Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bertani sayur di Bandung menjanjikan, Dodih ogah bekerja di kantoran

Bertani sayur di Bandung menjanjikan, Dodih ogah bekerja di kantoran Dodih berada di kebun. ©2015 Merdeka.com/Iman

Merdeka.com - Orang cukup memanggilnya Dodih. Umurnya 33 tahun, petani asal Kampung Pengkolan, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Bandung, Jawa Barat. Tubuhnya kurus, tapi semangat dan keinginannya sebagai petani besar. Dodih ingin menghasilkan komoditas pertanian lokal berkualitas impor.

Dodih memang lahir dari keluar petani. Dia belajar dari keuletan orangtuanya bertani, hingga sukses; bisa membangun rumah dan membeli lahan sendiri, serta menyekolahkan anaknya. Meskipun model pertanian orangtua Dodih itu masih dibilang tradisional.

Sempat menjadi asisten dosen arsitektur di Institut Teknologi Nasional Bandung. Sarjana teknik mesin lulusan 2005 ini kemudian bekerja pada perusahaan swasta di Jakarta dengan gaji Rp 4 juta per bulan. Namun pada 2008 dia memutuskan mundur, lalu beralih menjadi petani.

Orang lain juga bertanya?

Setelah itu dia fokus menggarap lahan warisan orangtuanya dengan konsep pertanian modern. "Saya masih belajar bagaimana menanam produk pertanian berkualitas ekspor. Mau tidak mau kita bersaing dengan produk impor," kata Dodih kepada Merdeka.com Bandung akhir pekan lalu.

Di antara teman-teman seangkatan, cuma dia petani yang bergelar sarjana, itupun bukan sarjana pertanian. Meskipun begitu, dia tak peduli cibiran orang yang mengatakan buat apa sekolah tinggi-tinggi jika akhirnya bekerja di ladang. Tapi Dodih memilih konsisten. Hingga akhirnya dia dipercaya menjadi Ketua Gabungan Kelompok Tani Lembang Agri yang beranggotakan 147 petani tua dan muda.

Ia percaya model pertanian tradisional warisan orangtuanya mampu menghadapi persaingan global. Karena itu dia harus menggabungkan ilmu pertanian modern dan tradisional. Dia juga banyak membangun mitra dan jaringan. "Pinginnya dengan bertani kita dapat gaji dua kali lipat dari kerja di Jakarta," kata ayah dua anak ini.

Di Lembang, hanya lahan sayur letus (lalapan untuk burger) milik Dodih yang sudah menerapkan teknologi irigasi ilmiah. Dengan sistem ini dia tak perlu menyiram secara manual, cukup membuka keran pipa disambungkan dengan pori-pori yang ditanam di galur. Dengan begitu tanaman akan menyerap air.

Model irigasi tersebut membuat satu pohon letus tumbuh subur dengan berat satu kilogram per biji. Dari lahan seluas seperempat hektare yang ditanami letus, Dodih menghitung estimasi panen sekitar 2,5 sampai 3 ton dengan nilai Rp 40 juta. Nilai tersebut masih bisa digenjot lebih tinggi lagi.

Sebagai perbandingan, rata-rata petani Lembang biasa mendapat 2 ton letus dalam seperempat hektare. Penyiraman berperan besar bagi kesuburan pohon letus. Saat ini satu kilogram letus mencapai Rp 30 ribu.

Pohon letus tersebut disiapkan untuk diekspor ke Singapura. Ia sudah biasa mengekspor produk pertaniannya. Sebelumnya, Dodih mengekspor zukini--timun Jepang--ke negeri singa itu. Dari Singapura, sayuran asal Lembang bisa diekpor kembali ke negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Brunai, dan lain-lain.

"Dulu kita main juga di zukini. Sekarang zukini hanya untuk lokal saja, untuk ekspor kalah sama Vietnam dan Malaysia. Jadi persaingannya sangat ketat memang," katanya.

Selain letus dan zukini, produk yang ditanam Gapoktan Lembang Agri adalah brokoli, buncis dan kacang kenya. "Untuk kacang-kacangan kita 100 persen ekspor," terang Dodih.

Tujuh tahun bertani tak membuat Dodih berpuas diri. Dia terus belajar dan mencoba terobosan baru. Kini hasil bertaninya diinvestasikan pada tanah seluas dua hektare senilai Rp 250 juta. Tanah itu disiapkan untuk membangun pusat pelatihan dan penyuluhan para petani. Selain itu hasil dari ladangnya juga dimanfaatkan untuk mengasuransikan anak dan istrinya.

Sebagai generasi muda petani, Dodih ingin membuktikan bahwa pertanian mampu memiliki nilai tinggi, tidak kalah dengan industri. Untuk menyediakan informasi seputar kegiatan kelompok petaninya, Dodih memiliki tim IT yang mengoperasikan website http://lembangagri.com."Petani juga harus melek teknologi dan update informasi,” katanya. (mdk/mtf)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mahasiswa Nekat Bikin Usaha Jamur, Modal Rp100.00 Kini Raup Omzet Rp40 Juta Sekali Panen
Mahasiswa Nekat Bikin Usaha Jamur, Modal Rp100.00 Kini Raup Omzet Rp40 Juta Sekali Panen

Usahanya membuka peluang lapangan pekerjaan baru bagi teman-teman ataupun lingkungan sekitar.

Baca Selengkapnya
Kisah Inspiratif Petani Muda, Usia 21 Tahun Bisa Raup Rp300 Juta Sekali Panen
Kisah Inspiratif Petani Muda, Usia 21 Tahun Bisa Raup Rp300 Juta Sekali Panen

Dengan luas tanah yang dia miliki 1,5 hektare, Ujang mampu mendapat keuntungan mencapai Rp300 juta sekali panen.

Baca Selengkapnya
Legit, Bisnis Durian Bisa Raup Untung Rp20 Juta Satu Pekan
Legit, Bisnis Durian Bisa Raup Untung Rp20 Juta Satu Pekan

Panen durian khas petani Badui sangat menguntungkan para pedagang, sehingga bisa menopang ekonomi keluarga.

Baca Selengkapnya
Tak Disangka, Suku Dayak Losarang Ini Miliki Sawah Hektaran Setiap Panen 7 Ton
Tak Disangka, Suku Dayak Losarang Ini Miliki Sawah Hektaran Setiap Panen 7 Ton

Anggota Suku Dayak Losarang Indramayu berbagi cerita soal sumber penghidupannya selama ini.

Baca Selengkapnya
Resign dari PNS, Pria Ini Bangun Pabrik Tahu Bulat Beromzet Hingga Rp4 Miliar per Tahun
Resign dari PNS, Pria Ini Bangun Pabrik Tahu Bulat Beromzet Hingga Rp4 Miliar per Tahun

Banyak orang yang memutuskan resign dari posisinya sebagai PNS dan memilih membuka bisnis.

Baca Selengkapnya
Ubah Kemarau Jadi Berkah, Ini Kisah Petani Jombang Tanam Melon Cuannya Capai Rp 35 Juta
Ubah Kemarau Jadi Berkah, Ini Kisah Petani Jombang Tanam Melon Cuannya Capai Rp 35 Juta

Kemarau panjang jadi bencana bagi petani karena tidak bisa menanam padi. Hal ini tidak terjadi dengan petani Jombang. Mereka justru cuan puluhan juta.

Baca Selengkapnya