Cara Gamawan Fauzi yakinkan hakim tak terima duit korupsi e-KTP
Merdeka.com - Nama mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terus menerus disebut-sebut dalam pusaran kasus korupsi proyek e-KTP. Nama mantan Gubernur Sumatera Barat itu kali pertama disebut terlibat dalam kasus mega korupsi itu oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
Nazaruddin berulang kali menuding Gamawan menerima imbalan dari pengadaan proyek e-KTP. Kemudian, dalam sidang perdana dua terdakwa kasus e-KTP, Irman mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri dan Sugiharto Pejabat Pembuat Komitmen, yang digelar pada Kamis (9/3/2017), salah satu nama yang disebut dalam dakwaan jaksa menerima aliran dana dari proyek itu adalah Gamawan Fauzi.
Saat itu, jaksa menyebut Gamawan Fauzi menerima sejumlah USD 4.500.000 dan Rp 50.000.000. Dalam pembacaan pertimbangan hukum dalam sidang tuntutan dua terdakwa korupsi proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017), Jaksa Penuntut Umum KPK meyakini aliran uang ke mantan Menteri Dalam Negeri itu telah terpenuhi.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa tersangka korupsi timah yang terlibat dalam kasus ini? Video itu juga menampilkan tersangka korupsi timah yang menyeret suami artis Sandra Dewi, Hervey Moeis dan sosialita Helena Lim.
-
Siapa yang terlibat kasus korupsi tambang timah? Namun, pada Rabu (27/3) yang lalu, dilaporkan bahwa dia terlibat dalam sebuah kasus korupsi di sektor tambang timah.
Kemudian, dalam surat dakwaan Setya Novanto yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK, Irene Putri di Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017), disebut Gamawan Fauzi menerima uang Rp 50 juta dan ruko di Grand Wijaya dari Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tanos lewat adiknya, Azmin Aulia.
Gamawan mendapat jatah uang dan sebuah ruko dari Paulus lantaran disinyalir berperan dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. Dia yang menetapkan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang proyek e-KTP pada Juni 2011.
Perusahaan Paulus menjadi salah satu anggota Konsorsium PNRI, yang terdiri dari sejumlah perusahaan, dalam melaksanakan proyek e-KTP 2011-2012 senilai Rp 5,8 triliun. Pemberian ruko oleh Paulus lewat Azmin ditegaskan terdakwa e-KTP lainnya Andi Agustinus alias Andi Narogong pada persidangannya beberapa waktu lalu. Menurut Andi, Paulus menyerahkan ruko miliknya itu lantaran PT Sandipala masuk sebagai pelaksana e-KTP.
Gamawan berkali-kali membantah terlibat dalam kasus e-KTP. Dia juga membantah menerima apa yang dituduhkan di atas. Gamawan memiliki beragam cara untuk menyakinkan hakim dan masyarakat tak menerima apa yang disebut-sebut tersebut.
Minta didoakan mati jika terima duit e-KTP meski Rp 1
Saat menjadi saksi dalam sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Kamis (16/3/2017), Gamawan ditanya Ketua Majelis Hakim, Jhon Halasan Butar Butar apakah pernah menerima uang dari proyek e-KTP.
Gamawan pun bersumpah tidak menerima uang satu rupiah pun dari proyek itu. Gamawan bahkan meminta disumpahi masyarakat agar dikutuk jika terbukti terlibat korupsi dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
"Rp 1 pun saya tidak pernah, demi Allah. Saya juga meminta didoakan kepada masyarakat Indonesia agar dikutuk jika memang saya terbukti menerima uang. Demi Allah saya tidak terima (uang korupsi)" katanya.
"Tolong doakan kepada masyarakat Indonesia, saya mati sekarang," kata Gamawan.
Siap dikutuk dunia akhirat kalau terima duit e-KTP
Saat sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Andi Narogong, Senin (9/10/2017) lalu, Gamawan Fauzi menepis terkait adanya bagi-bagi uang dalam proyek tersebut. Dia bahkan mengaku berani dikutuk jika terbukti menerima uang dari hasil pengadaan proyek tersebut.
