Budaya 'Laksanakan' Bikin Bharada E Sulit Tolak Perintah Sambo Tembak Brigadir J
Merdeka.com - Ahli Filsafat Moral, Romo Frans Magnis Suseno menyebut Bharada Richard Eliezer alias Bharada E sulit menolak perintah dari atasannya Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J karena ada budaya 'Laksanakan' di kepolisian. Penilaian itu disampaikan Magnis saat dihadirkan oleh kuasa hukum Eliezer untuk memberikan kesaksian meringankan.
"Dalam budaya perintah 'laksanakan' berhadapan dengan atasan yang sangat tinggi mungkin ditakuti," ujar Romo Magnis dalam ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Selain budaya perintah 'laksanakan', kata Magnis, posisi Bharada E sebagai bawahan Sambo secara psikologis tidak memungkinkan untuk melawan. Walaupun, pada akhirnya Bharada E menerima perintah dengan rasa ragu.
-
Bagaimana cara Bambang menolak kenaikan pangkat? 'Pak, saya mohon dengan sangat. Sudilah Bapak membatalkan niat itu. Saya keberatan menjadi jenderal,' kata Bambang.
-
Siapa yang memimpin Bregada Prajurit? Di Keraton Yogyakarta misalnya, ada sepuluh kelompok Bregada yang dipimpin oleh seorang Manggalayudha atau Komandan.
-
Siapa yang melarang Marshanda bergaul? Ungkapan Marshanda 'Jadi aku punya teman artis yang hubungannya secara pribadi baik banget sama aku, tapi manajemennya yang melarang,' ungkap Marshanda saat ditemui di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, Rabu (6/12).
-
Siapa yang memimpin Banas? Banas pun dibentuk pada 23 Februari 1959, dengan Perdana Menteri Djuanda sebagai pemimpin, didukung oleh dua deputi, Soetikno Slamet dari Bank Indonesia, dan Kolonel Soeprayogi.
-
Kenapa Marshanda di larang bergaul? Pihak manajemen mungkin khawatir akan mengganggu citra artis yang mereka kelola jika berinteraksi dengan Marshanda.
-
Kapan Bambang menolak kenaikan pangkat? Saat itulah tawaran masuk Sesko datang.Kali ini Bambang yang menolaknya. Dia ingin mendampingi Sukarno di saat-saat terakhirnya.
"Tetapi sekarang juga lakukan, itu tipe perintah yang amat sulit secara psikologi dilawan, karena siapa dia, mungkin dia orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah sudah biasa laksanakan meskipun dia ragu-ragu dia bingung," jelasnya.
Di samping itu, kata Romo, Bharada E harus mengalami dilema atas perintah dari atasan untuk menembak seseorang. Terlebih menembak mati seseorang bukanlah perkara kecil.
"Nah secara etis, dalam dilema itu bisa saja kejelasam penilaian yang bersangkutan itu, yg jelas merasa amat sudah karena berhadapan. Di satu pihak, menembak sampai mati baukan hal kecil, setiap orang tahu, dia tahu juga," tutur Magnis.
Oleh karena itu, menurutnya, Bharada E tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Meskipun pada saat itu, Bharada E bisa saja menolak atau mengatakan perintah menembak itu salah. Namun, sang pemberi perintah dihadapi situasi saat itu bisa jadi belum mengerti.
"Yang memberi perintah itu orang yang juga dalam situasi tertentu malah berat untuk memberi perintah menembak mati," tuturnya.
"Dari sudut etika dalam situasi bingung, etika akan mengatakan 'kamu jangan begitu saja mengutuk atau mempersalahkan', objektif dia salah," pungkasnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden sudah akan menaikkan pangkatnya bulan Agustus. Tapi dia menolak kesempatan langka menjadi jenderal.
Baca SelengkapnyaPesan Komjen Anang Revandoko di hadapan ratusan anggotanya di Brimob.
Baca SelengkapnyaAnggota TNI AD Praka Drik Rian Bayoa di Manokwari, Papua Barat membacok komandannya Letkol Inf Tamami.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan Pak Bhabin yang berani menentang arahan dari jenderal polisi bintang 2 bilang bahwa pemimpin harus jumawa.
Baca SelengkapnyaSebuah video yang diunggah oleh akun Tiktok @pujiprayitno_21 memperlihatkan seorang jenderal polisi bintang 1 melatih bela diri anggota berpangkat bintara
Baca Selengkapnya