Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cerita haru orang-orang berjuang hidup dan tinggal bersama hewan

Cerita haru orang-orang berjuang hidup dan tinggal bersama hewan Pasutri tak punya tempat tinggal. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Hidup dalam keadaan serba susah nyatanya semakin mewabah di era sekarang ini, khususnya di Indonesia. Banyak dari masyarakat Indonesia hidup luntang-lantung dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari sesuap nasi atau sekedar tempat berlindung.

Ya, beberapa dari mereka yang terbilang nasibnya kurang mujur ini pun terpaksa harus tinggal di sebuah bilik berukuran sempit. Di sebuah emperan toko, atau bahkan tinggal berdampingan dengan hewan yang tempatnya sudah pasti terbilang tak layak.

Mereka hidup dengan suka duka, sembari mencari sela untuk bisa mendapatkan uang dengan tugas apapun dilakukan, serta mungkin menunggu keajaiban hidup layak datang menghampirinya, yang entah kapan terealisasi.

Bagaimanakah kisah harunya? Berikut cerita orang-orang hidup dan tinggal bersama hewan:

Miris, janda & anak gadisnya ini tinggal di bekas kandang babi

Made Ariani (52) dan anaknya Gusti Ayu Kade Ari Kurniawati (16) kondisinya benar-benar memprihatinkan. Lebih dari 7 tahun ibu dan anak ini menempati sebuah gubuk bekas kandang babi di wilayah Lelateng, Jembrana, Bali.Kesehariannya, Made Ariani hanya bekerja sebagai tenaga serabutan. Itu pun hanya berharap dari belas kasihan warga yang sekiranya minta bantuan untuk menyetrika atau mencuci pakaian.Yang lebih memprihatinkan menurut tetangganya Made Ariani terkadang juga mau makan nasi yang hampir basi. "Saya di sini juga menumpang. Tanah yang saya tempati milik orang lain. Rumah yang saya tempati juga bekas kandang babi. Tapi sudah tidak dipakai lagi," ujar Made Ariani, Kamis (4/6).Sebelum ditempati menurut Ariani, dirinya membersihkannya terlebih dahulu. Setelah bersih, kemudian dia tempati. Semua perlengkapan tempat tidur dan almari juga dibantu dari keluarga pemilik tanah. Demikian juga terkadang Made Ariani diberikan pekerjaan mengasuh anak oleh pemilik tanah. "Saya kadang-kadang jadi pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," tuturnya. Bekerja serabutan, penghasilan janda ditinggal mati suaminya ini tiap harinya tidak lebih dari Rp 20 ribu. Namun kadang pula tanpa hasil. Dikatakan Made Ariani, kalau dia menikah secara adat Bali dengan almarhum suaminya Gusti Kade Todia sejak tahun 1994 lalu. "Saya memang dari Jawa tapi sejak menikah dengan suami saya masuk Bali," kata Ariani yang mengaku memang menjadi istri kedua ini dan masih bertahan tinggal di Bali. Sebelumnya mereka hidup nomaden dan akhirnya diberikan meminjam tempat di lahan milik keluarga suami dari Dewi Paron tersebut. "Sebelumnya kami bertiga tinggal di gubuk ini. Namun suami saya sempat sakit dan sejak tiga tahun suami saya sudah tidak ada," jelas Ariani sambil menyebut suaminya dulu meninggal karena TBC.Katanya, saat ini anaknya hanya bertahan tamatan SMP. "Biaya dari mana anak saya sekolah. Anak saya bantu-bantu cari duitnya sendiri di Pasar," akunya.Ironisnya, Lurah Lelateng Kade Suardana dikonfirmasi Rabu sore mengatakan kalau pihaknya belum pernah menerima laporan terkait warganya itu.

