Cerita haru si penarik becak yang sekolahkan 300 anak miskin
Merdeka.com - Nama Bai Fang Li masih harum hingga saat ini di negeri Tianjin, China. Dia adalah si penarik becak yang dikenal mempunyai hati emas. Cerita kebaikan Fang Li tersohor meski itu telah terjadi 1987 silam.
Semula Bai adalah pensiunan yang sengaja pulang ke kampungnya. Suatu kali dia melihat banyak anak-anak miskin yang bekerja di ladang dan sawah.
"Dia bertanya kenapa banyak anak-anak tidak sekolah. Lalu saya katakan bahwa mereka terlalu miskin untuk membayar uang sekolah. ayah lalu khawatir dan menyumbangkan 5000 yuan untuk sekolah di kampung halaman kami," kata anak Bai, Bai Jin Feng dikutip china.org, Jumat (16/4).
-
Dimana suami pengangguran ini tinggal? Sudah dilaporkan bahwa ia pindah ke Jepang sekitar delapan tahun yang lalu dan menikah dengan wanita bernama Fenghua.
-
Apa yang didapatkan gelandangan itu? Lebih lanjut, pejalan kaki tersebut menerangkan jika hal itu merupakan rezeki dari Sang Pencipta. 'Karena kejujuranmu, kamu minta 1 dollar, tapi Allah akan beri kamu lebih banyak. Karena Dia penciptamu, tahu yang kamu butuhkan,' katanya.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Bagaimana suami pengangguran ini mendapatkan uang? Fenghua selalu siap membantu suaminya, menyediakan makanan dan membayar biaya kuliah.
-
Bagaimana cara pengemis kaya raya ini mendapatkan uang? Dalam sehari, dia mendapat Rp500.000 hingga Rp1 juta per hari.
-
Bagaimana gelandangan itu diberi uang? Diberi Imbalan 'Lima dollar cukup,' ujar sang tunawisma. 'Lima? Bagaimana kalau kamu ambil semuanya? Ini untukmu,' terangnya.
Bai masih merasa tidak cukup untuk membantu anak-anak itu sampai akhirnya dia memutuskan menjadi penarik becak di umurnya yang sudah 74 tahun.
Anak-anaknya mengingatkan agar Bai tidak menarik becak apalagi pendengarannya sudah berkurang, nasehat anaknya Bai acuhkan.
Selama mungkin Bai mangkal di pinggir rel untuk menanti penumpangnya. "Dia selalu berangkat subuh dan pulang saat sudah gelap lagi. Dia mengumpulkan 20 sampai 30 yuan perhari. Saat pulang ke rumah dia simpan uang itu baik-baik," tandas anak Bai lagi.
Kemudian, untuk memperbesar usahanya, memenuhi kebutuhan anak asuhnya, Bai pindah ke rumah yang hanya mempunyai satu ruang. Rumah tersebut berada di pinggir rel yang memungkinkan dia melayani penumpang selama 24 jam. Kesungguhannya makin besar, dia hanya makan makanan seadanya dan memakai baju bekas yang dia temukan.
"Dia tidak pernah lupa untuk memberi uang ke sekolah bahkan mengomeli kami agar benar-benar menyampaikan uangnya ke sekolah. Setiap dia memberikan uang itu dia merasa senang dan dia katakan kalau dia menuntaskan misinya lagi," kata Xu Xiu Xiang, pekerja di yayasan pendukung pendidikan.
Suatu hari, di umurnya yang hampir 90 tahun, dengan badannya yang kian ringkih, Bai datang ke sekolah Tianjin Yao Hua untuk menyerahkan sekotak uang terakhir yang bisa dia kumpulkan.
"Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan…," ucap dia sedih
"Saya harap anak-anak bisa terus sekolah yang rajin dan bisa dapatkan pekerjaan lalu berkontribusi kepada negara kita" pesan Bai.
Pesan Bai ini pun disambut tangisan histeris anak-anak asuh Bai. Di tahun 2005, Bai benar-benar meninggalkan 300 anak asuh yang dia biayai selama dua dekade. Bai didiagnosa menderita kanker paru-paru. Sampai akhir hidupnya Bai terhitung telah menyumbangkan 350 ribu Yuan atau sekitar Rp500 juta.
Untuk menghargai jasa Bai, warga sekitar Tian Jin membangun monumen Bai. Bai bagai orang Tian Jian adalah pahlawan mereka yang tidak bisa tergantikan.
(mdk/rep)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Begini perjuangan hidup kakek tukang becak yang kini jarang dapat penumpang. Penghasilan tak sampai Rp50 ribu sebulan.
Baca SelengkapnyaPria ini mengajak bapak tukang becak untuk berbelanja ke pusat perbelanjaan.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan pemuda Garut yang terlantar di Bali.
Baca SelengkapnyaBerjibaku memenuhi kebutuhan hidup, sang guru lantas rela menjadi pemulung usai mengajar.
Baca SelengkapnyaKakek di Gorontalo hanya santap parutan kelapa untuk mengganjal perut lapar hingga disorot warganet.
Baca SelengkapnyaSeorang pemulung asal Palembang harus hidup di jalan padahal memiliki keluarga yang kaya raya.
Baca SelengkapnyaIa hendak menukar beberapa sendok dagangannya dengan sepiring nasi.
Baca SelengkapnyaDi usia yang sudah sangat renta dengan segala keterbatasan fisiknya, ia harus tetap mengais rezeki.
Baca SelengkapnyaHanya dapat 15 ribu rupiah sehari dan harus nafkahi lima orang anak, perjuangan pria ini bikin haru.
Baca SelengkapnyaKakek ini diketahui berjualan di sekitar GBLA, Bandung.
Baca SelengkapnyaKisah ibu pemulung dan lima anaknya ini viral. Mereka anya ingin makan ayam saat ditawari.
Baca Selengkapnya