Bimbingan di Luar Kampus Diusulkan Tak Dilakukan Cegah Kekerasan Seksual
Merdeka.com - Pakar Hukum Bivitri Susanti mendorong Kemendikbud-Ristek mengarahkan kepada dosen-dosen untuk tidak melakukan bimbingan di luar kampus terhadap mahasiswa. Hal tersebut guna mencegah adanya kekerasan seksual.
"Saya kira perlu juga training-training untuk dosen-dosen supaya tidak mengajak mahasiswanya bimbingan di luar kampus, misalnya hal-hal seperti itu," kata Bivitri dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', Jumat (12/11).
Kemudian, kampus bisa memberikan pendampingan hukum terhadap dosen atau mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini bisa selaras dengan Permendikbud nomor 30 tahun 2021 terkait PPKS di lingkungan perguruan tinggi.
-
Siapa yang berperan penting mencegah kekerasan seksual pada anak? 'Peran orang tua sangat besar, jadilah pendengar yang baik, usahakan jadi sahabat anak. Cari waktu berkualitas, sekarang banyak orang tua yang sibuk, padahal penting untuk mencari waktu berkualitas. Kadang, walaupun waktu banyak namun kurang berkualitas jadi kurang bisa mendukung edukasi yang diberikan pada anak,' kata Anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI Prof. Dr. dr. Meita Dhamayanti, Sp.A(K), M.Kes.
-
Kenapa siswa membacok guru? Terkait kejadian ini, Kasatreskrim Polres Demak AKP Winardi mengatakan, pelaku tega membacok gurunya sendiri diduga karena tidak terima mendapat nilai jelek.
-
Siapa guru yang mencabuli murid? Kasat Reskrim Polres Kota Pariaman, Iptu Rinto Alwi mengatakan, peristiwa itu terjadi beberapa bulan yang lalu dan pelaku sudah berhasil diamankan. 'Kejadian tahun ini, beberapa bulan yang lalu. Pelaku berhasil ditangkap pada 15 Mei 2024. Pada 29 Mei 2024 perkaranya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan,' tuturnya.
-
Bagaimana DPR ingin cegah pelecehan? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
-
Di mana guru itu mencabuli murid? 'Korban dicabuli pada saat jam pelajaran dengan diiming-iming uang. Aksi itu ada yang dilakukan pelaku di pustaka, dan ada juga di kelas. Kejadian sudah berulang-ulang,' jelasnya.
-
Apa yang perlu diajarkan kepada anak untuk mencegah kekerasan seksual? 'Ajarkan cara mengidentifikasi situasi yang berbahaya, menolak pendekatan pelaku, dan mencari bantuan ketika diperlukan,' kata Meita.
"Kalau ada kasus yang real terjadi maka akan ada pendampingan juga, termasuk pendampingan hukum, artinya siapapun itu bisa mahasiswa, bisa dosen korbannya bisa didampingi untuk melakukan pelaporan ke kepolisian," tuturnya.
Sehingga, hal tersebut tidak menghilangkan dah memberikan impunitas untuk pelaku kekerasan seksual. Tetapi, didampingi supaya kasusnya bisa selesai.
"Karena memang peraturan menteri ini bisa mengisi ruang kosong, kotak yang tadi tidak bisa dijangkau (undang-undang), sementara (permendikbud) ini dijangkau dulu, dibantu oleh kampus untuk dibawa ke hal hal yang sifatnya bisa dijangkau oleh hukum, seperti ranah pidana nanti," pungkasnya.
Dalam Pasal 1 Permendikbud Ristek Nomor 30 dijelaskan bahwa:
1. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Adapun dala Pasal 5 dijelaskan bahwa:
(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologiinformasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atauidentitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m,dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang. (mdk/gil)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pihak kampus saat ini tengah melakukan investigasi terkait kebenaran kasus pelecehan seksual itu.
Baca SelengkapnyaUGM melarang dosen killer atau dosen mengajar galak untuk menciptakan suasana belajar nyaman tanpa kekerasan fisik maupun psikis.
Baca SelengkapnyaHarapannya, persoalan kesehatan mental tak dialami oleh mahasiswa UGM.
Baca SelengkapnyaTujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban.
Baca SelengkapnyaSelain itu, UMS juga memberikan sanksi yang sama pada kasus dosen lainnya yang diduga mengajak melakukan tindak asusila mahasiswanya.
Baca SelengkapnyaPuan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.
Baca SelengkapnyaPuan pun menyoroti pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masih diabaikan pihak kampus
Baca SelengkapnyaFS sebelumnya sudah mendapatkan dua sanksi yakni pemberhentian tetap dari jabatannya dan tidak boleh mengajar termasuk mendapat gaji dan tunjangan.
Baca SelengkapnyaKemendikbudristek mengatakan menentang segala bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan kedokteran.
Baca Selengkapnya"Kami sangat menyayangkan mengapa pihak sekolah justru memutuskan untuk mengeluarkan siswa tersebut,"
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca Selengkapnya