Tak punya rumah, Pasutri ini 2 tahun tinggal di kandang kambing

Nasib kurang beruntung harus dirasakan pasangan Mudzakir (50) dan istrinya Wasilah (51). Warga Desa Karanggondang RT 01/II, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, ini terpaksa harus tinggal di kandang kambing milik warga kampung tersebut.Mudzakir mengaku tinggal bersama istrinya di kandang kambing milik salah satu warga itu selama dua tahun. Kehidupan itu harus diterimanya lantaran tak memiliki sanak saudara."Saya memang tidak memiliki tempat tinggal. Sebab dulu saya hanya anak angkat. Sehingga tidak punya apa-apa saat ahli waris tak mengizinkan saya tinggal," kata Mudzakir, Senin (12/10).Beruntung berkat bantuan warga sekitar dia dapat menempati sebuah gubuk yang jaraknya tak jauh dari kandang kambing yang dulu sempat dihuninya. Mudzakir mengaku sudah tiga tahun menempati gubuk yang hanya berukuran 2 meter x 3 meter tersebut."Saat tidur saja, saya harus tidur di atas tanah beralaskan tikar. Sedangkan istri saya tidur di atas ranjang sederhana," kata dia.Mudzakir menuturkan, tempat tinggal yang saat ini dihuninya berdiri di atas lahan milik warga bernama Fidah. Sementara bangunan hingga listrik merupakan patungan dari warga sekitar.Mudzakir beserta sang istri mengharapkan ada bantuan dari pemerintah untuk tempat tinggalnya. Permintaannya tak muluk-muluk, cukup memperoleh rumah yang layak huni nan sederhana."Apalagi pekerjaan saya hanya serabutan. Istri saya hanya berjualan jagung rebus, hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari," selorohnya.Salah satu tetangga Mudzakir, Maino mengatakan, selama ini keluarga kecil itu memang tak tersentuh bantuan pemerintah. Untuk kehidupan sehari-hari hanya mengharapkan bantuan dari warga."Hanya baru-baru ini setelah warga RT gencar mencari bantuan, pihak pemerintah desa memberikan bantuan sebanyak Rp 1 juta," kata Maino.Marino menceritakan dirinya bersama warga sempat meminta bantuan pihak Pemkab Jepara maupun DPRD Jepara. Namun sama sekali belum ada jawaban."Kami berulang kali menemui dewan, tapi jawabannya selalu harus melalui prosedur. Tanggapan cukup positif kami dapatkan dari Bupati. Kami dijanjikan akan ditemui untuk membahas soal ini," paparnya.Kondisi Mundzakir menjadi bukti jika masih banyak warga Jepara yang masih hidup dalam kemiskinan dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Berdasarkan data yang dimiliki Pemkab Jepara sebanyak 9 persen jumlah penduduk Jepara masih dalam kondisi miskin dan sebagian bahkan merupakan warga yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Tak punya uang, satu keluarga tinggal di kandang kerbau

Potret kemiskinan di Sukabumi, Jawa Barat, membuat miris. Satu keluarga terpaksa menumpang di kandang kerbau milik tetangga karena tak mampu membayar kontrakan.Badri punya seorang istri dan tiga anak. Dia mengaku terpaksa tinggal di kandang bersama hewan ternak milik orang lain karena tidak memiliki rumah untuk menampung anaknya. Bahkan dirinya harus berbagi ruangan dengan kerbau. "Yang penting ada tempat untuk istirahat," kata Badri.Badri tinggal di Kampung Bobojong, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak. Dia sudah tiga bulan tinggal di daerah tersebut.Pemerintah Kabupaten Sukabumi berjanji memberikan bantuan pada Badri. Mereka akan berupaya membantu keluarga ini untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak lagi."Kami mengupayakan rumah untuk keluarga Badri yang lebih layak. Warga atau keluarga tidak boleh tinggal satu atap dengan hewan ternak karena bisa menimbulkan penyakit yang berasal dari kotoran ternak," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi Adjo Sardjono kepada Antara, Minggu (23/3).Adjo mengaku masih cukup banyak rumah tidak layak huni berada di Kabupaten Sukabumi. "Keluarga ini harus tinggal di rumah yang lebih layak lagi dan tidak boleh satu atap bersama hewan ternak apalagi ada anak kecil yang mengancam kesehatannya," tambahnya.

