Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cerita Ketua Komnas HAM Yakinkan Jokowi Dukung Penuntasan Tragedi Paniai

Cerita Ketua Komnas HAM Yakinkan Jokowi Dukung Penuntasan Tragedi Paniai Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menceritakan perjuangan meyakinkan Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat.

Dari 12 berkas pelanggaran HAM berat masa lalu, Presiden Jokowi mendukung satu kasus ditindaklanjuti, yakni pelanggaran HAM Paniai 2014 yang segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

"Jokowi di berbagai kesempatan resmi, dalam rapat kabinet terbatas dalam rakernasnya Jaksa Agung dan lain lain. Menegaskan arahnya untuk segera menaikan beberapa, paling tidak ada kasus Paniai ke tahap penyidikan," kata Taufan saat acara media briefing di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/5).

Orang lain juga bertanya?

Taufan mengungkap kesulitan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat kerap kali mandek ketika rekomendasi diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Alasannya, rekomendasi kurang lengkap dan tidak layak untuk dinaikkan ke penyidikan.

"Argumentasi Jampidsus yang sebelumnya mengatakan ini tidak bisa dan sebagainya kan dibantah sendiri, karena bisa ternyata penyidikan dan dalam waktu dekat akan ada penuntutan untuk dilakukan sidang di Makassar," sebutnya.

Dinaikkannya kasus ini ke meja persidangan telah bisa dijadikan alasan bahwa kasus di Paniai memiliki argumentasi yang kuat untuk diusut. Dia menyadari demi menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat butuh dukungan politik.

"Karena semata-mata memang kemauan politik dari pemerintah. Dan pemerintahan itu ternyata terbukti. Sehingga presiden Jokowi berhasil diyakinkan Komnas HAM untuk berani menindaklanjuti," ujarnya.

"Saya berani mengklaim karena saya memang berkeyakinan, kaitannya harus ada pak contohnya di dalam berkali dialog itu diskusi dengan Pak Menkopolhukam, Mensesneg dan Jaksa Agung sekarang. Kemudian ada ketegasan lagi oleh pak Jokowi yang saya katakan memang karena Komnas HAM berhasil menyakinkan," tambahnya.

Dukungan Politik Pemerintah

Di samping itu, Taufan juga menyebut keberhasilan pengusutan kasus Paniai untuk diusut hingga ke meja persidangan tidak lepas dari pengaruh dorongan politik pemerintah.

"Kemauan politik dari pemerintah dalam hal ini tentu saja presiden sebagai pimpinan tertinggi di pemerintahan kita untuk melakukan proses penegakan hak asasi manusia keadilan kepada korban dalam kasus ham berat," sebutnya.

Meski telah naik ke persidangan, Taufan juga menyoroti agar kasus Paniai ini tidak sama nasibnya dengan tiga perkara pelanggaran HAM Berat sebelumnya yang hasilnya tidak memuaskan. Para pelaku mendapat hak impunitas.

Tercatat selama 20 tahun Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disahkan pada 23 November 2000, hanya tiga kasus yang disidangkan. Kasus yang disidangkan ialah peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Timor Timur, dan peristiwa Abepura 2000.

"Terduga pelakunya kemudian semuanya tidak ada. Atas hak impunitas (pembebasan dari hukuman) kepada pelaku," tuturnya.

Taufan berharap pengadilan bisa berlaku secara independen dan profesional dalam mengadili kasus Paniai. "Nantinya tergantung pengadilan (apakah terbukti atau tidak). Itu otonomi pengadilan, kami tidak bisa mengintervensi. Tapi pengadilan harus betul-betul mengadili sehingga ada keadilan agar pelanggaran HAM tidak terulang," kata Taufan.

Menurutnya, kasus Paniai ini bisa dijadikan sebuah pijakan guna memberi kepastian hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Termasuk memberikan pelajaran agar seluruh pihak harus memperhatikan HAM dalam setiap menjalankan tugas.

"Sehingga orang harus betul-betul harus hati-hati dalam menjalankan tugas kenegaraannya, ketika dia menjalankan tugas. Supaya tidak melakukan tugas pelanggaran HAM berat," tuturnya.

Bangun Kepercayaan Masyarakat

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin menilai penuntasan peristiwa Paniai menjadi modal pemerintah membangun kepercayaan masyarakat, khususnya warga Papua.

“Karena peristiwa untuk Paniai ini juga akan menjadi modalitas pemerintah untuk membangun kepercayaan saudara kita di Papua bahwa kasus pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan di pengadilan dengan adil,” kata Amiruddin.

Bahkan, Amiruddin menilai kasus Paniai jni bisa mencerminkan kualitas tatanan hukum terkait HAM di Indonesia. Selain itu, juga menentukan masa depan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengadilan HAM.

“Jadi ini mesti kita jadikan sebagai pengungkit untuk kasus yang lain karena sampai hari ini semua pihak menunggu,” ucap Amir.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga meminta dukungan semua pihak agar membantu mengawasi dan menelusuri sisi yudikatif terkait kesiapan dan kemampuannya untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.

Menurut Sandra, penanganan perkara dugaan pelanggaran HAM berat masuk ke kategori Pidana Khusus (Pidsus) yang membutuhkan keahlian tersendiri.

