Bupati Bantul Minta Aturan Warga Beda Keyakinan Dilarang Bermukim Dihapus
Merdeka.com - Penolakan terhadap Slamet Jumiarto yang ingin mengontrak di RT 8, Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul mendapatkan respons dari Bupati Bantul, Suharsono.
Suharsono mengatakan aturan yang dibuat Kepala Padukuhan Karet itu melanggar aturan hukum yang ada. Suharsono pun meminta agar aturan itu diubah.
Suharsono menyebut Indonesia menjunjung tinggi keberagaman dan itu termaktub dalam Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika ini disebut Suharsono haruslah dikedepankan dan tak boleh ditentang.
-
Mengapa BUMDes Karangtalun ingin ikut Desa BRILian? Dengan adanya kerja sama dengan BUMDes dengan BRI harapan kami taman kuliner dan kawasan lapangan Imogiri ini bisa lebih maju lagi,' kata Sugeng.
-
Apa yang ditemukan di situs Kerto Bantul? Pada Selasa (7/9), Tim eskavasi Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan sebuah artefak fragmen gerabah di Situs Keputren, Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kerto-Pleret, Bantul.
-
Mengapa Polres Bantul membuat ketoprak? 'Kita berharap melalui pagelaran ini, masyarakat tertarik menyaksikan dan menyimak karena di balik skenario cerita disisipkan pesan-pesan kamtibmas dalam rangka mencegah maupun memberikan informasi jenis-jenis kejahatan terbaru,'
-
Siapa yang tandatangani MoU dengan Bupati Bantul? Ia sebagai perwakilan Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) DIY pada Selasa (2/7).
-
Apa yang terjadi di Kampung Mati di Bantul? Hingga akhirnya, rumah-rumah itu menjadi terbengkalai. Tak hanya tempat tinggal, beberapa bangunan rumah makan yang berdiri di kawasan pantai itupun tidak terpakai lagi.
-
Mengapa Bupati Bantul memberikan apresiasi terhadap Kampung Ramadan Sanden? Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan apresiasi kepada para pemuda Padukuhan Sanden yang telah menyelenggarakan kegiatan tersebut. Menurutnya, pemuda merupakan penerus bangsa. Oleh karena itu mereka harus berperan aktif dan ikut hadir dalam kehidupan sosial bermasyarakat yang penuh dengan dinamika.
"NKRI mengedepankan Bhinneka Tunggal Ika dan seharusnya tidak ada mendiskreditkan suku, ras dan agama. Jadi aturan itu salah besar dan melawan hukum itu. Dari Pak Dukuh juga sudah menyatakan dan mengakui kalau aturan itu dibikinnya sendiri. Dia juga sudah minta maaf atas kekurangan pengetahuannya akan hukum," ujar Suharsono di Kantor Kabupaten Bantul, Selasa (2/4).
Suharsono menegaskan aturan yang dibuat Kepala Dukuh Karet itu tak memiliki landasan hukum yang jelas. Suharsono pun meminta agar aturan itu diubah atau dihapus.
"Kalau tidak ada dasar hukumnya ya tetap ndak boleh. Misalnya di situ non-Muslim enggak boleh, itu tidak ada dasar hukumnya dan jelas melanggar hukum. Jadi enggak boleh dipakai itu (aturan Dusun Karet), dan kalau mau pakai aturan itu ya harus diubah," tegas Suharsono.
Suharsono menerangkan jika di daerah Padukuhan Karet memang merupakan lingkungan Islam. Meskipun demikian Suharsono menegaskan jika di wilayah Kabupaten Bantul tidak boleh ada larangan bagi warga berbeda keyakinan untuk bermukim. Menurut Suharsono, Indonesia bukanlah negara Islam sehingga tidak boleh ada larangan warga beda keyakinan untuk menetap.
"Kalau ada masyarakat yang tidak setuju, nanti kita koordinasi. Karena itu kan lingkungan Islam padahal kita kan bukan negara Islam. Ya to? Warga negara kan terdiri dari beda ras, suku dan agama, jadi sebetulnya enggak boleh ada larangan gitu. Kecuali keberadaan yang bersangkutan mengganggu dan membuat ribut dengan masyarakat," pungkas Suharsono.
Sebelumnya, Slamet Jumiarto mendapatkan penolakan saat mengontrak rumah. Penolakan dari pengurus padukuhan ini karena adanya aturan di padukuhan tersebut tentang tidak boleh warga beda keyakinan menjadi pendatang dan bermukim di sana.
Aturan larangan bagi warga beda keyakinan untuk menetap ini tertuang dalam kesepakatan warga. Kesepakatan ini termuat dalam surat bernomor 03/Pokgiat/Krt/Plt/X/2015. Aturan itu disahkan pada 19 Oktober 2015 dengan ditandatangani oleh Ketua Dusun Karet, Iswanto dan Ketua Pokgiat Ahmad Sudarmi.
Kepala Dukuh Karet, Iswanto membenarkan terkait aturan yang disepakati oleh warga yang melarang warga non-Muslim untuk tinggal di wilayahnya. Aturan itupun telah disepakati oleh warga dan pengurus Padukuhan.
"Aturannya itu intinya, penduduk luar Karet yang beli tanah itu tidak diperbolehkan yang non-Muslim. Sudah kesepakatan warga masyarakat," tutup Iswanto.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Otorita IKN bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat sekitar.
Baca SelengkapnyaSatpol PP bersama tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) menyegel satu unit bangunan di Garut, Jawa Barat, Rabu (3/7).
Baca SelengkapnyaRibuan warga asli melakukan transmigrasi demi pembangunan Waduk Sermo
Baca SelengkapnyaJaringan GUSDURian menilai larangan yang seolah dibuat untuk ketertiban umum, justru mengancam hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.
Baca SelengkapnyaLuhut mengancam jika masih ada turis asing yang tidak mengikuti aturan main pemerintah maka akan dideportasi.
Baca SelengkapnyaSigit mengimbau dalam menyelesaikan masalah ini pihaknya juga akan mendorong adanya musyawarah. Sehingga kejadian bentrokan, seperti hari ini bisa dicegah.
Baca SelengkapnyaMantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menolak mediasi yang diinisasi pimpinan pusat Asosiasi Pemerintah Desa Serluruh Indonesia (Apdesi)
Baca SelengkapnyaBukan hanya itu, bahkan sejumlah kepala desa di Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, terang-terangan membuat video mendukung Andra-Dimyati.
Baca SelengkapnyaSalah satu hal yang bisa dipetik dari ajaran Samin Sureosentiko adalah tentang tindakan apa adanya.
Baca SelengkapnyaGanjar berharap pertemuan ini bisa menjadi momentum agar semua umat beragama mendapatkan ruang kebebasan.
Baca SelengkapnyaPermintaan Otorita IKN agar warga membongkar rumahnya lantaran bangunan tersebut tidak sesuai dengan tata ruang wilayah IKN.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo membahas sejumlah hal yang dianggap menjadi masalah oleh tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat di Sulteng
Baca Selengkapnya