Catatan Si Boy, ikon pujaan remaja di puncak kekuasaan Orde Baru

Merdeka.com - Penulis sandiwara radio Marwan Alkatiri barangkali tidak membayangkan tokoh rekaannya, Raden Ario Purbo Joyodiningrat, bakal menjadi salah satu ikon paling terkenal dalam jagat dunia hiburan tanah air. Saat lika-liku kehidupan pemuda kaya raya itu tayang pertama kali pada 1984 di Radio Prambors Rasisonia, Jakarta, kesuksesan memang langsung menyambut. Namun, karakter bernama panggilan akrab Boy mencapai puncak ketenaran sesungguhnya saat beralih ke layar perak.
Berkat kerjasama produser Sudwikatmono dan sutradara Nasry Cheppy, 'Catatan Si Boy' meledak menjadi salah satu film paling dikenang sepanjang sejarah sinema Indonesia. Saking suksesnya, film produksi 1987 ini melejitkan nama sang pemeran utama, Onky Alexander sehingga sosok Boy sangat melekat dengan aktor kelahiran Palembang, 29 September 1965 itu sampai sekarang.
Padahal dari segi cerita, 'Catatan Si Boy' menawarkan cerita dangkal. Boy adalah pemuda kaya putra pengusaha sukses. Dia banyak kawan dan digilai perempuan. Pada film pertama ini, konflik yang menimpa cowok gemar menulis catatan harian itu adalah cinta tidak direstui. Boy memiliki pacar bernama Nuke (diperankan Ayu Azhari), namun sang kekasih harus pergi ke London lantaran ayahnya benci dengan Boy. Kepergian Nuke yang tiba-tiba membuat Boy pertama dekat dengan seorang pelacur, dan kemudian dengan Vera (Meriam Bellina). Jalinan cinta segitiga itu, dibumbui penggambaran pergaulan kawan-kawan Boy mewarnai film itu.
Ke mana-mana, Boy mengendarai BMW, salah satu mobil paling mahal di Indonesia saat itu. Uniknya, dia juga digambarkan pemuda religius. Penonton generasi 80-an tentu masih ingat selalu ada sajadah di jok belakang mobilnya yang mentereng. Karakter lain yang membuat film Boy terkenal adalah sosok Emon, lelaki kebanci-bancian diperankan aktor senior Didi Petet.
Berdasarkan analisis kritikus film Adrian Jonathan Pasaribu di situs filmindonesia.or.id, Boy adalah penggambaran situasi remaja di puncak kegemilangan rezim Orde Baru pada periode 1980-an. Di masa itu, pemuda perkotaan, terutama Jakarta, kebanyakan menikmati buah kemakmuran ekonomi Indonesia, pasca industri minyak sukses di akhir 1970-an. Kritikus film lain yang beberapa kali menjadi juri Festival Film Indonesia, Totot Indrarto, memiliki pendapat serupa.
Cerita Boy yang bak dunia khayalan bagi sebagian besar penduduk Indonesia digilai karena menggambarkan situasi serba enak kelas menengah. Sehingga sosok pemuda kaya, ganteng, dan rajin beribadah yang sebetulnya nyaris mustahil ditemui dalam kehidupan sehari-hari bisa diterima sebagai sesuatu yang wajar, bahkan ideal. Film 'Catatan Si Boy' sepenuhnya lari dari kenyataan, hanya berbicara pergaulan remaja kelas menengah serba wah, serta tidak berisi sama sekali kritik terhadap situasi negara yang otoriter.
Akibatnya, penonton si Boy yang beragam tentu saja berasal dari pelbagai wilayah Indonesia, dipaksa menerima gagasan yang serupa. Semua remaja pria ingin menjadi Onky Alexander dan banyak gadis tentu saja ingin punya pacar sekeren Boy. Meski demikian, harus diakui kesuksesan film 'Catatan Si Boy' juga didukung oleh kemasan cerita ringan, dialog penuh idiom anak muda Jakarta pada masa itu, sampai lagu pengiring karangan musisi Gombloh berjudul 'Semakin Gila'.
'Catatan Si Boy' sukses menjadi film terlaris ketiga di Jakarta pada 1987. Berdasarkan arsip PT Perfin, film ini berhasil meraup 313.516 penonton. Kesuksesan itu berujung pada empat film lanjutan, hingga terakhir diproduksi pada 1991 dengan 'Catatan Si Boy V'. Rata-rata setiap film Boy dapat menggaet 300-an ribu pemirsa bioskop.
Bahkan, meski generasi masa kini sudah mulai tidak mengenal sosok Boy, Juli tahun lalu muncul film adaptasi 'Catatan Harian Si Boy' karya sutradara Putrama Tuta. Walau berjarak 20 tahun dari seri Boy terakhir, film kemasan baru yang masih melibatkan Onky Alexander ini terhitung berhasil dan menggaet 450 ribu penonton.
Boy akan selalu dikenang sebagai salah satu ikon remaja tersukses penanda kemakmuran Orde Baru. Selain itu, seri ini sukses mengisi pundi-pundi PT Bola Dunia, perusahaan milik Sudwikatmono, yang nantinya melalui PT Subentra membentuk jaringan bioskop 21 yang menonopoli bisnis layar perak di Indonesia. (berbagai sumber) (mdk/arr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya