Cerita dua jenderal polisi tak lindungi anak terjerat kasus hukum
Merdeka.com - 14 Taruna Akademi Kepolisian ditetapkan sebagai tersangka tewasnya Brigdatar Mohamad Adam. Hasil autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, taruna tingkat II ini tewas dengan luka lebam di bagian paru-paru akibat dihajar seniornya.
Hasil pemeriksaan saksi menyebut sebelum tewas korban bersama rekan-rekannya sempat berada di kamar taruna tingkat III. Mereka diminta untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan Taruna Tingkat I yang tergabung dalam Korps Himpunan Indonesia Timur (HIT).
Mereka diminta seniornya melakukan posisi mersing atau badan terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Dalam posisi itu, korban dipukuli beberapa kali di bagian ulu hati. Adam sempat kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Nyawanya tak tertolong.
-
Siapa yang menjadi korban tewas? Korban meninggal dunia:1. Catur Pancoro (47) warga Tulangan, Sidoarjo.2. Hadi umar F (21), warga Mojo Lebak Mojokerto.3. Aditya Sapulete (38), warga Cungkup Pucuk, Lamongan.
-
Bagaimana korban meninggal? 'Dalam proses dari Lampung ke Jakarta ini (korban) pendarahan hebat. Pelaku juga mengetahui bahwa si korban sedang pendarahan. Pelaku ini mengetahui bahwa korban sedang pendarahan hebat, namun dibiarkan saja, sehingga korban kehabisan darah dan meregang nyawa,' kata dia.
-
Siapa korban pembunuhan? Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Resmob Polrestabes Semarang dan Jatanras Polda Jateng di hari yang sama dengan kejadian yaitu Senin (24/7). “Jadi kejadian jam 03.00 wib. Pelaku kami tangkap dalam pelariannya di Solo Jateng pukul 06.00 Wib.“
-
Siapa anggota TNI AD yang tewas di Bekasi? Seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Praka S (27) tewas dengan luka-luka dan berlumuran darah di tubuhnya.
-
Kenapa anggota TNI AD ditemukan tewas? Saat ditemukan pada tubuh korban terdapat luka di bagian lengan kanan dan kepala bagian belakang.
-
Bagaimana anggota polisi terluka? Dia memaparkan, provokator dalam peristiwa itu sudah diamankan di Polresta Jambi.
Satu tersangka ternyata anak Komandan Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail. Ke-14 orang tersangka yang merupakan senior Adam kini ditahan di Polda Jawa Tengah (Jateng).
"Anak saya yang kedua menjadi tersangka," ungkap Murad saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (6/6).
Murad mengatakan, saat kejadian anaknya berada di lokasi. Namun, menurut dia, anaknya tidak ikut melakukan pemukulan. "Anak saya ada di sana, malah jadi tersangka. Dia enggak mukul tapi dia di sana," katanya.
Kendati begitu, jenderal bintang dua ini menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada institusi Polri. Menurutnya, bagaimana pun hukum harus ditegakkan sekalipun anaknya yang dianggap terlibat dalam kasus tersebut. Dia tidak akan melakukan intervensi.
"Saya berusaha membela, tapi ya hukum harus ditegakkan. Kita biarkan saja, mungkin nasibnya bukan jadi polisi. Kamu saja enggak jadi polisi bisa hidup," ujar Murad.
Keputusan Murad menyerahkan anaknya ke jalur hukum mengingatkan kisah mantan Kapolri Jenderal (Purnawirawan) Widodo Budidarmo. Semasa hidup Widodo dikenal tegas.
Pada pertengahan Mei 1973 akan selalu diingat keluarga Jenderal Pol Widodo Budidarmo. Ketika itu, keluarga Widodo berduka setelah sopir keluarga mereka, Sugianto tertembak pistol yang dipegang Tono, putra Widodo yang saat itu baru duduk di bangku SMP.
Peristiwa itu terjadi saat Widodo masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dengan pangkat mayor jenderal polisi. Ketika itu Tono dan Sugianto menjemput adiknya Tina di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan. Sebelum berangkat, rupanya Tono masuk ke kamar kerja Widodo di rumah dinas.
Saat itu, tidak seperti biasanya, Widodo lupa mengunci ruang kerjanya. Tono melihat sepucuk pistol di laci meja kerja ayahnya. Pistol itu dibawanya.
