Cerita Ali Sadikin mengaku tertipu Ibnu Sutowo soal tanah Hilton
Merdeka.com - Indonesia mengenal Ibnu Sutowo lewat sepak terjangnya saat membawa Pertamina. Laporan majalah TIME yang sangat populer ketika itu, Soeharto Inc, terbit 1999 menulis tersendiri soal Ibnu Sutowo. Menurut TIME, dalam dekade pertama kekuasaannya, Soeharto melalui Ibnu Sutowo menjadikan Pertamina seakan-akan milik pribadinya.
Nama keluarga Sutowo belakangan mencuat ketika rumah bungsu Ibnu Sutowo, Adiguna Sutowo dilabrak wanita cantik. Mobil-mobil mewah yang berbaris di rumah Adiguna Sutowo pun ringsek.
Cerita kemewahan memang lekat dengan keluarga Ibnu Sutowo. Salah satu cerita legendaris adalah penguasaan keluarga tersebut atas Hotel Hilton di tanah milik negara yang berada di kompleks Gelora Bung Karno. Penguasaan yang membuat mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin , merasa tertipu.
-
Siapa pemilik hotel? Pemilik hotel, Jim dan Whit Hanks, mengatakan mereka merasa terhormat memiliki peran dalam sejarah lokal.
-
Siapa yang mendirikan Hotel Hilton? 2 Conrad Hilton merupakan pendiri dari jaringan Hotel Hilton.
-
Siapa yang tinggal di rumah mewah Inul Daratista? Di rumah ini, ia tinggal bersama suaminya Adam Susesno dan anaknya Yusuf Ivander Damares.
-
Di mana rumah mewah Inul Daratista berada? Inilah potret luar rumah Inul Daratista yang berada di Jakarta.
-
Dimana Inul Daratista memiliki rumah mewah? Deretan Potret Rumah Mewah Inul Daratista yang Disorot Usai Gelar Hajatan 3 Hari 3 Malam Inul Daratista: Dari Pasuruan ke Jakarta, Potret Luar Rumahnya yang Menginspirasi
-
Siapa yang membangun Hotel Nusantara? Adapun pembangunan hotel ini adalah hasil investasi konsorsium yang diinisiasi oleh Agung Sedayu Group (ASG) .
Ceritanya, ketika Hotel Hilton di wilayah Senayan, Jakarta didirikan, Gubernur Ali Sadikin yang memberi izin menduga bahwa hotel bintang lima itu milik Pertamina. Ternyata kemudian itu milik keluarga Ibnu Sutowo.
Mantan Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977, Ali Sadikin , dalam keterangannya pada sidang dugaan korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, mengaku merasa tertipu oleh PT Indobuildco.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Ali Sadikin mengatakan, saat ia memberi izin kepada PT Indobuildco pada 1971 untuk membangun Hotel Hilton dan menggunakan lahan negara, dia mengetahui bahwa PT Indobuildco adalah anak perusahaan Pertamina.
"Tapi ternyata kemudian terbukti, PT Indobuildco itu milik pribadi, milik keluarga, bukan anak perusahaan Pertamina. Saya marah, saya merasa tertipu. Semua orang berpikir Indobuildco itu Pertamina, tetapi ternyata milik perorangan," ujarnya di depan persidangan.
Ali Sadikin kemudian menceritakan sejarah pembangunan Hotel Hilton untuk menampung sekitar 3.000 tamu peserta konferensi Asia Pasifik yang diselenggarakan di Jakarta.
"Waktu itu, hotel di Jakarta baru ada Hotel Indonesia, itu pun hanya cukup menampung beberapa ratus. Itu jadi pikiran saya, di mana harus menampung 3.000 tamu," ujarnya.
Ali Sadikin menuturkan, kemudian ia mendatangi Direktur Utama Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, untuk meminta agar Pertamina melalui anak perusahaannya membangun sebuah hotel guna kepentingan acara konferensi Asia Pasifik.
"Saya tahu Pertamina punya anak-anak perusahaan. Saya datangi Pertamina, karena saat itu Pertamina adalah perusahaan besar yang punya banyak modal, tidak seperti sekarang," tuturnya.
Pada pertemuan dengan Ibnu Sutowo itu, Ali Sadikin mengatakan, ia pun menegaskan tidak akan menyerahkan izin pembangunan hotel itu kepada perusahaan swasta karena lahan tempat dibangunnya hotel tersebut adalah milik negara.
