Cerita Kapolri di balik penetapan Ahok sebagai tersangka
Merdeka.com - Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian bercerita terkait penetapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Tito mengaku sempat dilema saat proses penetapan Ahok jadi tersangka.
Dua hal yang mendasari rasa dilematis Kapolri, karena benturan aturan internal Polri dengan sorotan publik. Berdasarkan aturan internal Polri, kasus-kasus terkait calon kepala daerah seharusnya dilakukan setelah Pilkada selesai. Namun di sisi lain, dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok menjadi sorotan publik.
"Saya dilematis, mau diapain, ikut aturan atau gulirkan kasus," kata Tito di acara Tabligh Akbar di Masjid Jami Al Riyadh, Kwitang, Jakarta, kemarin.
-
Kenapa Ahok prihatin dengan korupsi? Ahok pun merasa prihatin dengan nasib generasi muda di masa mendatang.
-
Apa yang membuat Ahok heran tentang koruptor? Dia menyoroti hukum dan sanksi para koruptor. Saking lemahnya hukum, Ahok heran melihat bekas tahanan koruptor yang justru semakin kaya. Beberapa di antaranya bahkan tak segan pamer kekayaan.
-
Siapa ayah Ahok? Diketahui, pria kecil ini merupakan anak dari Indra Tjahaja Purnama dan Buniarti Ningsing keturunan Tionghoa .
-
Siapa yang ditetapkan tersangka oleh KPK? Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus Harun Masiku.
-
Bagaimana Ahok memulai karier politik? Ahok pun memutuskan untuk masuk ke politik. Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta setelah terpilih pada tahun 2004.
-
Kenapa Ahok ingin jadi pejabat? Pesan Sang Ayah Pengalaman sering diperas oknum pejabat membuatnya terobsesi ingin menjadi pejabat. Ditambah pesan dari sang ayah sebelum meninggal. Pesan ini juga mendorongnya untuk jadi pejabat yang jujur dan membawa perubahan positif.
Sebelum akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka, Tito mengaku sempat berdiskusi dengan jajarannya. Namun, dia tidak berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo sebagai orang nomor satu di Tanah Air.
"Saya ambil keputusan tanpa konsultasi pada siapa pun, tanpa konsultasi dengan pimpinan, kepala negara, demi Allah, saya katakan laksanakan penyelidikan," tegas Jenderal bintang empat ini.
Kendati demikian, Tito menampik keputusannya bertentangan dengan aturan internal Polri. Dia siap mengambil resiko jika ada laporan terkait calon kepala daerah lain, sehingga tak ada tudingan perbedaan perlakuan dalam menangani kasus.
"Itu resiko yang harus saya ambil (menindaklanjuti jika ada laporan kasus kepala daerah lain)," kata Tito.
Tito juga menjelaskan alasan polisi hingga kini belum menahan Ahok. Menurutnya, penahanan seorang tersangka adalah kewenangan penyidik. Dalam penahanan, terdapat dua alasan yang merujuk pada KUHAP yakni objektif dan subjektif.
"Objektif itu, objek perkaranya telah dan mutlak, saksi ahli bulat mengatakan dan tim penyelidik juga bulat. Dalam kasus ini, saksi ahli yang dihadiri semua pihak terjadi perbedaan pendapat," bebernya.
Dari sisi subjektif, penahanan bisa dilakukan ketika tersangka hendak melarikan diri. Sementara pada kasus ini, Ahok dinilai masih kooperatif, termasuk saat dia mendatangi kantor Bareskrim Polri untuk memberikan keterangan padahal belum dijadwalkan untuk diperiksa.
"Kemudian kalau ada kekhawatiran dia menghilangkan barang bukti. Barang bukti Alhamdulillah cuma satu video rekaman asli, sehingga saya sampaikan ke penyelidik ambil video aslinya. Sudah diamankan," sambung Tito.
Faktor lain, lanjut dia, penahanan bisa dilakukan ketika tersangka mengulangi perbuatannya, dalam hal ini penistaan agama.
"Kita lihat belum, oleh karena itu kita belum lakukan penahanan," terangnya.
Dia pun mengingatkan masyarakat agar perkara kasus Ahok tidak dikaitkan dengan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
"Kami minta tolong dudukan betul-betul ke masalah hukum, jangan dikaitkan dengan masalah suku, ras, agama yang bisa memecah belah bangsa," tegas Tito.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuai polemik.
Baca SelengkapnyaMahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
Baca SelengkapnyaGaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI
Baca Selengkapnya“Di negara ini hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng,” kata Gus Dur.
Baca SelengkapnyaKate Victoria Lim menantang Listyo debat terbuka karena tak terima ayahnya jadi tersangka kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik Kejaksaan.
Baca SelengkapnyaSusno Duadji secara gamblang bicara dugaan kejanggalan polisi dalam kasus kematian Vina Cirebon.
Baca SelengkapnyaMantan Kabareskrim Polri Susno Duadji menjadi salah satu sosok yang paling lantang dalam menyoroti kasus Vina Cirebon.
Baca Selengkapnya"Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian."
Baca SelengkapnyaKetua KPK Firli Bahuri menyatakan penetapan tersangka Kepala Basarnas sudah melibatkan TNI.
Baca SelengkapnyaAlexander mengatakan, saat melakukan tangkap tangan, tim dari KPK sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti.
Baca Selengkapnya