Dalam perjalanan, pistol itu diperlihatkan kepada Sugianto yang kemudian memberi Tono sebutir peluru. Saat menunggu Tina, di jok belakang Tono memainkan pistol itu. Ia ingin tahu cara kerja pistol itu. Dia putar-putar dan gerakkan hingga tiba-tiba pistol itu menyalak. Tono terperanjat dan panik saat melihat darah keluar dari tubuh Sugianto yang duduk di jok sopir.
Orang-orang di sekitar langsung mengerubungi mobil. Nyawa Sugianto tak bisa diselamatkan. Peristiwa itu membuat Widodo terkejut dan sedih. Dia yakin peristiwa itu akan menjadi berita di koran-koran. Sebagai orangtua dia juga membayangkan dampak buruk peristiwa itu bagi Tono.
Apa langkah Widodo berikutnya? Dia langsung mengumpulkan stafnya. Dia meminta masukan terhadap kasus yang menimpa anaknya. Ada staf yang menyarankan agar kasus ini ditutup-tutupi dengan alasan bisa memengaruhi karir Widodo.
Setelah berpikir, Widodo pun ambil keputusan. Dia tidak akan menutupi kasus itu. Dia memilih bertanggung jawab dan menyelesaikan kasus ini secara hukum. Widodo kemudian menyerahkan kasus ini agar diperiksa aparat Polsek Kebayoran Baru, Jaksel.
Widodo kemudian menggelar jumpa pers untuk menjelaskan kejadian itu. Di depan pers, dia kembali menegaskan sikapnya, menyerahkan kasus ini untuk diproses hukum.
"Kalau pers akan memberitakan peristiwa ini terserah. Hanya saja, saya pesankan agar objektif. Ini hanya suatu kecelakaan. Jangan sampai nanti anak saya dicap sebagai pembunuh dan sebagainya sehingga mempengaruhi pertumbuhannya," kata Widodo seperti dikutip dari buku biografinya, Karena Kuasa dan Kasihnya terbitan Praja Bhakti Nusantara dan Q Communication tahun 2004.
Selanjutnya Widodo melaporkan peristiwa itu kepada atasannya Kapolri Jenderal Polisi M Hasan, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro, dan Menhankam/Pangab Jenderal M Panggabean. Widodo juga melapor kepada Presiden Soeharto. Dia mengaku lalai dan siap meletakkan jabatannya. Tetapi, semua menyatakan apa yang dialami Widodo adalah musibah yang harus diambil hikmahnya.
Tono kemudian diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia dihukum masa percobaan selama setahun. Peristiwa itu terbukti tidak menghalangi karier Widodo Budidarmo. Dia bahkan dipromosikan untuk menjabat sebagai Kepala Polri tahun 1974.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namun kata Gidion, pada saat dilakukan penyelamatan sementara, pelaku tidak melakukannya dengan benar.
Baca SelengkapnyaPolisi mengembangkan kasus penganiayaan taruna di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang berujung kematian juniornya.
Baca SelengkapnyaDua polisi itu ditahan untuk menunggu proses sidang kode etik.
Baca SelengkapnyaDua orang yang diduga pelaku penganiayaan Prada MZR, Pratu W dan Pratu D sudah diamankan.
Baca SelengkapnyaKorban yang berusia 13 tahun itu terakhir kali terlihat berdiri dikerumuni polisi memegang rotan. Dia kemudian ditemukan tewas di bawah jembatan.
Baca SelengkapnyaPeristiwa tersebut terjadi di perkebunan kopi milik warga tepatnya Kelurahan Puguk Kecamatan Seluma Utara, Bengkulu
Baca SelengkapnyaGidion mengatakan, korban bersama keempat orang lainnya dibawa ke kamar mandi.
Baca SelengkapnyaJenazah Ditemukan di Pos Spion (Ujung Landasan 24) Lanud Halim Perdana Kusuma dalam kondisi luka bakar.
Baca SelengkapnyaKorban digendong beberapa pria berpakaian seragam taruna.
Baca SelengkapnyaMM melakukan pemukulan terhadap anak AKBP S. Akibat pemukulan tersebut, MM harus mendekam di tahanan Polsek Maritengngae.
Baca SelengkapnyaPutu Satria Ananta Rustika (19), tewas diduga usai mendapat penganiayaan oleh TRS, taruna tingkat dua yang kini menjadi tersangka.
Baca SelengkapnyaKapolres Cilegon AKBP Kemas Indra Natanegara, Senin (4/11), menyebut kini JS dan BA telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Banten.
Baca Selengkapnya