Cerita Keluarga Korban Kanjuruhan Batal Autopsi, Trauma Didatangi Polisi
Merdeka.com - Devi Athok, ayah kandung dari korban tragedi stadion Kanjuruhan mengurungkan niatnya untuk melakukan autopsi terhadap kedua anaknya. Lantaran merasa trauma ketika didatangi pihak kepolisian.
Alasan itu didapat berdasarkan hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas tragedi Kanjuruhan. Dimana, Devi Athok di depan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menceritakan alasannya membatalkan autopsi terhadap dua anaknya.
"Semalam pada tanggal 20, Kamis, kami Komnas HAM berjumpa langsung dengan Pak Devi Athok, orangtua dari kedua almarhum yang direncanakan untuk dilakukan autopsi, didampingi oleh Pak Kades dan beberapa orang dari desanya, termasuk didampingi oleh Pak Camat," kata Anam dalam video keterangan resmi, dikutip Jumat (21/10)
-
Siapa yang diajak Anies bicara tentang kasus Kanjuruhan dan KM 50? Sebelumnya isu ini menjadi pertanyaan Anies untuk Capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dalam debat di KPU, Jakarta, Selasa (12/12).
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
-
Kenapa anak-anak dikorbankan? Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Siapa yang diperiksa Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Siapa yang mengorbankan anak-anak? Sebagai pusat kekuasaan utama di Mesoamerika pra-Hispanik, Chichén Itzá terkenal dengan tradisi berdarahnya, penduduk masa ini juga mengorbankan kerabat termasuk saudara kandung khususnya laki-laki.
Dia mengatakan, Komnas HAM telah mendapatkan kronologi langsung dari Devi Athok terkait dinamika proses autopsi yang rencananya ingin dilakukan, namun menjadi batal, berawal dari niat yang muncul pada 10 Oktober 2022.
Devi Athok, lanjut Anam, telah membuat pernyataan di depan kuasa hukumnya yang masih berupa draft. Karena masih ingin berjumpa dengan Kepala Desa setempat dengan maksud minta tanda tangan agar diketahui oleh pejabat desa setempat.
"Memang betul Pak Devi Athok ini ingin melakukan autopsi sejak awal. Karena ingin tahu kenapa kedua putrinya meninggal. Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan autopsi," ujarnya.
Namun sehari setelahnya tepat pada 11 Oktober 2022, empat anggota polisi dari Polsek Kepanjen mendatangi kediaman Devi Athok untuk menanyakan perihal rencana permohonan autopsi.
"Nah pak Athok juga kaget, dia merasa bahwa itu masih draft kok ini sudah kemana-mana. Itu masih draft hanya difoto penasehat hukum dan aslinya masih dibawa dia dan dia ingin minta tanda tangan Pak Kades. Dan kita konfirmasi kepada Pak Kades memang demikian yang terjadi. Dia ingin minta agar Pak Kadesnya mengetahuinya," terangnya.
Singkat cerita karena kedatangan empat anggota Polsek Kepanjen yang maksud untuk menanyakan itu malah membuat Devi Athok merasa khawatir dan tidak nyaman. Lantaran, rencana autopsi masih dalam proses namun sudah ada tindak lanjut follow dari kepolosian.
"Karena memang prosesnya menurut dia belum tuntas, kenapa kok sudah ada follow up. Itu pertanyaan mendasar sehingga dia tidak nyaman. Beberapa komunikasi Pak Athok dan polisi di tanggal 11 itu juga banyak, itu satu, membuat kekhawatiran membuat ketidaknyamanan di pak Athok, karena memang kok bisa. Begitu," jelas Anam.
Kemudian setelah pertemuan itu, tanggal 12 Oktober 2022 pihak Polsek Kepanjen lantas mengeluarkan surat persetujuan untuk melakukan autopsi yang membuat Devi Athok kaget. Karena surat tersebut dikeluarkan secara tiba-tiba, meski demikian dia sempat memberikan tanda tangan persetujuan autopsi.
"Cuma prosesnya begini, baik di tanggal 11 maupun tanggal 12, dia sendirian, dia coba menghubungi teman-temannya, pendamping-pendamping dan lain sebagainya itu tidak ada yang bisa menemani dia di saat itu," ujar Anam
"Sehingga dia juga semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang, pendampingnya, kuasa hukumnya ketika dihubungi memang tidak bisa hadir dengan berbagai alasannya disaat kepolisian datang. Itu semakin membuat dia khawatir. Tanggal 11 sudah khawatir, tidak nyaman, di tanggal 12 juga demikian," lanjutnya.
Setelah keluar surat itu, kini tanggal 17 Oktober 2022 dari Polda Jawa Timur hingga Polres Malang bersama perangkat desa, Kepala Desa dan Kepala Camat kembali mendatangi rumah Devi Athok hanya untuk sekedar menanyakan tindak lanjut untuk proses autopsi.
"Jumlah polisinya ada 7 orang, belum termasuk Pak Camat, Pak Kades dan perangkat yang lain. Di situ juga begitu. Dia hubungi pendamping dan lain sebagainya juga tidak ada secara langsung, tidak datang ke situ, dia juga khawatir di soal itu," jelasnya.
Pada saat itulah, ada momen komunikasi antar keluarga secara internal Devi Athok yang memutuskan untuk mengurungkan niat melakukan autopsi. Sehingga keputusan untuk membatalkan autopsi bukan karena adanya intervensi tetapi atas persetujuan keluarga.
"Makanya di tanggal 17 itu ada surat pernyataan intinya untuk membatalkan proses autopsi. Kita tanya bagaimana proses pembatalan itu? Apakah ada paksaan pembatalannya? Bagaimana proses membuat surat pernyataan itu?," ujar Anam seraya bertanya saat beryemu Devi.
