Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan Dalam Keadaan Khusus
Merdeka.com - Calon Hakim Agung, Suradi menilai terkait hukuman mati yang saat ini dipakai Indonesia masih diperlukan dalam keadaan pidana khusus bukan sebagai pidana pokok. Walaupun hal tersebut memiliki pro kontra di masyarakat hingga dunia international.
Hal itu dilontarkan Suradi sebagai jawaban dari salah satu panelis saat mengikuti seleksi terbuka Calon Hakim Agung yang digelar Komisi Yudisial (KY) melalui chanel Youtube, Senin (3/8).
"Memang kita akui bahwa hampir di seluruh belahan dunia ini pro dan kontra terhadap pidana mati. Maka ada beberapa pidana secara faktual menghapuskan pidana mati dari Undang-Undang dan di Indonesia hukuman mati ini masih juga ada pro kontra," jawab Suradi.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Siapa pembicara? Akhirnya sampai di acara inti, ceramah pada sore hari ini akan disampaikan oleh ustaz Muhammad Halim.
-
Siapa yang mengomentari putusan MK? Kuasa Hukum Pasangan AMIN Bambang Widjojanto (BW) mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.
-
Siapa yang hadir dalam diskusi tentang putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024? Hadir juga Guru Besar Bidang Hukum Prof. Romli Atmasasmita, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat.
-
Siapa yang hadir di persidangan? Soraya Rasyid tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, terlihat mengenakan pakaian serba hitam. Perhatian media dan fotografer segera tertuju pada kehadirannya, yang memang sudah datang untuk mengikuti jalannya persidangan.
"Namun secara hemat saya pidana mati ini masih tetap diperlukan, begitu juga dalam konsep KUHP masih diperlukan tetapi dibuat dalam hal keadaan yang khusus. Jadi tidak dimasukan dalam pidana pokok," imbuh dia.
Menurut dia, sebagaimana yang tertuang dalam KHUP saat ini pidana mati diperlukan tatkala hukuman tersebut dipadang untuk melindungi masyarakat sebagai tanggung jawab negara melindungi masyarakat terhadap hal yang paling mendasar yaitu Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jangan sampai banyak nyawa yang terbunuh salah satunya seperti itu. Jadi memang ada dua pertentangan hak asasi, kalau kita menganut opsional seyogyakan dihapuskan pidana mati itu. Tetapi kalau menurut saya pribadi, kita masih perlu menetapkan hukuman dalam pidana mati dalam KUHP kita, cuma tidak di pidana umum (pokok)," ujar dia.
Karena tidak masuk dalam pidana pokok, Suradi berpendapat bahwa pidana mati masih relevan apabila ditempatkan pada situasi khusus sehingga syarat yang dipakai untuk menjatuhkan pidana mati lebih berat.
Mendengar jawaban tersebut, panelis kembali mencecar Suradi terkait kemandirian hukuman negara ketika dunia international meminta untuk pidana mati dihapuskam dalam hukuman pidana.
"Tapi yang saya tanyakan adalah kemandirian bagi negara ini yang memiliki kedaulatan ketika berhadapan dengan keinginan dari negara luar untuk berpengaruh terhadap hukuman di Indonesia (contoh hukuman mati)," tanya panelis kembali.
"Salah satu tujuan negara yang merdeka itu adalah bisa menetapkan kedaulatan negara sendiri, jadi artinya menentukan hal untuk haknya sendiri. Jangan sampai diatur-atur orang lain, karena itu sebagai wujud intervensi dari kedaulatan," katanya.
"Namun begitu, tidak serta-merta menolak, tetapi harus juga memperhatikan hal-hal yang memang kalau prinsipil saran yang dimaksudkan itu untuk membangun dan bagi memperbaiki peradaban ya semestinya dipertimbangkan," lanjutnya.
Untuk diketahui bahwa saat ini Komisi Yudisial sedang menggelar seleksi kepada Calon Hakim Agung, yang terbagi untuk Kamar Pidana terdapat 15 peserta yang lolos tahap tiga, yakni Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Adly, Artha Theresia Silalahi, Aviantara, Catur Irianto, Dwiarso Budia Santiarto, Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, Jupriyadi, Prim Haryadi, Subiharta, Suharto, Suradi, dan Yohanes Priyana.
Selanjutnya, untuk Kamar Perdata terdapat enam peserta yang dinyatakan lolos, yakni Berlian Napitupulu, Ennid Hasanuddin, Fauzan, Haswandi, Mochammad Hatta, dan Raden Murjiyanto. Sedangkan untuk Calon Hakim Agung untuk Kamar Militer, yakni Brigadir Jenderal TNI Slamet Sarwo Edy, Brigjen TNI Tama Ulinta Boru Tarigan dan Brigjen TNI Tiarsen Buaton.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengadilan Militer II-08 Jakarta memvonis tiga terdakwa pembunuhan Imam Masykur Praka RM, Praka HS dan Praka J seumur hidup.
Baca SelengkapnyaKY membantah anggapan Komisi III DPR RI yang menyatakan terdapat kesalahan mekanisme seleksi calon hakim.
Baca SelengkapnyaMahfud menjelaskan dalam Undang-Undang yang saat ini bisa saja menerapkan hukuman mati bagi koruptor.
Baca SelengkapnyaAgenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon kubu Anies-Muhaimin (AMIN).
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR RI, Rabu (28/8), sepakat tidak menyetujui 12 nama yang direkomendasikan KY
Baca SelengkapnyaSidang lanjutan gugatan Pilpres 2024 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 1 April 2024
Baca SelengkapnyaSidang lanjutan gugatan Pilpres 2024 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 3 April 2024
Baca SelengkapnyaUcapan Marsudi soal capek ribut-ribut bahas Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) ditanggapi Hakim MK Saldi Isra
Baca SelengkapnyaJuru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, surat tersebut nantinya akan dibawa ke rapat pleno untuk menentukan sikap kelembagaan KY.
Baca SelengkapnyaDalam sidang hakim MK, Saldi Isra menyentil kuasa hukum KPU.
Baca SelengkapnyaSaat itu, salah satu Oditur Militer II-07 Jakarta, Letkol Chk U.J Supena melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Khaidar.
Baca SelengkapnyaTiga hakim MA yang memutuskan terkait batas minimal usia calon kepala daerah, yaitu Yulius, Yodi Martono Wahyunadi, dan Cerah Bangun.
Baca Selengkapnya