Cerita Direktur KPK Kena Pungli saat Urus Surat Kematian Ibu: Lurah Minta Rp20 Ribu
Merdeka.com - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amir Arief mengaku pernah mengalami pungutan liar (pungli) saat urus surat kematian sang ibu. Amir mengaku ditodong Rp 20 ribu ketika mengurus surat di kelurahan di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Amir menceritakan hal tersebut dalam acara 'Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi & Tindak Pidana Pencucian Uang' yang disiarkan YouTube Kemensetneg, Senin 27 Maret 2023. Amir mengaku kejadian itu terjadi pada tahun 2021.
"Tahun lalu, saya pulang kampung ke Medan, 1,5 tahun yang lalu, tahun 2021 ibu saya meninggal di Medan, pulang kampung lah saya. Hari ketiga setelah pemakaman, saya mau urus surat keterangan kematian ke lurah, lurah Kota Medan," ujar Amir mengawali cerita seperti dikutip Selasa (28/3).
-
Siapa yang diminta membayar pungutan Rp10 juta? Miris, seorang warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Desa Kendayakan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, batal menerima bantuan bedah rumah dari pemda setempat.Bukan tanpa alasan warga bernama Ahmad Turmudzi (49) itu tidak jadi mendapatkan bantuan renovasi. Sebab, agar perbaikan bisa dilaksanakan dirinya diduga harus membayar uang pungutan sebesar Rp10 juta.
-
Kenapa mbah putri ngalah dan bayar 10.000? Mangkel mergo tukang becake ra gelem ngedukke rego, akhire simbah putri ngalah, karo munggah lungguh becak.
-
Bagaimana oknum meminta uang dari dokter Aulia? Dijelaskan bahwa oknum di PPDS Anestesi Undip ini meminta uang senilai Rp20-40 juta. Permintaan uang ini bahkan berlangsung sejak dokter Risma masuk PPDS Anestesi sekitar bulan Juli hingga November 2022 lalu.
-
Bagaimana penipu meminta korban untuk mendapatkan hadiah? Dalam postingan yang diunggah oleh akun Facebook @BAIM WONG Berbagi Hadiah dan @Berikan Timor Leste, dijelaskan bahwa untuk mendapatkan hadiah, kita perlu menjawab pertanyaan yang tertera pada postingan dan kemudian mengirim jawaban melalui ikon pesan.
-
Kenapa Ahmad Turmudzi diminta membayar pungutan? Dari informasi yang diperoleh, ia harus membayar uang tersebut ke pihak kelurahan setempat. Turmudzi kemudian dengan rela membatalkan bantuan tersebut, padahal kondisi rumahnya sudah roboh dan tidak layak ditempati.
-
Kenapa pelaku meminta uang dari korban? Kesaksian Korban Belum lama ini, terungkap modus kejahatan baru yang menyasar para pencari kerja. Diungkap sejumlah korban yang baru saja melakukan interview di salah satu lokasi berkedok perusahaan di Duren Sawit, pelaku membujuk agar sejumlah uang diserahkan. Bukan tanpa alasan, para korban turut dijanjikan segera mendapat pekerjaan impian. Sontak, uang tersebut diminta pelaku.
Amir mengaku mendatangi kantor Kelurahan sekitar pukul 11.00 WIB. Suasana di kantor tersebut ternyata sepi. Menurut Amir, saat itu hanya ada petugas keamanan dan petugas bagian pengetikan.
Amir mengaku saat itu petugas pengetikan sempat bertanya tujuan Amir datang ke kantor Kelurahan. Amir pun menceritakan hajatnya mendatangi kantor tersebut
"Saya mau urus surat kematian ibu saya almarhumah meninggal, baru tiga hari saya tenangkan diri, ini saya mau urus surat kematiannya'. Katanya 'oke saya buatkan, tapi nanti tunggu lurahnya datang', 'kapan datangnya, Bu?', 'oh enggak tentu, Bang, entah jam berapa'," ucap Amir menirukan percakapan dengan petugas pengetikan.
Amir mengaku saat itu disarankan oleh petugas pengetikan untuk meminta tanda tangan lurah secara langsung ketika lurah tiba. Amir pun meminta sang adik untuk menjalankan saran dari petugas pengetikan.
"Ibu tadi yang tukang ketik ngomong ke saya 'Bang, kalau mau urus surat kayak gini minta tanda tangan jangan kami yang urus, Abang sendiri yang minta', suratnya cuma satu lembar'. 'Saya masuk ke ruangan, saya panggil adik saya 'Dah kamu saja yang masuk, deh, tunggu aja lurahnya bentar lagi datang'," kata Amir.
Amir mengaku sempat menunggu lama hingga akhirnya sang lurah pun datang sekitar pukul 15.00 WIB. Saat datang sang lurah pun sempat mempertanyakan kedatangan Amir dan sang adik.
