Cerita Ketua Komnas HAM Yakinkan Jokowi Dukung Penuntasan Tragedi Paniai
Merdeka.com - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menceritakan perjuangan meyakinkan Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat.
Dari 12 berkas pelanggaran HAM berat masa lalu, Presiden Jokowi mendukung satu kasus ditindaklanjuti, yakni pelanggaran HAM Paniai 2014 yang segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
"Jokowi di berbagai kesempatan resmi, dalam rapat kabinet terbatas dalam rakernasnya Jaksa Agung dan lain lain. Menegaskan arahnya untuk segera menaikan beberapa, paling tidak ada kasus Paniai ke tahap penyidikan," kata Taufan saat acara media briefing di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/5).
-
Apa yang dikeluhkan Taufan Pawe? Setelah itu Taufan langsung mengeluhkan perilaku tidak baik penjabat daerah di provinsi, kota maupun kabupaten.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Mengapa KPK menelaah laporan tersebut? 'Bila ada laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi dan bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpul info,' kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (4/9).
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
Taufan mengungkap kesulitan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat kerap kali mandek ketika rekomendasi diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Alasannya, rekomendasi kurang lengkap dan tidak layak untuk dinaikkan ke penyidikan.
"Argumentasi Jampidsus yang sebelumnya mengatakan ini tidak bisa dan sebagainya kan dibantah sendiri, karena bisa ternyata penyidikan dan dalam waktu dekat akan ada penuntutan untuk dilakukan sidang di Makassar," sebutnya.
Dinaikkannya kasus ini ke meja persidangan telah bisa dijadikan alasan bahwa kasus di Paniai memiliki argumentasi yang kuat untuk diusut. Dia menyadari demi menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat butuh dukungan politik.
"Karena semata-mata memang kemauan politik dari pemerintah. Dan pemerintahan itu ternyata terbukti. Sehingga presiden Jokowi berhasil diyakinkan Komnas HAM untuk berani menindaklanjuti," ujarnya.
"Saya berani mengklaim karena saya memang berkeyakinan, kaitannya harus ada pak contohnya di dalam berkali dialog itu diskusi dengan Pak Menkopolhukam, Mensesneg dan Jaksa Agung sekarang. Kemudian ada ketegasan lagi oleh pak Jokowi yang saya katakan memang karena Komnas HAM berhasil menyakinkan," tambahnya.
Dukungan Politik Pemerintah
Di samping itu, Taufan juga menyebut keberhasilan pengusutan kasus Paniai untuk diusut hingga ke meja persidangan tidak lepas dari pengaruh dorongan politik pemerintah.
"Kemauan politik dari pemerintah dalam hal ini tentu saja presiden sebagai pimpinan tertinggi di pemerintahan kita untuk melakukan proses penegakan hak asasi manusia keadilan kepada korban dalam kasus ham berat," sebutnya.
Meski telah naik ke persidangan, Taufan juga menyoroti agar kasus Paniai ini tidak sama nasibnya dengan tiga perkara pelanggaran HAM Berat sebelumnya yang hasilnya tidak memuaskan. Para pelaku mendapat hak impunitas.
Tercatat selama 20 tahun Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disahkan pada 23 November 2000, hanya tiga kasus yang disidangkan. Kasus yang disidangkan ialah peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Timor Timur, dan peristiwa Abepura 2000.
"Terduga pelakunya kemudian semuanya tidak ada. Atas hak impunitas (pembebasan dari hukuman) kepada pelaku," tuturnya.
Taufan berharap pengadilan bisa berlaku secara independen dan profesional dalam mengadili kasus Paniai. "Nantinya tergantung pengadilan (apakah terbukti atau tidak). Itu otonomi pengadilan, kami tidak bisa mengintervensi. Tapi pengadilan harus betul-betul mengadili sehingga ada keadilan agar pelanggaran HAM tidak terulang," kata Taufan.
Menurutnya, kasus Paniai ini bisa dijadikan sebuah pijakan guna memberi kepastian hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Termasuk memberikan pelajaran agar seluruh pihak harus memperhatikan HAM dalam setiap menjalankan tugas.
"Sehingga orang harus betul-betul harus hati-hati dalam menjalankan tugas kenegaraannya, ketika dia menjalankan tugas. Supaya tidak melakukan tugas pelanggaran HAM berat," tuturnya.
Bangun Kepercayaan Masyarakat
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin menilai penuntasan peristiwa Paniai menjadi modal pemerintah membangun kepercayaan masyarakat, khususnya warga Papua.
“Karena peristiwa untuk Paniai ini juga akan menjadi modalitas pemerintah untuk membangun kepercayaan saudara kita di Papua bahwa kasus pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan di pengadilan dengan adil,” kata Amiruddin.
Bahkan, Amiruddin menilai kasus Paniai jni bisa mencerminkan kualitas tatanan hukum terkait HAM di Indonesia. Selain itu, juga menentukan masa depan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengadilan HAM.
“Jadi ini mesti kita jadikan sebagai pengungkit untuk kasus yang lain karena sampai hari ini semua pihak menunggu,” ucap Amir.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga meminta dukungan semua pihak agar membantu mengawasi dan menelusuri sisi yudikatif terkait kesiapan dan kemampuannya untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.
Menurut Sandra, penanganan perkara dugaan pelanggaran HAM berat masuk ke kategori Pidana Khusus (Pidsus) yang membutuhkan keahlian tersendiri.
“Sehingga ini berharap betul, Hakim yang direkrut memang betul punya passion juga terhadap isu HAM, agar kita bisa menggali lebih dalam persoalan ini,” ucapnya.
Dalam tragedi Paniai, kata Sandra, setidaknya satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pihaknya mensinyalir bakal mengungkap keterlibatan tersangka lain dalam peristiwa tersebut.
“Kalau prosesnya bisa berjalan benar bisa jadi ada lagi tersangka lain, kalau proses berjalan benar. Ini memang yang menjadi tantangan besar,” tutur Sandra.
Satu Tersangka Paniai
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai, Papua pada tahun 2014. Sumedana enggan merinci detail sosok IS. Namun, dia membenarkan bahwa IS adalah seseorang dengan latar belakang TNI.
"Ya (dari TNI)," ucapnya singkat.
Kasus ini berawal dari insiden dugaan pembunuhan dan penganiayaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 2014.
Hal itu terjadi karena diduga tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya sehingga mengakibatkan 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Eks Ketua Komnas HAM mengatakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan isu lima tahunan yang kerap muncul ketika Pemilu.
Baca SelengkapnyaTaufan menilai belum ada jawaban atau penjelasan yang tegas dari capres Prabowo Subianto. Terutama untuk mendorong peradilan HAM atas kejadian masa lalu.
Baca SelengkapnyaLaporkan ‘Tragedi Boyolali’ ke Komnas HAM, TPN Ganjar Mahfud Tuntut Bentuk Tim Independen
Baca SelengkapnyaAktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaAdik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaAktivis Aksi Kamisan ke-836 menyoroti tidak terealisasinya janji-janji keadilan bagi korban pelanggaran HAM selama 10 tahun berkuasa.
Baca SelengkapnyaPemantauan Komnas HAM menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi diduga terima suap Rp88,3 miliar.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka Kepala Basarnas menuai polemik.
Baca SelengkapnyaAsisten Hasto PDIP sebelumnya melaporkan dugaan pelanggaran penyidik KPK ke Dewas dan Komnas HAM.
Baca SelengkapnyaSuarlin menjelaskan ada dua indikator penilaian dalam pemenuhan HAM.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuai polemik.
Baca Selengkapnya