“Sehingga ini berharap betul, Hakim yang direkrut memang betul punya passion juga terhadap isu HAM, agar kita bisa menggali lebih dalam persoalan ini,” ucapnya.

Dalam tragedi Paniai, kata Sandra, setidaknya satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pihaknya mensinyalir bakal mengungkap keterlibatan tersangka lain dalam peristiwa tersebut.

“Kalau prosesnya bisa berjalan benar bisa jadi ada lagi tersangka lain, kalau proses berjalan benar. Ini memang yang menjadi tantangan besar,” tutur Sandra.

Satu Tersangka Paniai

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai, Papua pada tahun 2014. Sumedana enggan merinci detail sosok IS. Namun, dia membenarkan bahwa IS adalah seseorang dengan latar belakang TNI.

"Ya (dari TNI)," ucapnya singkat.

Kasus ini berawal dari insiden dugaan pembunuhan dan penganiayaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 2014.

Hal itu terjadi karena diduga tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya sehingga mengakibatkan 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Tanggapi Debat Capres, Mantan Ketua Komnas HAM: Isu Pelanggaran HAM Seumur Hidup akan Dipersoalkan
Tanggapi Debat Capres, Mantan Ketua Komnas HAM: Isu Pelanggaran HAM Seumur Hidup akan Dipersoalkan

Eks Ketua Komnas HAM mengatakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan isu lima tahunan yang kerap muncul ketika Pemilu.

Baca Selengkapnya
Panelis Debat Capres: Prabowo Tak Tegas Jawab Pengadilan HAM dari Ganjar
Panelis Debat Capres: Prabowo Tak Tegas Jawab Pengadilan HAM dari Ganjar

Taufan menilai belum ada jawaban atau penjelasan yang tegas dari capres Prabowo Subianto. Terutama untuk mendorong peradilan HAM atas kejadian masa lalu.

Baca Selengkapnya
Laporkan ‘Tragedi Boyolali’ ke Komnas HAM, TPN Ganjar Mahfud Tuntut Bentuk Tim Independen
Laporkan ‘Tragedi Boyolali’ ke Komnas HAM, TPN Ganjar Mahfud Tuntut Bentuk Tim Independen

Laporkan ‘Tragedi Boyolali’ ke Komnas HAM, TPN Ganjar Mahfud Tuntut Bentuk Tim Independen

Baca Selengkapnya
FOTO: Momen Aksi Kamisan ke-806, Aktivis Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat
FOTO: Momen Aksi Kamisan ke-806, Aktivis Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

Aktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca Selengkapnya
Adik Wiji Thukul dan Keluarga Aktivis 1997-1998 Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus HAM
Adik Wiji Thukul dan Keluarga Aktivis 1997-1998 Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus HAM

Adik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.

Baca Selengkapnya
FOTO: Aksi Kamisan Terakhir di Pemerintahan Jokowi, Aktivis Bacakan Surat Penuh Kekecewaan
FOTO: Aksi Kamisan Terakhir di Pemerintahan Jokowi, Aktivis Bacakan Surat Penuh Kekecewaan

Aktivis Aksi Kamisan ke-836 menyoroti tidak terealisasinya janji-janji keadilan bagi korban pelanggaran HAM selama 10 tahun berkuasa.

Baca Selengkapnya
Tiga Temuan Komnas HAM Terkait Kasus Vina dan Eki Cirebon, Ada Pelanggaran HAM hingga Penyiksaan
Tiga Temuan Komnas HAM Terkait Kasus Vina dan Eki Cirebon, Ada Pelanggaran HAM hingga Penyiksaan

Pemantauan Komnas HAM menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.

Baca Selengkapnya
Jokowi Evaluasi Perwira TNI Duduki Jabatan Sipil Buntut Kasus Suap Kepala Basarnas
Jokowi Evaluasi Perwira TNI Duduki Jabatan Sipil Buntut Kasus Suap Kepala Basarnas

Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi diduga terima suap Rp88,3 miliar.

Baca Selengkapnya
Alasan KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kepala Basarnas Tersangka
Alasan KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kepala Basarnas Tersangka

Penetapan tersangka Kepala Basarnas menuai polemik.

Baca Selengkapnya
Kubu Asisten Hasto PDIP Desak Komnas HAM Panggil Kapolri, Minta Penjelasan Personel Lakukan Penyidikan di KPK
Kubu Asisten Hasto PDIP Desak Komnas HAM Panggil Kapolri, Minta Penjelasan Personel Lakukan Penyidikan di KPK

Asisten Hasto PDIP sebelumnya melaporkan dugaan pelanggaran penyidik KPK ke Dewas dan Komnas HAM.

Baca Selengkapnya
Beda Raport Kebebasan Berpendapat Era SBY dan Jokowi selama 10 Tahun Berkuasa
Beda Raport Kebebasan Berpendapat Era SBY dan Jokowi selama 10 Tahun Berkuasa

Suarlin menjelaskan ada dua indikator penilaian dalam pemenuhan HAM.

Baca Selengkapnya
Digeruduk TNI hingga Bawahan Ngamuk, 'Buah Simalakama' Pimpinan KPK
Digeruduk TNI hingga Bawahan Ngamuk, 'Buah Simalakama' Pimpinan KPK

Penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuai polemik.

Baca Selengkapnya