"Ketika kita tanya, intinya Pak Devi Athok mengatakan bahwa keputusan secara substansi keputusan untuk membatalkan itu adalah keputusan keluarga, di samping itu juga mempertimbangkan kondisi ibunya yang sudah sepuh, sudah tua," ujar Anam.
Rasa Khawatir
Dari hasil pertemuan itu, Anam menarik benang merah bahwa apa yang dialami Devi Athok adalah rasa khawatir dan bukan intimidasi. Karena ada rasa trauma atas tragedi Kanjuruhan yang membuatnya takut.
Terlebih saat proses komunikasi dengan aparat kepolisian, Devi Athok tidak didampingi dengan pendamping yang sediaannya telah sepakat dengan pihak keluarga mendampingi serta mengadvokasi selaku keluarga korban.
"Dalam konteks ini dia juga menekankan sebenarnya kalau ara komunikasi yang baik, semua pihak, termasuk pendampingnya termasuk Pak Athok, termasuk pak polisi itu sebenarnya prosesnya tidak perlu ada kekhawatiran," jelasnya.
'Kita tegaskan kalau seandainya ada pendamping, apakah ketika polisi datang berapapun jumlah polisinya itu membuat dia khawatir nggak? Enggak," tambah Anam.
Lantas Anam menduga ada problem ketika tidak ada pendamping yang menemani membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik. Karena trauma dan kedatangan pihak kepolisian membuat keluarga khawatir.
Meskipun dalam proses komunikasi tidak adanya intimidasi yang dilakukan pihak kepolisian. Namu rasa khawatir itu muncul menyusul trauma yang dialami keluarga korban sehingga membuat perasaan tidak nyaman.
"Jadi pendampingnya ketika dia butuhkan secara fisik tidak bisa hadir untuk mendampingi dia berkomunikasi dengan kepolisian yang datang ke rumahnya. Jadi itu inti soalnya. Jadi tidak ada intimidasi dalam proses ini," ujar Anam.
"Dia juga heran kok ada kata-kata intimidasi? Dia mengatakan dia tidak pernah mengatakan intimidasi, itu yang juga kami tanya. Terakhir ini terkait autopsi itu sendiri. Pada prinsipnya, jika kenyamanan proses apa menuju autopsi itu bisa dilaksanakan, termasuk autopsi bisa transparan dan akuntabel, pada dasarnya dia mau untuk melakukan autopsi," lanjutnya.
Kapolda Jatim Bantah Ada Intimidasi
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Toni Hermanto membantah adanya intimidasi terhadap keluarga korban, terkait pembatalan autopsi. Autopsi semula direncanakan Kamis (20/10), namun belakangan batal digelar.
"Tidak benar, sekali lagi tidak benar, silakan nanti dikonfirmasi untuk itu. Semua sudah diketahui publik informasi-informasi yang itu. Silakan media juga mengkonfirmasi itu," kata Irjen Pol Toni Hermanto di RSSA Malang, Rabu (19/10).
Toni membenarkan bahwa autopsi batal digelar karena urusan persetujuan keluarga. Tetapi ditegaskan bahwa hal itu bukan karena intimidasi.
"Bagaimana pun pelaksanaan autopsi juga kita salah satunya minta persetujuan keluarga. Dan hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini bahwa keluarga belum menghendaki autopsi dilaksanakan," ungkapnya.
Toni berada di Malang dalam kunjungan ke korban Tragedi Kanjuruhan yang masih dirawat di RSSA. Sekitar 30 menit, Toni menemui korban dan kembali ke Surabaya.
Kapolda mengaku akan bergabung bersama tim Mabes Polri guna menggelar rekonstruksi kasus Tragedi Kanjuruhan. Rekonstruksi dipusatkan di Mapolda Jatim.
"Saya akan kembali ke Surabaya bergabung dengan tim dari Mabes Polri untuk bisa langsung menyaksikan kegiatan rekonstruksi. Kegiatannya di Surabaya," bebernya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketum PSSI Erick Thohir menanggapi aspirasi keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang menuntut keadilan.
Baca SelengkapnyaErick menegaskan, bahwa PSSI berkomitmen untuk mendorong pemberian hukuman maksimal.
Baca SelengkapnyaSetahun lalu, 1 Oktober 2022 peristiwa berdarah yang menewaskan ratusan orang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang. Hingga kini, korban belum dapat keadilan.
Baca SelengkapnyaViral Ibu-ibu Korban Tragedi Kanjuruhan Dihadang Aparat Saat Bertemu Jokowi, Ini Penjelasan Istana
Baca SelengkapnyaSupriansa menyebut kasus tewasnya Bayu Adhitiyawan sangat janggal.
Baca SelengkapnyaPolisi diharapkan mengungkap sebab kematian dan menemukan pelaku atas tewasnya empat anak tersebut.
Baca SelengkapnyaLaporan ke Bareskrim Polri dilakukan keluarga korban setelah tidak ada perkembangan penyidikan dari Polda Kalteng.
Baca SelengkapnyaPolisi resmi menghentikan perkara ini usai merampung investigasi.
Baca SelengkapnyaEkshumasi dilakukan sesuai dengan harapan dan permintaan dari keluarga Afif Maulana.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III, Ahmad Sahroni sampai melontarkan umpatan kasar mendengar hakim memutuskan Ronald Tannur bebas
Baca SelengkapnyaDia menyatakan bahwa dalam wajib lapor yang sudah dilakukan tidak ada hal yang baru. Kliennya mengisi beberapa dokumen dan berita acara tambahan.
Baca SelengkapnyaJohan mengungkapkan banyak kejanggalan dan dugaan kebohongan yang dilakukan penyidik Sat Lantas Polresta Tangerang, saat menangani penyidikan.
Baca Selengkapnya