BPOM: Hasil Uji Klinis Obat Covid-19 Unair Belum Valid
Merdeka.com - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sudah melakukan inspeksi pertama terkait uji klinis obat Covid-19. Obat tersebut hasil penelitian Universitas Airlangga, Badan Intelijen Negara, Polri, dan TNI AD. Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan pihaknya menemukan hasil uji klinis obat tersebut belum valid.
"Status yang kami nilai adalah masih belum valid jika dikaitkan dengan hasil inspeksi kami," kata Penny dalam siaran telekonference, Rabu (19/8).
Penny mengatakan pihaknya memiliki koreksi terhadap uji klinis tersebut. Pertama obat tersebut belum bisa merepresentasikan populasi. Menurut dia, suatu penelitian harus dilakukan secara acak sehingga bisa mewakili masyarakat Indonesia.
-
Apa tujuan uji klinis obat ini? Uji klinis pertama di dunia untuk obat yang dirancang untuk menumbuhkan gigi akan dimulai pada bulan September tahun ini di Rumah Sakit Universitas Kyoto, Jepang.
-
Apa itu sampel dalam penelitian? Sementara sampel adalah bagian dari populasi yang hendak diteliti.
-
Bagaimana penelitian dilakukan? Dalam Journal Current Biology, para peneliti memasang speaker dan kamera di sekitar 21 lubang air di South Africa‘s Greater Kruger National selama musim kemarau. Itu dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus.
-
Kenapa penelitian ini dilakukan? Penelitian ini bertujuan untuk melihat sisi lain secara ilmiah bagaimana yang terjadi ketika orang-orang diambang kematian.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Bagaimana cara penelitian ini dilakukan? Sebuah studi yang dipimpin oleh tim dari NYU Grossman School of Medicine mengamati pengalaman mendekati kematian orang-orang yang selamat dari serangan jantung. Mereka juga melihat pada saat-saat sadar ketika mereka tampak tidak sadarkan diri.
"Jadi dari pasien sebagai subjek yang dipilih menunjukan sampel acak seperti protokol yang ada. Misalnya variasi demografi dari derajat keparahan, sakitnya kan derajat ringan, sedang, parah tapi subjek dengan obat uji ini tidak merepresentasikan keberagaman atau acak itu validitas suatu riset," ungkap Penny.
Selain itu, BPOM juga menemukan dalam uji klinis tersebut orang tanpa gejala (OTG) diberikan obat terapi. Padahal, kata Penny, dalam protokol penelitian OTG tidak perlu diberikan terapi obat.
"Padahal OTG tidak perlu diberikan obat. Karena dalam protokol bukan OTG kita mengarah penyakit ringan, sedang dan berat," jelas Penny.
Selanjutnya, lanjut Penny, dalam uji klinis tersebut harus memiliki representasi. Namun saat ini, hasil uji klinis tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan jika dibandingkan dengan terapi standar.
"Jika penelitian harus menunjukan satu riset ada menujukkan suatu yang interfensi baru tersebut memberikan hasil yang cukup signifikan dibandingkan terapi standar, asitomisin itu tidak signifikan terlalu besar. Jadi perlu ditindaklanjuti lagi," ungkap Penny.
Diklaim Obat Covid-19 Pertama di Dunia
Sebelumnya, Unair, TNI AD, BIN dan Polri telah menyelesaikan penelitian obat baru Covid-19. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi obat Covid-19 pertama di dunia.
"Karena ini akan menjadi obat baru maka diharapkan ini akan menjadi obat Covid-19 pertama di dunia," kata Rektor Unair Mohammad Nasih dalam acara penyerahan hasil uji klinis fase 3 di Mabes AD, Jakarta Pusat, Sabtu (15/8).
Nasih mengatakan obat ini merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat. Di luar negeri, tiga obat itu diberikan satu per satu kepada pasien. Namun, oleh Unair, obat tersebut dijadikan satu. Alhasil, efektivitas obat lebih dari 90 persen.
Meski begitu, satu obat tersebut memiliki dosis yang rendah dibanding apabila obat diberikan secara tunggal. Menurutnya, BPOM tetap menganggap obat yang dihasilkan Unair digolongkan pada obat baru.
"Setelah kami kombinasikan daya penyembuhannya meningkat dengan sangat tajam dan baik. Untuk kombinasi tertentu itu sampai 98 persen efektivitasnya," katanya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, pembuatan obat Covid-19 ini sudah dilakukan sejak Maret 2020. Seluruh prosedur yang dipakai telah mengikuti dan disyaratkan BPOM. Namun, obat ini masih menunggu izin edar dari BPOM sebelum diproduksi masal.
"Yang perlu ditekankan adalah untuk produksi dan edarnya kita tetap masih menunggu izin produksi dan edar BPOM. Artinya obat ini belum akan diproduksi sepanjang belum ada izin BPOM," ujar dia.
Unair Klaim Efektivitas Kesembuhan 90 Persen
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga (Unair) Purwati mengklaim obat baru Covid-19 buatan Indonesia memiliki efektivitas tingkat kesembuhan yang tinggi bagi pasien Covid-19. Obat tersebut diyakini mampu membunuh virus mencapai 90 persen setelah diberikan kurun waktu 1-3 hari.
Obat Covid-19 yang belum diberi nama tersebut merupakan hasil penelitian Universitas Airlangga (Unair) Surabaya bersama TNI Angkatan Darat (AD), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.
"Efikasi obat tadi sudah kami paparkan. Untuk perbaikan klinis dalam 1 sampai 3 hari itu 90 persen," katanya.
Dia menyebut efektivitas obat ini diuji berdasarkan hasil pemeriksaan PCR. Bahkan dalam sejumlah kondisi, efektivitas obat ini bisa mencapai 98,9 persen yang artinya hampir seluruh virus bisa mati dalam waktu singkat.
Purwati memastikan obat tersebut telah melalui uji klinis. Untuk uji klinis tahap 4 dilakukan setelah obat dipasarkan secara masal. "Jadi uji klinis itu 1, 2, 3 dan 4. Dan 4 itu pos marketing eveluesion obat obat yang sudah dapat ijin edar maka setalah itu dilakukan kajian. Jadi untuk memperoleh izin edar itu jenisnya sampe 3," klaim dia.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) membeberkan alasan memberikan sanksi kepada lembaga Poltracking.
Baca SelengkapnyaAda sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan data tersebut.
Baca SelengkapnyaPersepi menegaskan sidang terhadap keduanya tidak untuk menyalahkan hasil atau membuat analisis politik terhadap perbedan.
Baca SelengkapnyaHal ini menanggapi perbedaan hasil survei Poltracking Pilgub Jakarta hingga memutuskan keluar dari Persepi. Poltracking juga diberi sanksi oleh Persepi.
Baca SelengkapnyaPoltracking dilarang mempublikasikan hasil survei berikutnya, tanpa persetujuan dan pemeriksaan Dewan Etik.
Baca SelengkapnyaPoltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi karena keberatan dengan hasil dewan etik Persepi soal perbedaan hasil survei dengan LSI di Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaSetelah, Poltracking Indonesia, dilanjutkan dengan Parameter Politik Indonesia (PPI) dan Voxpol Center Research and Consulting.
Baca Selengkapnya