Buntut Kasus ACT, Pemerintah Diminta Segera Revisi UU Pengumpulan Uang
Merdeka.com - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti meminta pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Hal itu ia sampaikan buntut dari kasus penyelewengan dana oleh lembaga Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
"Seharusnya momentum ini pemerintah dan DPR buru-buru koreksi UU nya dibuat sistem lebih akuntabel," kata Bivitri, dalam diskusi yang disiarkan secara virtual, Sabtu (9/7).
Lebih lanjut, dia menilai, keputusan Kementerian Sosial (Kemensos) dengan mencabut izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT tidak menyelesaikan masalah. Sebab, UU yang digunakan pun sudah kuno.
-
Apa pendapat Bivitri tentang hukum acara di MK? Menurut dia, hukum acara di Mahkamah Konstitusi (MK) sulit untuk memaparkan adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
-
Kenapa UU No. 22 Tahun 2014 dicabut? Namun, penolakan secara masif dilakukan masyarakat hingga menyebabkan UU tersebut dicabut dan Perppu No. 1 Tahun 2014 dikeluarkan yang kemudian disahkan menjadi UU No. 1 Tahun 2015.
-
Kenapa BBNKB II dihapus? Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II dan pajak progresif akan dihapus di beberapa provinsi sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pasal 74.
-
Mengapa Bivitri menganggap MK mengkerangkeng pencari keadilan gugatan Pilpres? Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti menilai hukum acara sengketa Pilpres 2024 terkesan mengkerangkeng agar kebenaran substansif tidak terkuak.
-
Apa kekurangan UU KIP menurut Paulus? “UU KIP itu pikirannya masih based on paper, padahal sekarang udah paperless, ilmu saya yang baru adalah berpikir secara teknologi,“ jelasnya.
-
Kenapa BSI belum mengambil keputusan terkait UUS BTN? Sehubungan dengan pemberitaan di media tentang aksi korporasi yang akan dilakukan terhadap UUS BTN yang melibatkan BSI, kami sampaikan bahwa hingga saat ini kami belum membuat keputusan apapun terkait hal tersebut,“ kata Gunawan.
"Harusnya respon pemerintah harusnya tidak sekedar cabut izin itu tidak menyelesaikan masalah. Sebab orang yang diduga menyelewengkan dana sudah disuruh mundur, dan sekarang bikin organisasi baru. Kan masalahnya diduga ada di orang itu," ujarnya.
Sehingga, peran pemerintah untuk hadir dalam menyelesaikan masalah ACT yakni dengan segera mengubah UU terkait pengumpulan sumbangan agar lebih akuntabel.
Sebab, Bivitri mengatakan, lembaga filantropi menjadi salah satu aspek yang membantu perintah dalam membantu masyarakat dari kesulitan.
"Karena salah satunya filantropi itu esensial untuk demokrasi karena sebenarnya filantropi membagi pertanggung jawaban dengan pemerintah yang tujuan negara pasti salah satunya di pembukaan UUD 1945 mencegah kesusahan rakyat," terangnya.
"Itu beban bukan hanya di pemerintah dibagi oleh sektor filantropi, makanya pemerintah harus membantu filantropi dengan cara membuatnya lebih akuntabel karena ini kerja bareng antara pemerintah dengan masyarakat melalui lembaga filantropi," tutup Bivitri.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Paulus Widiyanto, anggota Komisi I DPR RI Periode 2004-2009 menyatakan penyesalannya.
Baca SelengkapnyaDengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
Baca SelengkapnyaMK telah memberikan koreksi terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Baca SelengkapnyaRUU Masyarakat Adat dinilai janji Jokowi 10 tahun lalu
Baca SelengkapnyaHamdan menilai PP itu cacat hukum lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.
Baca SelengkapnyaTiti menegaskan bahwa putusan MK tidak boleh disimpangi oleh semua pihak.
Baca SelengkapnyaDalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaBaleg DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas tentang revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaRevisi ini dinilai sebagai praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata dipertontonkan kepada publik.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaPerludem mengkritik keras putusan MA yang dianggap gagal menafsirkan UU
Baca SelengkapnyaPadahal, RUU Masyarakat Adat sudah dibahas selama 15 tahun terakhir
Baca Selengkapnya