Cerita dibalik jeruji seorang eks tahanan politik jaman PKI
Merdeka.com - Sugiri Jatiraharjo merupakan satu dari sekian banyak remaja yang ditahan di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Kini, Sugiri sudah tak lagi sekuat dulu, rambutnya sudah memutih, kulitnya keriput dan bicara terbata-bata. Namun, di balik perubahan fisik yang dia alami, semangat perjuangan masih tetap membara di dalam hatinya hingga kini.
Sugiri sangat bersemangat saat diminta untuk menceritakan pengalaman menyakitkan yang harus ia terima pada masa-masa G30S/PKI dulu. Sugiri ditangkap saat berada di dalam kantor yang berlokasi di Kota, Jakarta Barat atas tuduhan terlibat gerakan kepemudaan yang menentang Soeharto.
"Awalnya saya ditangkap oleh sekitar 10 personel tentara lengkap dengan senjata api sewaktu saya sedang di kantor. Saya ditangkap alasannya ndak jelas. Pokoke saya hanya dituduh ngeberontak," ujar Sugiri kepada merdeka.com di Panti Jompo Abdi Waluyo Sejati, Jl Kramat V No 1C, Jakarta Pusat, Minggu (14/10).
-
Dimana Soekarno dipenjara? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI).Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
-
Apa yang terjadi pada perwira tersebut di dalam tahanan? Dalam video, tampak sekumpulan pria berpakaian serba oranye, bertuliskan 'Narapidana Militer'. Sementara tentara yang menjadi tahanan baru, mengenakan seragam loreng dan dipajang di tengah lapangan. Pangkat yang melekat di pundaknya tidak ada artinya. Perwira itu digojlok oleh para tahanan senior. Perwira itu diperintah untuk menyebutkan nama dan pangkatnya.
-
Apa yang dialami tahanan di Sde Teiman? Mereka juga tidur di lantai dengan sepatu dijadikan bantal. Laporan mengenai kamp tahanan warga Palestina di Sde Teiman sudah mulai muncul di media dari berbagai sumber.
-
Kenapa bangunan Susteran Gedangan difungsikan jadi kamp interniran? Pada masa pendudukan Jepang, Susteran Gedangan, dan juga banyak susteran lain di kawasan Semarang, menjadi kamp interniran. Jepang memang menyasar tempat-tempat yang sudah jadi untuk dijadikan kamp.
-
Bagaimana tahanan memperlakukan perwira tersebut? Perwira itu diperintah untuk menyebutkan nama dan pangkatnya. Setelah mengatakan nama, perwira itu disoraki para tahanan lain. “Izin, nama ***, pangkat Letnan Kolonel,“ katanya. “Ulangi, suara yang keras, ulangi,“ ujar para penghuni tahanan. “Pangkatnya digondol kucing,“ teriak penghuni tahanan yang lain.
-
Kenapa SK Trimurti dijebloskan ke Penjara Bulu? Pada tahun 1936, keterlibatan aktif Trimurti dalam pergerakan anti-kolonial membuatnya ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda. Saat itu ia terbukti menyebarkan pamflet yang menentang penjajahan.
Pria lulusan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fakultas Pedagoki, Yogyakarta ini menyebut Soeharto diktator terkejam melebihi Hitler. Pasalnya, presiden kedua ini melakukan penangkapan tanpa dasar hukum dan hanya berlandaskan sentimen terhadap tertuduh.
"Soeharto itu diktator terkejam, lebih lebih dari Hitler. Dia menangkap orang tanpa dasar hukum, hanya berdasar sentimen, ndak seneng," tutur Sugiri dengan menggebu-gebu.
Sugiri bercerita, dia menjadi tahanan politik mulai tahun 1962 hingga 1979, selama di dalam tahanan ia bersama pemuda lainnya kerap mendapat penyiksaan fisik maupun batin. Bogem mentah dari sejumlah tentara menjadi menu makanannya sehari-hari.
"Wow bukan main setiap hari saya disiksa. Dipukul, dibanting, ditendang sudah ndak aneh lagi," ujarnya.
Selain bogem mentah tentara, para tahanan termasuk Sugiri diperlakukan seperti halnya hewan peliharaan. Kondisi ini terjadi ketika, dia dan sejumlah pemuda disuguhi makanan sebanyak lima sendok nasi ditambah lauk berupa 70 butir jagung mentah dicampur kerikil, pasir dan tanah.
