Burhan Kampak, eksekutor PKI di Yogyakarta
Merdeka.com - Burhan Zainuddin Rusjiman atau lebih dikenal dengan nama Burhan Kampak merupakan salah seorang algojo yang disebut banyak membantai orang-orang PKI di Yogyakarta. Sepak terjang Burhan Kampak dalam membantai orang-orang PKI dilakukannya tahun 1965 hingga 1967.
Ditemui dikediamannya yang berada di daerah Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Burhan Kampak menceritakan gesekannya dengan anggota PKI bermula saat dia masih menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Saat itu, Burhan yang merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kerap bergesekan dengan CGMI yang merupakan underbouw PKI.
"Saat itu saya kuliah di FH UGM. Saya umur 25 tahun saat pecah pemberontakan G30S/PKI. Saya dulu ikut HMI FH UGM. Dulu sering gesekan dengan CGMI (gerakan mahasiswa underbouw PKI). Sering bermusuhan, karena dulu HMI dianggap underbouw-nya Partai Marsyumi yang dibubarkan PKI," ujar Burhan saat ditemui baru baru ini.
-
Kapan pembantaian PKI terjadi? Saat peristiwa pembantaian para anggota PKI yang terjadi pada kurun waktu tahun 1965-1967, Pak Darmadi masih duduk di kelas 4 SD.
-
Dimana kejadian tokoh PKI kebal peluru itu terjadi? Komandan Batalyon Kala Hitam Mayor Kemal Idris dan seorang perwira peninjau dari Australia melihat langsung ada tokoh PKI tak mempan ditembak.
-
Bagaimana PKI berusaha membunuh Abah Anom? Mereka tidak langsung melakukan serangan, melainkan menyusup ke dalam lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya dengan menyamar sebagai santri.
-
Apa senjata Abah Anom melawan PKI? 'Senjata kalian tidak akan bisa membunuh saya. Saya tidak takut dengan senjata kalian. Saya hanya takut kepada Allah,' ungkapnya kepada para pembunuh tersebut.
-
Siapa yang memimpin Biro Chusus PKI? Sjam Kamaruzaman Memimpin Sebuah Organ Rahasia di Tubuh Partai Komunis Indonesia (PKI): Biro Chusus
-
Dimana letak kuburan massal PKI? Pak Darmadi lantas menunjukkan sebuah jalan setapak yang berada di bawah tiang sutet. Jalan setapak itu melintas di tengah ilalang dengan cuaca siang yang begitu terik.
Burhan menceritakan saat itu Yogyakarta merupakan basis kuat dari PKI. Bahkan dari rentang tahun 1962-1965, para anggota PKI disebut Burhan kerap unjuk kekuatan dengan rutin menggelar demonstrasi di jalanan Yogyakarta.
"Isunya macam-macam saat demo. Dari reforma agraria hingga Dwikora dan melawan Amerika Serikat dan Inggris. Saat demo, massanya banyak. Pokoknya setiap hari mereka turun ke jalan. Mereka itu partai yang progresif revolusioner sehingga massanya banyak yang bergabung," ulas Burhan.
Saat pecah peristiwa 30 September 1965, Burhan mengaku mendengar kejadian itu dari radio RRI yang tengah diputarnya. Saat itu ada berita tentang upaya kudeta yang dilakukan oleh Dewan Jenderal terhadap pemimpin besar revolusi Bung Karno, yang berhasil dipatahkan oleh Dewan Revolusi yang dipimpin oleh Letkol Untung.
Usai mendengar kabar itu, Burhan bersama beberapa tokoh Muslim lain di Yogyakarta pun kemudian menggelar pertemuan. Pertemuan digelar di daerah Patehan, Kota Yogyakarta dengan melibatkan berbagai organisasi antikomunis saat itu.
Konflik antara organisasi antikomunis dengan organisasi komunis mulai terjadi sejak itu. Perkelahian pun acap kali terjadi di antara kedua kubu. Kadang satu lawan satu kadang perkelahian massal.