Kisah nyata Bripda Taufiq, tinggal di rumah bekas kandang sapi

Nasib orang tidak ada yang tahu. Dari sebuah kandang Sapi yang dijadikan tempat tinggalnya bersama keluarga, Muhammad Taufiq Hidayat berhasil lolos menjadi anggota polisi. Dengan segala keterbatasan ekonomi, Taufiq tetap bersemangat untuk mewujudkan cita-cita menjadi seorang polisi. Keinginan menjadi polisi sudah muncul ketika dia masih duduk di bangku SMP. Saat itu dia melihat sosok polisi adalah sosok yang gagah dan berwibawa. Terlebih lagi seragam coklat dan baret di kepala membuat Polisi menjadi terlihat keren. "Jujur saja dulu melihat hanya dari kasat mata, polisi itu berwibawa, apalagi kalau pas lagi pakai seragam," kata Bripda Taufiq di Gedung Shabara Polda DIY, Rabu (14/1).Kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan sempat membuatnya berkecil hati untuk mendaftar sebagai polisi. Pasalnya, dia banyak mendengar cerita bahwa untuk lolos sebagai polisi harus menyediakan uang yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta. Namun berkat dorongan sahabatnya dan ayahnya, dia membulatkan tekad untuk menjadi polisi telah lulus SMA. "Ya diniati, pokoknya harus jadi polisi," ujarnya.Saat menginjak kelas 3 SMA, dia pun giat melatih fisiknya. Dia pun bergabung dengan ekstrakurikuler Pramuka yang kemudian mengenalkannya pada Saka (Satuan Karya) Bhayangkara. Di sana dia mendapatkan banyak pengalaman berharga yang digunakannya saat mendaftar polisi. "Kalau akademik untuk Psikotest saya nggak pernah belajar, cuma latihan fisik saja persiapannya," tutur pria kelahiran 20 Maret 1995 tersebut.Sebelum tes, dia mengaku melakukan puasa Senin-Kamis. Dia juga meminta restu dan support dari ayahnya saat hendak mendaftar. Bahkan dia meminta ayahnya untuk ikut berpuasa. "Ya saya minta bapak juga puasa, alhamdulillah bapak mau," tambahnya.Usahanya pun tak sia-sia, saat pengumuman hasil test, dia begitu kaget ketika tahu dirinya diterima. Dia merasa seperti mimpi bisa menjadi seorang polisi. "Pas pengumuman sama bapak, saya minta bapak nampar saya, ternyata bukan mimpi. Bahkan waktu sampai SPN saya masih nggak percaya," ungkapnya.Taufiq tinggal bersama tiga adiknya di sebuah rumah bekas kandang sapi berukuran 7x4 meter. Ayahnya hanya seorang buruh penambang pasir, sementara ibunya sudah lama berpisah dengan sang ayah. Sudah dua tahun ini Taufiq tinggal di rumah itu bersama ayahnya dan tiga orang adiknya. Bau busuk kotoran sapi yang menyengat sudah tidak lagi terasa baginya. Rumah tersebut dibangun oleh ayahnya setelah berpisah dengan ibunya dua tahun lalu. Meski hanya bekas kandang sapi, mereka tetap harus membayar sewa tanahnya."Itu tanah khas desa jadi tetap harus bayar, dulu saya punya rumah di Jongke juga, tapi dijual setelah orang tua berpisah," ujarnya.Saat malam tiba, Bripda Taufiq tidur bersama dengan tiga adiknya di dalam rumah. Sementara ayahnya tidur di bak mobil tua miliknya yang biasa dipakai untuk menambang pasir. "Nggak ada tempatnya, jadi bapak tidur di bak mobil," katanya singkat.Saat masih sekolah, dia merasa tidak tega melihat ayahnya yang selalu tidur beratapkan langit. Setelah dia bekerja sebagai staf perpustakaan di SMK 1 Sayegan tempat dia dulu mengenyam pendidikan, dia memilih tidur sendirian di perpustakaan sekolah supaya ayahnya bisa tidur di dalam rumah.

