Bocah korban penembakan: dor, dor, kepalaku luka karena polisi
Merdeka.com - Balutan perban masih terpasang di kepala bagian kiri bocah berusia tiga tahun, Genta. Dia lalu lalang di ruang rawat inap Kenanga II, Rumah Sakit Dr Sobirin Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Rabu (19/4).
Genta merupakan satu dari enam penumpang Honda City berpelat BG 1488 ON yang diberondong peluru polisi karena menghindari razia, Selasa (18/4) siang. Satu korban diantaranya tewas di tempat dengan tiga luka tembakan.
Di kamar inap itu, dirawat juga ibu Genta yakni Novianti (30) dan bibinya Dewi (35). Keduanya terkena tembakan polisi. Satu korban lain, Diki (30) sedang menjalani pengangkatan peluru di perut. Sedangkan korban lain, Indra (33) dirujuk ke rumah sakit di Palembang karena kritis.
-
Kenapa anak korban merasa sedih? 'Ma? Cepet banget perginya? Yeyen Nakal ya? Yeyen minta maaf ya ma sudah jadi anak yang kurang baik. Mama enggak perlu mikirin Yen lagi ya, di sini Yen baik. Mama baik di sana ya, Yen sayang banget sama mama,' tutur dia.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Kenapa anak itu trauma? Tak hanya luka bakar yang tak kunjung sembuh, kini korban mengalami trauma atas kejadian yang menimpanya “Aku kan biasanya buka jendela kalau pagi-pagi. Terus dia takut, 'jangan dibuka, aku takut kalau dibakar. Itu ada orangnya.' Jadi dia kayak trauma gitu“
-
Apa yang terjadi pada korban? Korban pun akan terpanggang di dalamnya. Sebagai bagian dari desain hukuman yang kejam, saat perunggu yang panas membakar korban dan membuatnya berteriak.
-
Apa yang membuat anak terluka? 'Sayangku, ibu minta maaf jika ucapan dan tindakan ibu sebelumnya membuat hatimu terluka. Ibu ingin kamu tahu bahwa ibu selalu mencintaimu tanpa syarat, dan ibu berjanji akan berusaha lebih baik lagi untuk memahami perasaanmu.'
-
Bagaimana anak korban perang mengatasi rasa takutnya? Mereka mungkin merasa takut akan kehilangan orang-orang yang tersisa, takut dengan suara keras atau ledakan, atau takut akan situasi yang mirip dengan kejadian traumatis.
Meski perban bekas suntikan infus masih terpasang di lengan kanannya, Genta tetap ceria. Dia berlari kecil bersama kakaknya, Galih (7) yang selamat dalam insiden itu. Sesekali, Genta membawa tiang infus keluar ruangan yang menjadi perhatian pembesuk.
Genta membuat heboh kerumunan orang. Kadang, dia menghampiri ibunya yang masih tergolek lemas di tempat tidur dengan bahu di gips akibat luka tembakan. Genta tak bisa berbuat banyak, dia hanya menatap wajah sayu ibunya.
Beberapa kali merdeka.com mengajak bicara Genta. Tapi dia tetap sibuk dengan aksi lucunya. Barulah, ketika ayahnya, Wawan Triatno (35) memanggil, Genta mendekat sambil memeluk kakak kandungnya.
Sambil malu-malu, Genta dengan polos menceritakan peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya. Tidak banyak yang diucapkan, namun kata-katanya membuat terenyuh.
"Dor, dor, kepalaku luka karena polisi," ucap Genta.
Kata-kata dor itu mengartikan suara letusan senjata yang mengarah ke Genta dan seisi mobil. Dia tidak menceritakan situasi saat polisi memberondong mereka dengan peluru laras panjang.
Ingatan dan pemahaman Genta tak seperti orang dewasa. Wajar karena usianya baru menginjak tiga tahun, sedang lucu-lucunya.
"Sakit, tapi idak (tidak) nangis," kata Genta mengenang saat-saat peluru polisi mengenai kepalanya.
Sementara kakak Genta, Galih tak mau berbicara. Galih terlihat masih syok atas kejadian itu meski dia tak mengalami luka apapun.
"Masih takut, dia tidak mau cerita," kata ayah Galih, Wawan memberi pengertian.
Wawan mengatakan, saat kejadian Genta dipangku oleh ibunya duduk di bangku belakang bagian kiri. Sedangkan Galih duduk di pangkuan Sumarjo (70) di samping sopir.
"Cuma Galih sama mbah Marto itu yang selamat, tidak kena apa-apa. Mbah Marto masih keluarga Indra yang dibawa ke rumah sakit di Palembang," kata Wawan.
Wawan menceritakan, dia tidak mengizinkan istri dan kedua anaknya ikut menghadiri hajatan keluarga di Musi Rawas. Sebab, Galih masih duduk di bangku kelas satu SD dan harus masuk sekolah.
"Tidak ada firasat sama sekali, tapi pagi kemarin sudah saya larang. Ibunya saya minta urus saja Genta makan, mandi, sama sayang kalau Galih tidak sekolah. Tapi ya sudah terjadi," ujar Wawan tegar.
Sementara istrinya, Novi berharap polisi menindak tegas pelaku penembakan. Dia tidak ikhlas jika masih bebas berkeliaran tanpa kepastian hukum.
"Polisi itu buat kami cacat, buat ibu saya meninggal, saya tidak ridho," tutur Novi menahan tangis.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Semula, keluarga dijanjikan untuk mengikuti RDP melalui daring. Namun link yang diberikan tidak bisa diakses.
Baca SelengkapnyaSang pejabat bahkan sudah membuatkan draf susunan kalimat yang diminta untuk dibacakan di hadapan awak media.
Baca SelengkapnyaKeluarga korban mengaku disuruh membuat surat pernyataan serta rekaman video pada Senin (25/12) malam.
Baca Selengkapnya