"Saya enggak pernah terima. Kutuk seluruh rakyat Indonesia kalau saya terima, dunia akhirat. Kalau terbukti hukum saya seberat-beratnya, semua lihat seolah saya terima Rp 50 juta," kata Gamawan Fauzi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, saat itu.
Dia pun menceritakan sering menerima uang menjadi narasumber. Penerimaan uang tersebut kata dia diterima secara resmi menggunakan kuitansi. Gamawan pun sering ditanya sanak saudaranya terkait penerimaan uang tersebut.
"Pulang kampung saya ditanya. Saya punya kwitansi ini. Bahwa ada terkait Andi Narogong, enggak pernah saya sering terima honor dari mana-mana. Resmi," tambah dia.
Gamawan menegaskan tidak pernah menerima uang dari proyek e-KTP dan hanya menerima uang honor saja. Dia mengakui malu pada sanak saudaranya di Padang, Sumatera Barat, lantaran isu telah menerima uang dari proyek tersebut.
"Saya tanda-tangan itu yang mulia. Saya malu terpaksa saya bawa-bawa. Ini saya bawa bukti pulang kampung. Kutuk saya dan hukum saya. Saya jaga ini 35 tahun. Saya merintis ini. Insya Allah saya enggak terima," katanya
Siap dihukum mati jika terbukti terima duit korupsi e-KTP
Gamawan Fauzi membantah turut serta menikmati hasil korupsi dari proyek e-KTP melalui Paulus Tanos Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra; peserta konsorsium PNRI. Guna meyakinkan majelis hakim, Gamawan rela dihukum mati jika terbukti menerima hasil korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
"Itu kan dugaan-dugaan saja, saya siap, hukum mati saya, itu dugaan saja, saya dicurigai, silakan kalau ada foto tersebut," ujar Gamawan, Senin (29/1) kemarin.
Gamawan menuding, kabar kedekatannya dengan Paulus Tanos sebagai wadah menikmati proyek senilai Rp 5,9 triliun itu berasal dari Muhammad Nazarudin, terpidana kasus korupsi proyek pembangunan wisma atlet di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dengan menggebu-gebu, dia bahkan menyebut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat sebagai fitnah besar.
"Itu fitnah besar dari Nazaruddin. Saya 1 sen pun tidak pernah, silakan buktikan kalau ada 1 sen (yang diterima Gamawan)," ujarnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK menggeledah kantor Direktorat Jendral (Ditjen) Minerba pada Kementerian ESDM Rabu (25/7) kemarin.
Baca SelengkapnyaPenggeledahan ini terkait dugaan penerimaan suap, gratifikasi serta pencucian uang dengan tersangka mantan Gubernur Maluku, Abdul Gani Kasuba.
Baca SelengkapnyaKPK menggeledah kediaman Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara (Malut) Muhaimin Syarif pada Kamis, 4 Januari 2023.
Baca SelengkapnyaKetua Dpd Gerindra menjadi saksi soal dugaan penerimaan uang Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba
Baca SelengkapnyaSelain Abdul Gani, berikut daftar panjang gubernur yang terjerat dalam kasus korupsi
Baca SelengkapnyaBahdar Saleh, membantah pernah menyambungkan salah satu pihak beperkara di MA dengan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
Baca SelengkapnyaJadi Tersangka, Begini Akal-Akalan Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba Samarkan Aset Rp100 M Lebih
Baca SelengkapnyaKPK akan melakukan Kasasi terhadap vonis bebas hakim Gazalba Saleh.
Baca SelengkapnyaHakim memerintahkan Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan karena dakwaan tidak dapat diterima.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan terhadap GS telah berlangsung di gedung Merah Putih, KPK
Baca SelengkapnyaTessa mengatakan selain TW ada beberapa saksi lain yang turut diperiksa penyidik KPK hari ini yakni AW, MEA, AMM, RA, SE, YP, NMA, Y, MFH dan AWI.
Baca SelengkapnyaAbdul Gani Kasuba pernah mendapat pujian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir November tahun lalu.
Baca Selengkapnya