Miris, Sarman & keluarganya tinggal di bekas kandang kerbau

Miris keadaan keluarga Sarman (60) yang tinggal di sebuah rumah bekas kandang kerbau di Kampung Karag, Desa Gunungsari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Berdasarkan pantauan merdeka.com, Sarman tinggal bersama istri bernama Marsi, dua putranya dan satu orang cucu di sebuah rumah berukuran 5x8 meter yang dulunya merupakan kandang kerbau milik sepupunya.Rumah yang terbuat dari bilik bambu ini, hanya beratapkan rumbia dan beralaskan tanah. Rumah ini telah ditinggali Sarman bersama keluarga selama 20 tahun terakhir.Sarman bersama keluarganya tinggal dalam rumah tanpa ventilasi yang mempunyai dua kamar yang disekat dengan bilik dan dapur bersatu dengan ruang tamu.Rumah tersebut juga tanpa dilengkapi dengan kamar mandi dan aliran listrik. Bahkan lebih mirisnya lagi mereka tidur tanpa kasur hanya beralaskan amben."ini tadinya kandang kerbau punya kakak sepupu, di sekat-sekat terus saya tempati bersama keluarga," ujar Sarman.Sarman hidup bersama keluarga dengan pas-pasan, jangankan untuk membangun rumah untuk biaya hidup sehari-hari pun sulit. "gimana mau bangun rumah, tanah aja tak punya," ujar sarman.

Satu keluarga di Bali tidur di kandang ayam

Bagi Wayan Murta (30) hidup dalam keadaan susah sudah biasa. Bahkan bersama keluarganya, warga di Kabupaten Klungkung, Bali itu sudah bertahun-tahun hidup bersama ayam peliharaannya.Rumah Wayan hanya berdindingkan anyaman bambu dan tanah liat. Di dalam rumah banyak ayam. Bahkan di bale tempat tidur gubuk ini, di atasnya ada seekor ayam sedang mengeram. "Keseharian kami hanya mengandalkan makan beras jatah dan jual ayam kalau ada yang bisa dijual," kata Wayan Murta di Nusa Penida, Minggu (7/9).Di dalam gubuk berukuran 4x5 meter ini, Wayan Murta tinggal bersama istri Ni Nyoman Sarmi (25), anak pertamanya Gede Januadi Saputra (7), dan anak keduanya Kadek Ratna Setiawati (3 bulan) serta kakek Wayan Murta, Wayan Siman (70). Selain ditempati berlima, di dalam rumah dengan alas tanah ini keluarga Wayan Murta melakukan aktivitasnya seperti memasak dan memelihara ayam dalam gubuk ini.Kondisi ini memantik rasa keprihatinan dari orang nomor satu di bumi serombotan yaitu Bupati Klungkung, Nyoman Suwirta. Dia secara mendadak mendatangi langsung keluarga penerima bedah rumah di Kecamatan Nusa Penida ini, Sabtu (6/9). Bersama anggota DPRD Klungkung dapil Kecamatan Nusa Penida, Kadek Jana dan didampingi Camat Nusa Penida, Ketut Sukla melakukan kunjungan lapangan, tepatnya di Banjar Antapan, Desa Batukandik, Nusa Penida.Bupati menyatakan rasa prihatinnya. "Lurah camat dan semua prajuru di desa saya harapkan untuk segera melaporkan bila ada hal seperti ini juga terjadi. Saya dan kita semua bisa makan enak, tetapi warga saya seperti ini," kata Suwirta.Melihat kondisi ini, Suwirta sangat marah dan sedih lantaran ini terjadi sudah puluhan tahun. "Kami akan lakukan bedah rumah, ya secepatnya," ujarnya."Malu saya, sampai tidak tahu warganya seperti ini," imbuhnya. (mdk/gil)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Miris Perkampungan Waria Kumuh, Hidup Tanpa Listrik dan Air 'Ya Make Up Harus Siang'
Miris Perkampungan Waria Kumuh, Hidup Tanpa Listrik dan Air 'Ya Make Up Harus Siang'

Di tengah-tengah masyarakat yang hidup berkecukupan, ada sebuah perkampungan dengan kondisi begitu miris.