Ali Sadikin menuturkan, baru pada 1976, setelah ia melakukan pengecekan kepada JB Sumarlin selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Wakil Presiden saat itu, ia mengetahui bahwa PT Indobuildco bukanlah anak perusahaan Pertamina.
"Dalam surat Sumarlin dan Sri Sultan jelas dikatakan bahwa PT Indobuildco bukanlah anak perusahaan Pertamina. Kalau dulu Ibnu mengatakan Pertamina tidak memiliki modal untuk membangun hotel, mungkin tidak akan saya bolehkan Indobuildco untuk membangun hotel," tuturnya.
Namun, Ali Sadikin mengatakan, setelah ia mengetahui bahwa PT Indobuildco adalah milik keluarga Sutowo pada 1976, ia tidak berusaha untuk membatalkan atau mencabut rekomendasi izin penggunaan lahan untuk membangun Hotel Hilton.
"Saya menyerahkan persoalan itu kepada pemerintah pusat, menjadi beban negara. Seharusnya Sri Sultan dan Sumarlin yang menyelesaikan itu," katanya.
Di depan majelis hakim, Ali Sadikin juga menambahkan, bahwa ada permainan di tingkat pemerintah pusat dalam masalah Hotel Hilton.
Setelah melalui perjalanan hukum yang panjang, Hotel Hilton akhirnya menjadi milik negara. "100 persen milik negara," ujar Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, beberapa waktu lalu.
Dengan bangga, Sudi mengatakan status tanah Hotel Sultan kini sudah kembali ke pangkuan pemerintah setelah melalui proses pengadilan selama puluhan tahun. Tanah yang berada satu kompleks dengan Gelora Bung Karno ini berhasil direbut kembali melalui keputusan Mahkamah Agung.
"Asetnya negara, sekarang baru kita menangkan 2012, setelah berpuluh-puluh tahun kita kalah terus. Ini aset negara kok bisa jatuh ke tangan swasta," ungkap Sudi kepada wartawan.
Dengan kemenangan melalui proses hukum Peninjauan Kembali (PK), pihak pengelola hotel memiliki kewajiban untuk membayar kepada negara. "Kita menang dan kita pelajari apa yang menyebabkan beralih ke swasta. Kita PK dan menang. Mereka bayar royalti dan setor ke negara," tandasnya. Kini, Hotel Hilton yang sudah milik negara namanya menjadi Hotel Sultan.
Baca juga:
Hoegeng tolak taman makam pahlawan karena ada kroni Ibnu Sutowo
Pertamina utang USD 10,5 miliar, Soeharto pecat Ibnu Sutowo
Ibnu Sutowo, raja minyak Orde Baru dan sengkarut Pertamina
Tommy Soeharto-Adiguna Sutowo, sahabat dengan cerita kelam sama
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nama Ponjo Sutowo menjadi sorotan karena terlibat dalam Kasus pengosongan hotel Sultan di GBK.
Baca SelengkapnyaPembekuan izin tersebut dilakukan lantaran Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis.
Baca SelengkapnyaIndobuildco sempat merayu pemerintah untuk membeli tanah negara di area lahan Hotel Sultan.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP ini dilaporkan waris tanah eks Taman Sriwedari.
Baca SelengkapnyaMenyimpan banyak jejak sejarah, hotel ini dinobatkan sebagai cagar budaya.
Baca SelengkapnyaPPKGBK menuntut balik Indobuildco atas utang royalti sebesar Rp600 miliar.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini jadi kesayangan pemerintah Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaManajemen GBK melayangkan somasi kepada para karyawan PT Indobuildco yang ngotot masih bekerja di Hotel Sultan, Jakarta.
Baca SelengkapnyaSelabintana dulunya merupakan tempat berlibur orang-orang Eropa dari Batavia.
Baca SelengkapnyaHadi menjelaskan, HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora atas nama PT Indobuildco dengan total luas 13,6 hektare (kawasan Hotel Sultan) telah berakhir.
Baca SelengkapnyaMeski dari golongan orang kaya, sosok asal Sumatera Barat ini tak ragu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaKesuksesan pria ini menjadi salah satu kisah inspiratif dalam membangun bisnis.
Baca Selengkapnya