kremasi. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Demi mencukupi kebutuhan rumah tangga, ibu tiga anak bernama Ketut Sukarni (37) berjualan seorang diri di tempat Krematorium Mumbul, Jalan By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali.

"Saya sudah jualan sejak tahun 2017, iya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga," kata wanita yang bermukim di Jalan Giri Puspa, Mumbul Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, Selasa (7/5).

Di tengah lahan Krematorium Mumbul, Sukarni seorang diri menjajakan makanan ringan, kopi dan minuman lainnya.

Orang lain juga bertanya?

Lapaknya hanya meja yang terbuat dari triplek dan kayu. Di sana ia menunggu para pembeli yang pada umumnya para anggota keluarga yang sedang kremasi atau ngaben.

Jika ada kremasi para pengunjung akan ramai mendatangi lapak Sukarni untuk memesan minum atau membeli makanan ringan, sambil menunggu prosesi kremasi usai.

"Iya kalau ramai bisa mendapatkan ratusan ribu. Tapi saya pernah hanya mendapatkan Rp 25 ribu cukup membayar uang lapak saja," ucapnya.

Dalam sehari berjualan, Sukarni harus membayar uang tempat jualan sebesar Rp 25 ribu. Sukarni juga bercerita, pada awal dia nekat berjualan di tempat krematorium tahun 2017. Dia pada waktu itu masih menggunakan kardus mi instan dan ia berkeliling menjajakan makanan dan minuman kepada para pelayat. Seiring berjalannya waktu, uang hasil jualan dia tabung untuk membuat lapak.

"Awal jualan saya modal Rp 60 ribu. Saya tahu tempat ini dari tetangga. Katanya kalau jualan di tempat ini ramai asal tidak malu. Iya saya nekat saja, apalagi saya kepepet pada waktu itu, untuk membayar utang, buat makan dan membiayai sekolah anak," tuturnya.

Sukarni dalam seminggu, bisa tiga hingga empat kali menjajakan dagangannya di krematorium. Jika mendapatkan info akan ada kremasi, dia segera mengangkut jualan dari rumahnya menggunakan sepeda motor. Kendati membawa segala barang yang cukup berat Sukarni tak patah arang.

Sukarni juga bercerita awalnya ia tidak diizinkan oleh suaminya untuk berjualan di krematorium. Namun karena kebutuhan rumah tangga mendesak akhirnya Sukarni nekat berjualan.

"Awalnya tidak diizinkan sama suami. Karena nanti yang jemput anak siapa, terus yang mengurusi rumah dan lain-lainnya. Tapi saya nekat saja, pertama karena saya harus membantu suami saya, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Karena gaji suami saya hanya tinggal sedikit untuk membayar hutang," ujarnya.

"Suami saya kerja di perkebunan hotel. Gaji untuk bayar utang saja nanti sisanya tinggal Rp 600 ribu. Jadi bekalnya anak-anak dan kebutuhan lainnya saya yang menanggung," imbuhnya.

Sukarni juga mengaku tidak takut hal gaib saat berjualan di krematorium. Ia mengaku berjualan sampai tengah malam juga pernah ia lalui.

"Kalau di sini saya jualan dari jam 8 pagi sampai sore. Pernah juga sampai jam 10 malam atau jam 1 malam. Karena kremasi ini dibuka 24 jam. Iya tidak takut kan banyak orang. Saya lebih takut kalau tidak punya uang," ungkapnya sambil tersenyum.

Sukarni juga mengaku, jika tidak ada kremasi atau ngaben dia berjaga warung di rumahnya. Selain itu ia juga bekerja di sebuah vila dekat rumah, untuk menyiram halaman dan menyapu. Setelah itu ia melanjutkan berjualan di krematorium.

"Iya cari tambahan kerja di vila. Sekarang suami saya ngerti, kalau saya sampai tidak begini kan tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga," ungkapnya.

