Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Carisprodol, kandungan bahaya di obat PCC sudah dilarang sejak 2013

Carisprodol, kandungan bahaya di obat PCC sudah dilarang sejak 2013 BPOM Makassar sita 29.000 butir pil PCC. ©2017 Merdeka.com/Salviah Ika Padmasari

Merdeka.com - Penny Lukito, Ketua BPOM menyatakan, keberadaan kandungan berbahaya yang terdapat dalam obat PPC telah lama dilarang. Larangan tersebut dikarenakan penyalahgunaan obat yang memiliki kandungan pada obat PPC telah disalahgunakan.

Menurut pengakuan Penny, ada beberapa kandungan yang berbahaya pada obat PPC, di antaranya carisoprodol dan tramadol yang dikombinasikan dengan triheksifinedil. Diketahui juga, menurut Penny, obat-obatan yang mengandung carisoprodol pada awalnya resmi beredar di Indonesia, namun sudah sejak lama ditarik dari peredarannya pada tahun 2013.

"Emang udah sejak 2013 sudah dilarang carisoprodol itu, karena sering disalahgunakan dan sesudah itu tentunya pada saat izin edarnya ditarik, tentunya kita sudah melakukan penarikan untuk yang masih ada di pasar ya saat itu," paparnya.

Orang lain juga bertanya?

Dia juga mengatakan, jika seandainya pun ada obat yang mengandung kandungan carisoprodol, itu merupakan obat ilegal. Dia juga menjelaskan, tak ilegalnya seperti dengan kasus yang pernah terjadi di tahun 2016 bahwa BPOM berhasil menyiduk dan melakukan penindakan terhadap rumah produksi atau pabrik yang memproduksi obat obatan ilegal.

"Kalau pun sekarang masih ada itu adalah ilegal, artinya bisa jadi itu adalah produk dari fasilitas pembuatan yang ilegal. Seperti ingat pada September 2016 kami berhasil melakukan operasi penindakan di Balaraja Serang, itukan satu gudang kan. Di situ ditemukan alat-alat untuk membuat obat, itu yang dihasilkan adalah produk-produk seperti ini (menunjuk pil PPC) 42 juta butir produk yang sama ya," ungkap Penny.

Dia juga memberikan beberapa contoh obat yang didalamnya mengandung bahan carisoprodol. Memiliki salah satu kandungan yang sama dengan pil PPC hanya saja berbeda merek.

"Seperti produk karnoven, itu sama intinya di dalamnya ada carisoprodol, jadi hanya nama brandnya saja yang berbeda. Yang ini adalah somadril, dengan emboss PCC tapi sebenarnya nama obat di marketnya dulu adalah Somadril," terangnya.

Selain itu, masih banyak ditemukan merek obat lainnya yang terdapat kandungan carisoprodol.

"Nah ada lagi karnoven, itu yang kita temukan itu juga kasusnya banyak di wilayah lain. Itu di dalamnya adalah carisoprodol sebenarnya, hanya brandnya saja adalah karnoven," lanjut Penny menerangkan. (mdk/rnd)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ini Efek Konsumsi Obat Perangsang 'Poppers' Bisa Berujung Kematian
Ini Efek Konsumsi Obat Perangsang 'Poppers' Bisa Berujung Kematian

Polisi telah menyita sejumlah barang bukti seperti 228 botol Poppers yang belum diberi label atau merk, 597 kotak obat perangsang dengan label.

Baca Selengkapnya
Polres Kampar & BPOM RI Bongkar Agen Pabrik Obat Berbahan Ilegal
Polres Kampar & BPOM RI Bongkar Agen Pabrik Obat Berbahan Ilegal

Obat-obat tersebut diproduksi di sebuah kontrakan, Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar. Dalam sebulan, ada 4.800 botol yang dijual.

Baca Selengkapnya
Pil PCC Diproduksi Laboratorium Narkoba di Serang Targetkan Anak SMA, Efeknya Bisa Rusak Saraf Otak
Pil PCC Diproduksi Laboratorium Narkoba di Serang Targetkan Anak SMA, Efeknya Bisa Rusak Saraf Otak

Pil PCC itu sebelumnya diproduksi di rumah mewah Komplek Purna Bakti, Taktakan, Kota Serang.

Baca Selengkapnya
BPA Berbahaya, Sekjen PB IDI Sebut Masyarakat Harus Dididik
BPA Berbahaya, Sekjen PB IDI Sebut Masyarakat Harus Dididik

Pada 27 negara di Uni Eropa, penggunaan BPA pada kemasan makanan dan minuman sudah dilarang.

Baca Selengkapnya
Jangan Asal Konsumsi, Ini Efek dan Bahaya ‘Poppers’ Obat Perangsang LGBT
Jangan Asal Konsumsi, Ini Efek dan Bahaya ‘Poppers’ Obat Perangsang LGBT

Obat itu kerap dipakai komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) saat ingin berhubungan intim

Baca Selengkapnya
BPOM Temukan 55 Produk Komsetik Berbahaya Beredar di Masyarakat
BPOM Temukan 55 Produk Komsetik Berbahaya Beredar di Masyarakat

Temuan tersebut berdasarkan hasil pengujian produk kosmetik yang beredar dalam kurun waktu November 2023 sampai Oktober 2024.

Baca Selengkapnya
Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2
Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2

PCBs terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker, kerusakan syaraf hingga gangguan sistem pencernaan.

Baca Selengkapnya
Setelah Diteliti, 285 Produk Kosmetik Ini Mengandung Racun
Setelah Diteliti, 285 Produk Kosmetik Ini Mengandung Racun

Studi terbaru ECHA mengungkap 285 produk kosmetik di Eropa mengandung bahan berbahaya yang dilarang.

Baca Selengkapnya
Ulama Aceh Keluarkan Fatwa Penggunaan Zat Berbahaya pada Makanan Hukumnya Haram, Ini Penjelasannya
Ulama Aceh Keluarkan Fatwa Penggunaan Zat Berbahaya pada Makanan Hukumnya Haram, Ini Penjelasannya

MPU Aceh berharap pemerintah memperketat pengawasan terhadap penggunaan bahan atau zat yang berbahaya oleh perusahaan dan industri.

Baca Selengkapnya
Obat-obatan Terlarang di Masa Kini yang Dahulu Legal dan Biasa Digunakan sebagai Obat di Masa Lalu
Obat-obatan Terlarang di Masa Kini yang Dahulu Legal dan Biasa Digunakan sebagai Obat di Masa Lalu

Sejumlah obat yang pada saat ini dianggap terlarang, pada masa lalu sempat digunakan sebagai obat untuk mengatasi masalah kesehatan.

Baca Selengkapnya
BPOM Janji Bongkar Mafia Skincare, Termasuk Jika Libatkan 'Ordal'
BPOM Janji Bongkar Mafia Skincare, Termasuk Jika Libatkan 'Ordal'

Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan komitmennya untuk menindak tegas jaringan mafia skincare.

Baca Selengkapnya
BPOM Blak-blakan Bahaya Gunakan Skincare Etiket Biru Tanpa Resep Dokter
BPOM Blak-blakan Bahaya Gunakan Skincare Etiket Biru Tanpa Resep Dokter

Skincare bertiket biru merupakan istilah untuk produk perawatan kulit yang mengandung bahan obat keras dan dibuat sebagai produk racikan.

Baca Selengkapnya