Untuk melindungi diri, Burhan pun kemudian membuat sebuah kapak untuk bekal membela diri. Kapak itu dibuatnya dari bahan per mobil yang dibelinya di Pasar Klitikan, Beringharjo. Lalu bahan membuat kapak itu dibawanya ke seorang pandai besi di daerah Alun-alun.
"Saya buat kapak dengan dua mata, satunya kapak satunya palu. Saya beri tangkai di tengahnya. Tingginya lebih tinggi dari saya," ungkap Burhan.
Burhan mengingat kapak itu sering menemaninya berkelahi dan bertempur melawan barisan komunis. Pertarungan pertama, seingat Burhan terjadi di daerah Alun-alun. Saat itu Burhan dan rekan-rekannya memertahankan markas organisasi antikomunis dari serbuan massa komunis.
"Lawannya pakai pedang, saya pakai kapak itu. Saya ayun-ayunkan. Palunya kena kepala, kapaknya saya sikatkan ke badan lawan. Pokoknya ke mana-mana saya bawa kapak karena setiap malam selalu berkelahi," urai Burhan.
Burhan tak ingat sudah berapa nyawa yang meregang karena sabetan kapaknya. Burhan berdalih apa yang dilakukannya adalah upaya untuk mempertahankan diri.
"Pilihannya saat itu hanya membunuh atau dibunuh," kata Burhan.
Kapak milik Burhan itu kemudian hilang karena diminta oleh anggota TNI yang berasal dari faksi komunis. Saat itu, Burhan ditangkap, dipukuli dan sempat ditahan oleh TNI dari faksi komunis tersebut. Burhan diambil saat sedang bertarung di daerah Kauman, Kota Yogyakarta.
"Kapak saya diminta. Sejak itu saya enggak punya kapak lagi," ucap Burhan.
Burhan mengatakan pernah mendapatkan pelatihan dari Kostrad dan RPKAD. Pelatihan itu dilakukan di daerah Kaliurang. Saat itu, Burhan dan rekan-rekannya mendapat pelatihan dasar kemiliteran dan menggunakan senjata api.
"Diambil 10 orang yang dikasih senjata api. Saya salah satunya. Saya dikasih senjata laras panjang dan laras pendek. Senjata laras panjangnya AK. Sedangkan senjata laras pendeknya adalah FN buatan Cheko," papar Burhan.
Burhan menjabarkan dia juga mendapatkan izin menggunakan senjata api tersebut untuk menembak simpatisan dan anggota PKI. Izin itu didapatkan dari tentara yang melatihnya.
"Saya sering ikut operasi. Saya ikut operasi besar ya dengan ABRI (TNI). Pertama kali ikut operasi di daerah Manisrenggo. Saat itu, daerah Manisrenggo itu merah (basis PKI)," terang Burhan.
Bagi Burhan tak sulit untuk menemukan siapa anggota PKI atau bukan di daerah itu. Karena di setiap daerah selalu ada warga yang menunjukkan siapa di desa itu yang PKI atau bukan. Berbekal informasi itu, Burhan pun kemudian mencari orang-orang yang disebutkan oleh informan tersebut.
"Ya kita periksa. Kalau hanya simpatisan ya dibawa untuk diinterogasi. Tapi kalau pimpinan PKI dan melakukan perlawanan langsung kita bawa agak jauh dan kita eksekusi langsung," kata Burhan.
Burhan lagi-lagi enggan menjawab kisaran berapa jumlah orang yang pernah dieksekusinya. Menurut Burhan, biar dirinya saja yang tahu berapa jumlah orang yang pernah dihabisinya.
Burhan menceritakan berbagai pengalaman pernah dialaminya selama menjadi eksekutor. Burhan mengaku pernah bertemu dengan seorang jagoan PKI yang diduga memiliki ilmu kebal. Berondongan peluru Burhan yang bersarang di tubuh orang itu tak menyurutkan perlawanan.
