Bulan April bersama asal-usul jalan
Merdeka.com - Apalah arti sebuah nama, kata Shakespeare. Tetapi ungkapan itu sepertinya tidak berlaku untuk nama jalan. Bagi banyak pihak, nama jalan bisa menjadi sangat penting. Kalau tak penting, tak mungkin misalnya rezim Orde Baru memberi ratusan jalan dengan nama-nama tokoh militer.
Kalau tak penting, tidak mungkin pula pemerintah kolonial Jepang menghapus nama-nama berbau Belanda di Jakarta, menjadi nama-nama khas Jepang. Misalnya saja, Jalan Van Heutz menjadi Jalan Imamura (kini Jalan Teuku Umar), atau Jalan Oude Tamarindelaan menjadi Jalan Nusantara (kini Jalan Wahid Hasyim).
Demi mengembalikan filosofi kota pula, di balik rencana pemerintah kota Yogyakarta mengubah 600 nama jalan. Sebagai permulaan, tiga nama jalan penting yang akan diganti, Jalan Mangkubumi akan berganti nama menjadi Jalan Margo Utamo, Jalan Ahmad Yani menjadi Jalan Margo Mulyo dan Jalan Trikora menjadi Jalan Pangurakan.
-
Kenapa Jepang hapus Kamagasaki dari peta? Pemerintah Jepang sengaja menghapus kota itu dari peta dengan tujuan agar tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Kamagasaki. Pemerintah mempertimbangkan tingkat kebersihan yang kurang, menjadi alasan untuk meniadakan Kamagasaki dari peta.
-
Bagaimana Transjakarta dihapus dari aset? Setelah Bus Transjakarta dihapus dari aset Pemprov DKI, artinya armada tersebut sudah selesai secara administrasi.
-
Apa nama wilayah Jakarta di masa awal? Siapa sangka jika Ibu Kota Jakarta dulunya hanya sebuah wilayah pelabuhan kecil dengan luas wilayah sekitar 125 KM persegi.
-
Dimana saja jalan di Jakarta akan ditutup? Berikut rincian daftar ruas jalan yang akan dibuka tutup pada Minggu, 30 Juni 2024 dalam rangka kegiatan LPS Monas Half Marathon: Jalan Medan Merdeka Selatan sisi utara Simpang Jalan Agus Salim Medan Merdeka Selatan (sisi selatan) hingga Simpang Agus Salim Kebon Sirih Jalan M.H. Thamrin hingga Jalan Jenderal Sudirman Simpang Abdul Muis - Kebon Sirih sampai Simpang Kebon Sirih - Thamrin Jalan KH. Wahid Hasyim - Simpang Wahid Hasyim - Thamrin Simpang Kebon Sirih - Jalan Agus Salim Jalan K.H. Wahid Hasyim sisi timur ditutup dan diarahkan via Jalan Agus Salim Jalan Taman Pejambon - Jalan Pejambon - Jalan Medan Merdeka Timur (sisi timur) - Jalan Ridwan Rais (sisi timur) - Jalan Arif Rahman Hakim sampai dengan putaran Tugu Tani - Jalan Menteng Raya - Simpang Menteng Raya - Jalan Cut Mutia Jalan Habib Ali Kwitang Korps Marinir sampai Tugu Tani Lalu lintas dari Cikini Raya atau Jalan Raden Saleh yang akan menuju Jalan Pangeran Diponegoro akan dialihkan melalui Raden Saleh Raya Jalan Cimandiri - Jalan Cilosari dan seterusnya Jalan Cikini Raya dari Simpang Jalan Cikini Raya - Jalan Raden Saleh Raya hingga Simpang Cikini Raya - Jalan Cilacap Jalan Prof. Moh. Yamin - Simpang Cik Ditiro ditutup dan lalu lintas dialihkan ke Jalan Cilacap Jalan Mahbub Djunaidi menuju ke Jalan Kebon Sirih Lalu lintas yang melalui Bundaran Senayan dari arah timur ke barat dialihkan ke Jalan Sisingamangaraja - Jalan Raden Patah - Jalan Hang Tuah dan seterusnya Jalan Sisingamangaraja dari arah selatan ke utara mulai dari Simpang Sisingamangaraja Hang Tuah
-
Kenapa permukiman di Jakarta Timur ditinggalkan? Dari penelusuran yang dilakukan, permukiman ini ditinggalkan penduduknya karena terlalu sering terkena banjir besar.