Baca Selengkapnya
Kampung Apung Muara Baru, Potret Kemiskinan 'Ekstreme' di Pesisir Jakarta
Kampung Apung Muara Baru, Potret Kemiskinan 'Ekstreme' di Pesisir Jakarta

Sebetulnya ada wacana warganya akan di relokasi ke sebuah rusun yang nantinya bakal disiapkan oleh Pemprov.

Baca Selengkapnya
Kisah Kehidupan Warga di Desa Terpencil di Wonogiri, Cari Rumput Harus Jalan Naik Turun Bukit
Kisah Kehidupan Warga di Desa Terpencil di Wonogiri, Cari Rumput Harus Jalan Naik Turun Bukit

Mayoritas warga di sana merupakan petani yang menggarap lahan tadah hujan. Kalau musim kemarau lahan itu dibiarkan kosong.

Baca Selengkapnya
Berada di Tepi Jurang, Ini Cerita dari Desa Ekstrem Lereng Gunung Merbabu di Boyolali
Berada di Tepi Jurang, Ini Cerita dari Desa Ekstrem Lereng Gunung Merbabu di Boyolali

Jalanan yang sempit dan terjal sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.

Baca Selengkapnya
Melihat Keseharian Para Lansia di Kampung Terpencil Tengah Hutan Banyumas, Hidup Serba Sulit
Melihat Keseharian Para Lansia di Kampung Terpencil Tengah Hutan Banyumas, Hidup Serba Sulit

Sebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?

Baca Selengkapnya
Melihat Kehidupan Warga Kampung Terpencil di Banjarnegara, Hanya Ada 6 Rumah
Melihat Kehidupan Warga Kampung Terpencil di Banjarnegara, Hanya Ada 6 Rumah

Seorang ibu-ibu warga di sana menyebutkan bahwa kampung ini sudah ada sejak zaman peperangan.

Baca Selengkapnya
Dulu Tajir Melintir, Begini Potret Rumah Lurah di Tengah Hutan Kondisinya Memprihatinkan
Dulu Tajir Melintir, Begini Potret Rumah Lurah di Tengah Hutan Kondisinya Memprihatinkan

Mirisnya, keduanya tinggal di rumah tua peninggalan sang bekas pejabat desa. Kini, kediaman itu pun nampak kian termakan usia.

Baca Selengkapnya
Kisah Keluarga Pemberani yang Tinggal di Kampung Mati Tengah Hutan Cilacap, Hidup Berdampingan dengan Babi Hutan
Kisah Keluarga Pemberani yang Tinggal di Kampung Mati Tengah Hutan Cilacap, Hidup Berdampingan dengan Babi Hutan

Saat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras

Baca Selengkapnya
Miris, Begini Penampakan Warga Jakarta Hidup di Kolong Tol Bandara
Miris, Begini Penampakan Warga Jakarta Hidup di Kolong Tol Bandara

Potret kehidupan masyarakat di ibu kotayang tinggal di bawah jalan tol.

Baca Selengkapnya
Viral Satu Keluarga Tinggal di Gubuk Tak Layak Huni di Tengah Hutan, Bikin Pilu
Viral Satu Keluarga Tinggal di Gubuk Tak Layak Huni di Tengah Hutan, Bikin Pilu

Setiap hari, sang istri mengasuh anaknya sambil bersabar menunggu suami pulang berburu ke hutan untuk makan sore ini.

Baca Selengkapnya
Berjuang Demi Bertahan Hidup, Ini Kisah Pilu dari Kampung Miskin di Brebes
Berjuang Demi Bertahan Hidup, Ini Kisah Pilu dari Kampung Miskin di Brebes

Sehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali

Baca Selengkapnya
Orang Tua ke Hutan Berbulan-bulan, Bocah Papua Ini Hanya Tinggal Berdua dengan Adiknya
Orang Tua ke Hutan Berbulan-bulan, Bocah Papua Ini Hanya Tinggal Berdua dengan Adiknya

Bocah Papua harus rela tinggal berdua dengan adiknya selama berbulan-bulan karena orang tua mereka bekerja mencari kayu gaharu di tengah hutan.

Baca Selengkapnya