"Jadi kita harus mencampur makanan itu sama air, biar kerikil, pasir sama tanahnya itu terpisah. Banyak juga yang mati karena kelaparan, dikasih makannya dua kali sehari, itu pagi dan sore," imbuh Sugiri dengan mata menerawang.
Tidak cukup penyiksaan yang dirasakannya, beberapa bulan setelah ditangkap, dia turut diasingkan ke pulau Nusakambangan, penjara yang biasa digunakan untuk menahan penjahat paling berbahaya.
"Disiksa juga kalau di sana (Nusakambangan). Malah kita dibantingin satu-satu," cerita Sugiri.
Pria yang melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik salah satu universitas di Jakarta ini melanjutkan, saat itu para tahanan berdiri berbaris di sebuah ruangan pengap dan diperintahkan duduk di atas lantai beralas semen.
Selanjutnya, sejumlah tentara memanggil nama mereka satu per satu. Pemanggilan itu bukan untuk memberi makanan atau pakaian, melainkan dibanting layaknya pemain judo yang sedang berlatih menjatuhkan lawannya.
"Saya dibanting tiga kali, yang banting tentara. Bayangin aja postur tubuh tentara gimana. Tapi saya sedikit tahu teknik judo, bagaimana posisi yang harus diambil setelah dibanting," tandas Sugiri.
Selain menjalani penyiksaan, dirinya bersama sejumlah orang lainnya dipindahkan dari Nusakambangan ke pulau Buruh, Maluku untuk menjalani kerja paksa. Dia mengungkapkan, tidak hanya pemuda, tapi juga ada sekelompok orang yang memiliki latar belakang lain turut menjalani kerja paksa.
"Di sana kita kerja paksa, namanya kerja paksa ya begitu, sama aja perlakuannya, ndak manusiawi. Tapi karena kebanyakan tahanan yang ditangkap itu orang-orang yang pintar dan punya berbagai macam keahlian jadi kita bisa buat macam-macam di sana," cerita Sugiri.
Setelah menjalani pelbagai penyiksaan dari satu tempat ke tempat lain, Sugiri baru dibebaskan pada 1979 atau 17 tahun sejak ditangkap. Selama dalam penahanan aparat, dia tidak pernah berkomunikasi atau berjumpa kembali dengan kedua orang tuanya.
"Waktu ditangkap itu umur saya 25. Ya sudah, sejak itu ndak pernah ketemu orang tua sampai bebas tahun 1979. Untung keduanya (orang tua) masih hidup waktu itu," pungkas Sugiri.
Kebebasan itu tidak lepas dari peran seorang tokoh melepaskan dia bersama para tahanan lainnya serta membawanya ke Jakarta. Ada satu alasan yang membuatnya mampu bertahan dari pelbagai siksaan yang ia alami, yakni semangat perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur kala itu.
Semangat inilah yang harus dicontoh generasi muda saat ini. Terlebih, banyak pemuda yang justru terlibat tawuran antar kalangannya sendiri. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia tengah memperingati peristiwa kelam Gerakan 30 September oleh PKI.
Baca SelengkapnyaTercatat dalam peristiwa itu, sebanyak kurang lebih 65 orang terbunuh.
Baca SelengkapnyaPenjara ini juga jadi saksi pembantaian para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaPegi mengaku sempat berpindah blok saat berada di dalam penjara
Baca SelengkapnyaPegi Setiawan menceritakan pengalamannya saat berada di dalam sel tahanan.
Baca SelengkapnyaSejumlah nama yang aktif dan menjadi bagian dari Partai Gerindra ternyata memiliki masa lalu yang cukup kelam.
Baca SelengkapnyaSosok ini bergerak masif di bawah tanah untuk mengajak rakyat melawan penjajah.
Baca SelengkapnyaLubang Jepang, tempat saksi bisu praktik Romusha terhadap warga pribumi yang berada di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaPegi Setiawan mengaku disiksa selama ditahan oleh Polda Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaKonon tempat ini menjadi tempat penyekapan, penyiksaan, sekaligus pemerkosaan para wanita oleh tentara Jepang.
Baca SelengkapnyaSetelah Sayidiman dicopot jabatan, Sri Suharyati dikabarkan mengalami penurunan pada kondisi kesehatannya setelah peristiwa itu.
Baca Selengkapnya