"Saya keluar, saya lihat dari pintu datanglah ibu-ibu, ibu lurah. Dia lihat saya, bilang 'ada mau urus apa, Bang?', adik saya jelasin 'aaya mau urus surat kematian'. Cepat saja tuh tanda tangan, lima menit jadi tanda tangan. Adik saya lalu beranjak dari kursi, baru setengah beranjak bu lurah langsung teriak 'Bang kok gitu saja, Bang?'," kata Amir.
Amir mengaku saat itu mengetahui maksud lurah tersebut. Amir sempat bertanya kepada petugas pengetikan soal maksud dari pernyataan lurah 'kok gitu saja Bang'. Amir menyebut petugas pengetikan menyarankan agar langsung menaruh uang ke laci meja kerja sang lurah.
Amir pun lantas bertanya langsung kepada lurah tersebut. Lurah tersebut kemudian menodong Amir dengan nominal Rp 20 ribu.
"Saya tanya 'berapa?', 'Rp 20 ribu'. Rp 20 ribu dari warganya yang sedang berduka, mengurus surat keterangan kematian bayar Rp20 ribu, tahun 2021, 76 tahun Indonesia merdeka, kita masih mengalami itu, saya sendiri yang mengalami, salah orang kali," kata Amir.
Amir menyebut, ada berbagai dugaan mengapa lurah itu masih menodong uang Rp20 ribu ke warganya. Padahal menurut Amir gaji pegawai negeri sipil (PNS) di Kota Medan tiga terbesar di Indonesia.
"Pertama, sebabnya, bisa jadi karena anggaran enggak mencukupi, manajemen anggaran buruk, terlalu banyak kegiatan yang enggak banyak anggaran," kata Amir.
Dugaan kedua yakni sedang kejar setoran untuk mengembalikan modal. Amir yang pernah menjadi penyelidik mengaku kerap menemui kasus serupa.
"Saya dulu penyelidik, mengapa ada pegawai negeri terima uang Rp 20 ribu setiap pelayanan, karena dia harus balik modal, karena duduk di jabatan itu dia harus bayar, dan itu terbukti di beberapa Pemda, di beberapa kepala daerah ternyata begitu dia dapat jabatan, memanfaatkan kewenangan untuk kepentingan sendiri," ucapnya.
Dia pun mencontohkan beberapa kasus yang ditangani KPK. Pungli jabatan di pemerintahan hingga saat ini masih ada.
"Beberapa bupati di Jateng, di Jatim, yang kita tangkap tahun lalu, memulung dari guru-guru yang mau jadi kepala sekolah negeri, guru yang mau jadi kepala sekolah negeri bayar Rp60 juta, dari mana? Akhirnya apa, gratifikasi dari orang tua murid dan dana BOS," kata dia.
"Kemudian, yang kita tangkap dokter yang mau jadi kepala puskesmas bayar Rp125 juta, mau jadi Kadis PUPR yang basah bayarnya sampai Rp500 juta, yang bayar kontraktor, akhirnya dari gratifikasi," Amir memungkasi.
Reporter: Fachrur Rozie
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dugaan sementara, dokter muda FK Undip ini bunuh diri karena dibully senior.
Baca SelengkapnyaPolda Jambi akan bertindak tegas kepada personel yang melakukan pelanggaran yang dapat merusak citra Polri
Baca SelengkapnyaTiga personel Polres Tebo pun dipanggil Bidang Propam Polda Jambi setelah viralnya dugaan permintaan uang kepada orang tua korban perkosaan, LM (37).
Baca SelengkapnyaPermintaan uang di luar biaya pendidikan resmi tersebut berlangsung sejak dokter Aulia masih di semester pertama PPDS atau sekitar Juli hingga November 2022
Baca SelengkapnyaBerikut fakta mengerikan kejamnya pemalakan PPDS hasil investigasi kasus kematian dokter Aulia.
Baca SelengkapnyaPengakuan itu disampaikan Supriyani saat diperiksa Propam Polda Sultra.
Baca SelengkapnyaDokter Aulia diduga bunuh diri di indekos Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, karena dibully senior pada Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaIbu almarhumah AR, mengaku mentransfer uang kepada putrinya yang dipergunakan untuk iuran mahasiswa PPDS tersebut.
Baca SelengkapnyaKarena tidak punya saksi tidak memenuhi permintaan uang tersebut.
Baca SelengkapnyaFajar mengaku dirinya kala itu hanya dapat mentransfer uang. Dikarenakan mertuanya yang berada di Bondowoso meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaImam Masykur, pemuda asal Mon Keulayu, Kabupaten Bireuen, Aceh tewas diculik dan dianiaya anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Praka RM.
Baca SelengkapnyaSipir Rutan KPK terima setoran dari tahanan disebut 'Lurah'
Baca Selengkapnya