-
Mengapa kemacetan di Jakarta berkurang? Karena, fenomena kemacetan saat jam pulang kerja terjadi karena aktivitas kegiatan menjelang buka puasa.
Kalau tak penting, mustinya tidak akan ada petisi menolak rencana pemerintah kota Padang mengabadikan nama Soeharto, mantan Presiden RI, untuk nama ruas jalan sepanjang 9 km di By Pass Padang. Rencana ini diajukan Pemko Padang ke DPRD sebagai Ranperda.
Atas rencana ini, kritik datang bertubi-tubi. Alasan pengkritik, Soeharto tak pantas menjadi nama jalan di Padang mengingat pemerintahannya selama 32 tahun yang kental kolusi, korupsi, dan nepotisme, dan otoriterianisme.
Begitu pentingnya, muncul pandangan seharusnya sebuah kota memiliki perencanaan yang matang soal penamaan jalan. Dikutip dari esai Kees Grijn di Jakarta-Batavia, pada 1953, kritik datang dari sastrawan Boejoeng Saleh tentang buruknya sistem penamaan jalan di Jakarta. Kalaupun ada sistem penamaan, hanyalah pemberian angka untuk jalan-jalan kecil yang menjadi cabang jalan besar.
Misalnya, Jalan Kramat 1-8 untuk cabang Jalan Kramat atau Lorong 1-104 di Tanjung Priok. Contoh terencana lain, penamaan jalan di kawasan Halim dengan nama-nama jenis pesawat, seperti misalnya Ilyusin, Hercules, Bomber, Dakota, dan Mustang.
Di luar itu, nama-nama jalan muncul tanpa rencana. Ketik Jalan Anggrek di Google Maps, maka akan muncul di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, belum termasuk Jl Anggrek Neli Murni di Jakarta Barat. Ketik Jalan Madrasah, maka akan ada di seluruh wilayah Jakarta kecuali Jakarta Utara. Apa yang terjadi di Jakarta, nyaris juga tampak di semua wilayah Indonesia.
Ya begitulah adanya. Meskipun, di balik ketidakteraturan sistem penamaan jalan, justru muncul banyak cerita menarik.
Satu tema seragam tentang penamaan jalan di Indonesia adalah banyaknya nama jalan dengan latar belakang tentara. Di luar itu, penamaan jalan terutama di Jakarta datang dari latar belakang sumber nama yang universal. Ada nama jalan yang berasal dari bentang alam (Jl Bukit Duri, Jl Utan Kayu, Jl Pulo Gadung), tumbuh-tumbuhan (Jl Roos, Jl Mawar, Jl Dahlia), hewan (Jl Cenderawasih, Jl Kepodang), lembaga pemerintahan (Jl Bina Marga, Jl Pengadilan), mantan menteri (Jl Ir H Juanda) dan banyak sumber lain.
Begitu beragamnya latar belakang nama jalan, merdeka.com berencana mengangkatnya sebagai tema bulanan untuk April. Ini juga yang kami lakukan pada bulan Juni untuk tema Soekarno dan bulan Maret untuk tema Soeharto. Selamat menikmati dan dapatkan berita lengkapnya dengan TAG asal usul jalan. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah video memperlihatkan nama-nama jalan di Belanda yang menggunakan nama daerah yang ada di Indonesia.
Baca SelengkapnyaJakarta sudah beberapa kali mengalami perubahan nama.
Baca SelengkapnyaKebijakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaPerjanjian Kalijati adalah awal mula era penjajahan Jepang di Indonesia.
Baca SelengkapnyaNasDem menilai Jakarta tidak bisa lepas dari sejarah sebagai kota perjuangan, kota proklamasi, kota politik.
Baca SelengkapnyaMerunut sejarahnya, ternyata DKI Jakarta pernah mengalami setidaknya 13 kali pergantian nama.
Baca SelengkapnyaRekayasa lalu lintas dilakukan demi kelancaran kegiatan KTT Asean ke 43.
Baca SelengkapnyaPemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal meniadakan ganjil genap selama Libur Iduladha
Baca SelengkapnyaDishub DKI Jakarta meniadakan ganjil genap selama libur natal 25-26 Desember 2023
Baca SelengkapnyaDi Amsterdam, Belanda ternyata ada sebuah pulau reklamasi yang bernama Java Eiland atau Pulau Jawa.
Baca Selengkapnya