Sukarni juga bercerita dia merasa senang dari hasil berjualan di krematorium sejak tahun 2017. Ia sudah mampu membeli kulkas dari hasil tabungan yang ia kumpulkan.

"Kalau beli barang uang saya baru bisa beli kulkas untuk di rumah saja. Agar sisa minuman di sini bisa didinginkan. Sekitar Rp 3 juta hasil celengan, iya saya sedikit-demi sedikit uang Rp 20 ribu atau 30 ribu bisa dicelengin," ujarnya.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sedih, Kisah Sosok Wanita Buka Warung di Tengah Hutan 24 Jam
Sedih, Kisah Sosok Wanita Buka Warung di Tengah Hutan 24 Jam

Seorang wanita paruh baya pilih berjualan di tengah hutan dan gunung selama 24 jam sehari untuk penuhi kebutuhan keluarganya.

Baca Selengkapnya
2 Kakinya Terlindas Kereta, Wanita Tua ini Harus Banting Tulang Jualan Asongan Pakai Kursi Roda Demi Hidupi 4 Anak
2 Kakinya Terlindas Kereta, Wanita Tua ini Harus Banting Tulang Jualan Asongan Pakai Kursi Roda Demi Hidupi 4 Anak

Kisah seorang wanita lansia asal Purworejo benar-benar membuat siapapun yang membaca akan mengelus dada.

Baca Selengkapnya
Kisah Tragis Janda 4 Anak Kakinya Terlindas Kereta lalu Diamputasi, Banting Tulang Jualan Keliling Pakai Kursi Roda Cuma Dapat Rp20 Ribu
Kisah Tragis Janda 4 Anak Kakinya Terlindas Kereta lalu Diamputasi, Banting Tulang Jualan Keliling Pakai Kursi Roda Cuma Dapat Rp20 Ribu

Sariyani (62) hidup dengan begitu pilu. Di usianya yang kini telah senja, dia tak lagi hidup bersama sang suami sejak belasan tahun yang lalu.

Baca Selengkapnya
Viral Kisah Pilu Nenek Hidupi 2 Cucu, Banting Tulang Jualan Keripik hingga Bantu Setrika
Viral Kisah Pilu Nenek Hidupi 2 Cucu, Banting Tulang Jualan Keripik hingga Bantu Setrika

Kisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.

Baca Selengkapnya
Tak Sanggup Nikahkan Putrinya dengan Meriah, Sopir di Kediri Nekat Gantung Diri
Tak Sanggup Nikahkan Putrinya dengan Meriah, Sopir di Kediri Nekat Gantung Diri

Kisah tragis terjadi di Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Seorang pria nekat gantung diri karena tak sanggup menikahkan putrinya dengan meriah.

Baca Selengkapnya
Demi Biaya Pendidikan Anak, Janda ini Nekat Buka Warung di Tengah Hutan Jati Selama 12 Tahun
Demi Biaya Pendidikan Anak, Janda ini Nekat Buka Warung di Tengah Hutan Jati Selama 12 Tahun

Dia begitu berani berjualan di warung miliknya yang terletak di tengah hutan belantara.

Baca Selengkapnya
Kisah di Balik Keripik Bronis Khas Bojonegoro, Berawal dari Ibu Tunggal Cari Uang untuk Biaya Sekolah Anak
Kisah di Balik Keripik Bronis Khas Bojonegoro, Berawal dari Ibu Tunggal Cari Uang untuk Biaya Sekolah Anak

Bisnis yang kini dikenal dengan merek Cha-Cha Bakery ini ia mulai sesaat setelah dirinya bercerai dari sang suami.

Baca Selengkapnya
Ibunda Nia Penjual Gorengan Berharap Pelaku Dihukum Mati: Nyawa Dibayar Nyawa!
Ibunda Nia Penjual Gorengan Berharap Pelaku Dihukum Mati: Nyawa Dibayar Nyawa!

Dirinya menduga masih ada keterlibatan orang lain dalam tewasnya Nia. Mereka meyakini tidak hanya satu pelaku saja.

Baca Selengkapnya