"Sudah saya berondong. Tubuhnya saya tembak empat kali pakai AK. Tetap masih melawan padahal sudah bolong-bolong badannya. Akhirnya saya dekati, lalu saya tembak kepalanya dengan pistol. Langsung mati orangnya," ungkap Burhan.
Burhan mengaku menjadi eksekutor PKI sempat membuat dirinya merasakan stres. Hal itu dialaminya sekitar tahun 1967 saat operasi pembersihan terhadap PKI sudah tak lagi dilakukan. Saat itu, Burhan selalu diliputi rasa cemas dan bersalah karena menjadi eksekutor.
"Sebelum nikah saya sempat agak stres. Mungkin terlalu banyak melihat darah orang. Saat itu terus kebayang-bayang. Sampai saya pernah kebayang. Saya dulu seperti orang stres karena lihat banyak darah. Lalu saya ke kiai. Saya diterapi. Saya jadi agak tenang setelah diterapi. Walaupun bagaimana lewat darah orang sekali dua kali tidak apa-apa kalau sering ya bikin stres," urai Burhan.
Burhan menuturkan dirinya pun kemudian mendatangi seorang kiai di daerah Bantul untuk meminta nasihat dan menjalani terapi. Burhan menceritakan penyebabnya stres kepada kiai tersebut. Burhan bahkan dengan jujur mengatakan jika dirinya kerap membunuh orang-orang PKI. Akhirnya, Burhan pun kemudian diberi hapalan doa-doa.
"Ya bagaimanapun saya pernah nembak orang. Bahkan saat istrinya meronta-ronta minta ampun dan anaknya menangis pun tetap saya tembak orangnya," terang Burhan.
Usai menjadi eksekutor, Burhan pun kemudian memilih untuk kembali ke kampus dan merampungkan studinya. Burhan kemudian menikah dan memiliki anak. Meskipun sudah berkeluarga, Burhan tetap selalu siap untuk melawan kebangkitan komunis. Burhan kemudian mendirikan Forum Anti Komunis Indonesia (FAKI) sebagai lembaga untuk melawan ideologi komunis. Lewat FAKI, Burhan tercatat pernah membubarkan beberapa diskusi dan acara bertema 65 di Yogyakarta.
"Ideologi komunis itu seperti keyakinan. Tidak bisa dimusnahkan dan akan terus muncul. Dia akan terus bangkit. Tapi kami selalu siap menghadapinya. Kalau PKI bangkit lagi saya akan tetap melawan. Kalau mereka bisa kita bina ya kita bina. Kalau tidak bisa dibina ya kita binasakan," tutup Burhan.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kolonel Sahirman dan sejumlah pimpinan PKI Jawa Tengah melarikan diri setelah G30S/PKI gagal.
Baca SelengkapnyaKetua Partai Komunis Indonesia (PKI) D.N. Aidit jadi buronan Angkatan Darat. Lantaran PKI dicap sebagai dalang aksi Gerakan 30 September 1965.
Baca SelengkapnyaKapten yang terpengaruh G30S/PKI itu menodongkan senjata pada Brigjen Suryo Sumpeno. Bagaimana cara untuk lolos?
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaSeorang tokoh pergerakan nasional asal Surakarta ini terlibat aktif dalam pergerakan nasional Indonesia dan organisasi politik.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaBerikut potret pentolan Pasukan Tjakrabirawa yang memimpin G30S PKI ketika ditangkap di Tegal.
Baca SelengkapnyaDalam film G30S/PKI, sosoknya digambarkan misterius. Asap rokok tak berhenti mengepul saat rapat. Kehadirannya dalam persiapan penculikan tampak sangat dominan.
Baca SelengkapnyaTercatat dalam peristiwa itu, sebanyak kurang lebih 65 orang terbunuh.
Baca SelengkapnyaIni menjadi tempat pembantaian yang membuat bupati Blora pertama sebagai korban.
Baca SelengkapnyaBoengkoes merupakan anggota Tjakrabirawa yang pangkatnya terus naik dari prajurit dua hingga menjadi sersan mayor.
Baca SelengkapnyaSimak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.
Baca Selengkapnya