Cerita Dee Lestari Gudangkan 5 Ribu Novel Perdananya
Merdeka.com - Untuk mencapai satu titik kesuksesan dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh. Termasuk dalam hal menelurkan sebuah karya sastra yang kemudian bisa meledak dan bahkan diangkat menjadi film. Hal itu seperti yang diungkapkan oleh novelis Dee Lestari saat berbicara dalam talk show literasi di Jember.
"Saya memang dari sejak SD sudah hobi membaca dan menulis. Kalau tidak salah, ketika kelas 5 SD, saya sudah coba menulis novel dari hasil khayalan saya sendiri," tutur perempuan bernama asli Dewi Lestari Simangunsong di Jember, Sabtu (14/9).
Meski bisa menghasilkan buku perdana di usia SD, Dee saat itu belum terpikir sama sekali bahwa jalan hidupnya kelak akan menjadi seorang penulis buku profesional.
-
Mengapa Dewi Perssik marah? Dewi Perssik geram disebut bohong terkait gaji pacar barunya.
-
Apa yang membuat Dea ragu? 'Aku cenderung memikirkan segala sesuatu secara berlebihan, setiap hal dipikirkan. Jadi, itu mungkin salah satu penyebabnya mengapa ada ketidakpastian,' tambah Dea.
-
Apa yang membuat orang merasa kecewa? 'Kekecewaan terbesar adalah saat orang yang kita cintai menjadi sumber kekecewaan itu sendiri.'
-
Apa yang terjadi pada Deluna? Deluna Darmawan baru saja menerima lamaran dari kekasihnya yang sangat dicintainya, Devin Eldredge.
-
Mengapa kekecewaan terjadi? Terkadang, kekesalan dan rasa kecewa memang rentan terjadi saat kita menjalin suatu hubungan asmara.
-
Siapa yang merasakan kekecewaan? 'Saya hanya ingin tahu saja, bagaimana rasanya makan bersama dengan keluarga.'
"Sama sekali tidak terpikir akan jadi penulis full-time. Kala itu saya hanya bermimpi bisa punya buku sendiri yang banyak di rak," kenangnya.
Jalan hidup sebagai penulis buku professional baru mulai dicobanya ketika usianya memasuki 24 tahun. Lantas tercetus ide, mengapa dirinya tidak menerbitkan buku dan merealisasikan angan sekilas sebagai penulis yang sempat terlintas di masa kecilnya.
Meski sempat mapan di blantika music tanah air, Dee mengaku mulai mengawali karir baru sebagai penulis dengan mengalir apa adanya. Tanpa rencana yang muluk-muluk.
"Bahkan saya tidak mengerti cara menyasar pasar pembaca buku. Karena harapannya ketika menulis hanya enak dibaca sendiri. Pokoknya saya ingin punya buku sendiri yang dicetak, gitu aja," terangnya.
Namun meski begitu, Dee tidak main-main kala itu. Meski baru mulai serius, dia sudah memiliki manuskrip berupa Supernova (Supernova 1: Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh (2001)). Karena tidak mengerti strategi pasar, Dee mengemas karya perdananya dengan kemasan yang relatif sederhana. Bahkan, dia merogoh koceknya sendiri untuk membiayai ongkos cetak.
"Saat itu modalnya bisa buat cetak 5.000 eksemplar. Padahal, untuk menjadi buku best seller hanya perlu laku 3.000 eksemplar," ungkap perempuan kelahiran Bandung 43 tahun silam itu.
Meski demikian, Dee sempat kecewa ketika Supernova 1 selesai dicetak. Pasalnya hasil cetakan buku perdananya itu tidak rapi. Bahkan karena itu, pengorbitan Supernova 1 terancam gagal.
Kekecewaan Dee melihat sampul novel perdananya itu karena dirinya termasuk orang yang cukup perfeksionis. "Saya nggak mau dong hasil cetakan buku pertama saya itu nggak rapi. Akhirnya saya cetak lagi 2.000 eksemplar. Sedangkan 5.000 eksemplar yang nggak rapi tadi saya masukkan ke gudang. Jadi total saya cetak 7 ribu, meski yang diedarkan cuma 2 ribu eksemplar," ungkapnya.
Lantaran hal itu, Dee sempat disebut sebagai orang gila. Namun perfeksionisme Dee itu tidak sia-sia. Karya perdananya itu meledak di pasaran yang membuatnya kian semangat untuk terus berkarya.
"Dua ribu eksemplar perdana yang dilempar ke pasaran itu, langsung ludes. Jujur saya terkejut karena itu di luar perkiraan," katanya.
Karena cepat ludes, Dee lantas berubah pikiran terhadap 'nasib' lima ribu bukunya yang ia gudangkan. Akhirnya, dia memutuskan melempar 5 ribu eksemplar novel Supernova I itu ke masyarakat. Dee memilih segmen kampus sebagai sasaran utama. Tak heran, jika kemudian novel ini melejit dari kalangan kampus.
Seperti dua ribu eksemplar sebelumnya, lima ribu eksemplar buku yang semula dianggap 'berkemasan buruk' itu ternyata ludes dalam waktu singkat. "Total 7 ribu eksemplar habis terjual dalam waktu sekitar setengah bulan," kenang alumnus Universitas Katolik Parahyangan itu.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menyajikan hiburan sesuai selera dan kebutuhan emosional, 10 novel terbaik Indonesia ini direkomendasikan untuk dinikmati.
Baca SelengkapnyaAsma Nadia keberatan judul film mirip dengan novel miliknya.
Baca SelengkapnyaPacaran sejak 2019, pernikahan wanita ini harus batal di detik-detik terakhir.
Baca SelengkapnyaAnak dari pasangan bergelar PhD ini juga fasih berbahasa Inggris dan sering mengisi seminar internasional
Baca SelengkapnyaDedi bercerita bahwa awal mula usahanya berjualan baju secara online pada 2016, namun harus tutup.
Baca Selengkapnya