Cerita Mbah Lamong, murid Sunan Giri & sejarah Kadipaten Lamongan
Merdeka.com - Pada zaman Raja Majapahit Raden Wijaya, Lamongan sudah menjadi daerah strategis. Dalam naskah riwayat hari jadi Lamongan, dijelaskan bahwa sudah terdapat jalan purbakala yang menghubungkan pusat kerajaan di Trowulan dengan Kambang Putih (pelabuhan Tuban) yang berada di pesisir utara.
Diduga jalan purbakala tersebut mulai dari Desa Pamotan yang berada di selatan, Garung, Kadungwangi, Sumbersari, Pasarlegi, Ngimbang, Bluluk, Modo, Dradah terus ke utara hingga Gunung Pegat dan berakhir di utara tepatnya di Desa Pucakwangi di Babat. Pada zamannya, jalan purbakala ini ramai dilalui para saudagar, punggawa praja, prajurit hingga rakyat jelata.
Kondisi ini berpengaruh terhadap majunya perkembangan masyarakat di wilayah Lamongan bagian barat ketimbang warga yang hidup di Lamongan bagian timur. Kehidupan teratur masyarakat ini dapat dibuktikan dengan ditemukan banyaknya batu prasasti dan petilasan kuno di sepanjang jalan purbakala ini.
-
Kenapa makam dikunjungi saat Jumat Kliwon? 'Makam ini biasanya dikunjungi orang saat malam Jumat Kliwon. Mereka ‘nyekar’ di sini,' kata salah seorang warga.
-
Bagaimana makam Mbah Lamong menjadi penanda status sosialnya? Makamnya yang memiliki ukuran sangat panjang menjadi penanda status sosial dari seorang Mbah Lamong saat dia masih hidup.
-
Dimana letak makam Mbah Blumbang? Setelah wafat, jenazah Mbah Blumbang dimakamkan di sisi utara kompleks makam Sunan Ampel, tepatnya di depan makam Mbah Sholeh.
-
Kapan makam kuno ditemukan? Para arkeolog menemukan kuburan abad pertengahan saat penggalian di lokasi pembangunan terminal bus di kota tua tepi pantai Sozopol, Bulgaria.
-
Kapan Festival Lampion di Borobudur? Acara ini bisa diikuti oleh masyarakat umum dengan tiket terbatas. Memaknai Festival Lampion Borobudur, Wujudkan Impian dan Panjatkan Harapan di Hari Raya Waisak Hari Raya Waisak adalah hari dimana yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Buddha di seluruh dunia.
-
Dimana makam kuno ditemukan? Arkeolog melakukan proyek penyelidikan arkeologi di daerah Kazimierza Wielka, terletak di selatan negara tersebut.
Terbentuknya Lamongan sebagai kabupaten tidak lepas dari santri kesayangan Sunan Giri II bernama Hadi, pemuda asal Desa Cancing, Ngimbang, Lamongan. Karena kecakapan ilmu agama yang dimiliki, Hadi ini lantas dipercaya untuk menyebarkan ajaran Islam ke barat Kasunanan Giri.
Berbeda dengan delapan wali lainnya, Sunan Giri dan Kasunanan Giri memiliki sistem monarki, sehingga putra dan keturunan Giri bisa menggunakan gelar Sunan Giri.
Dengan perbekalan, pengawalan dan seorang pembantu, Hadi berangkat melaksanakan perintah Sunan Dalem menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan. Rombongan penyebar agama Islam ini berangkat menyusuri Kali Lamong dengan naik perahu.
Perahu yang dinaiki Hadi akhirnya membawanya di sebuah tempat bernama Dukuh Srampoh, Pamotan, sebuah tempat yang berlokasi tidak jauh dari jalan purbakala Majapahit. Rombongan syiar Islam ini lantas melanjutkan perjalanan darat hingga sampai di Puncakwangi, yang sekarang masuk dalam desa di wilayah Babat.
Karena lokasi tersebut dianggap sesuai dengan pesan Sunan Giri, akhirnya Hadi mengabarkan bahwa dirinya sudah berada di tempat 'kali gunting' atau kali yang bercabang dua. Bertemunya hulu sungai-sungai kecil dari Desa Bluluk dan Modo yang mengalir ke hilir kali besar yang sekarang bernama Bengawan Solo.
Kedatangan Islam di daerah ini diterima cukup baik oleh masyarakat. Perkampungan Islam yang dibangun Hadi lambat laun berkembang cukup pesat. Namun di kemudian hari baru diketahui bahwa lokasi ini bukannya tempat dakwah yang dimaksud Sunan Giri II.
Seiring berkembangnya waktu, perjalanan syiar Islam Hadi berlanjut hingga Sunan Giri III. Karena keberhasilan sebelumnya dalam berdakwah, Hadi mendapat pangkat Rangga yang berarti pejabat.
Keberhasilan dan cara dakwah Rangga Hadi dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan, membuatnya dicintai masyarakat. Kemudian warga menyematkan julukan Mbah Lamong lantaran sifat mengasuh dan melayani masyarakat yang benar-benar membekas.
Dalam perkembangannya, wilayah Lamongan menjadi incaran penjajah Portugis yang ingin menguasai pantai utara dan menjajah pulau Jawa. Kemudian Sunan Giri memandang wilayah Lamongan sebagai lokasi strategis namun rawan karena dilalui oleh Bengawan Solo yang mampu dilayari kapal pedagang maupun kapal perang penjajah.
Dengan pertimbangan matang, akhirnya Sunan Giri IV (Sunan Prapen) mengumumkan wilayah kerangga Lamongan ditingkatkan menjadi kadipaten pada tanggal 26 Mei 1569, Rangga Hadi lantas diwisuda menjadi adipati Lamongan pertama yang diberi gelar Tumenggung Surajaya. Rangga Hadi sendiri wafat tahun 1607.
Pusara Rangga Hadi berada di sebelah utara Musala Mbah Lamong yang berada di tengah permukiman penduduk. Terdapat jalan penghubung antara musala dengan makam Rangga Hadi yang berada di bangunan terkunci. Sementara itu di kompleks luarnya juga terdapat sejumlah makam tanpa tulisan di nisan.
Lokasi musala berada di pojok persimpangan antara Gang Kali Lamong dan Gang Kali Wungu, Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan Lamongan, Lamongan, Jawa Timur. Menurut penuturan salah satu warga sekitar, Kayah, makam Mbah Lamong hanya akan dibuka di waktu-waktu tertentu, termasuk saat hari jadi Kota Lamongan yang tanggal penetapannya mengacu pada wisuda Rangga Hadi.
"Memang kalau ramai-ramai ya saat hari ulang tahun Lamongan, Bupati sama pejabat-pejabat suka ke sini," terangnya saat berbincang dengan merdeka.com baru-baru ini.
Hal ini juga dibenarkan oleh Chambali, perangkat desa Kelurahan Tumenggungan yang ditemui merdeka.com terpisah. Menurutnya selain di hari ulang tahun Lamongan, makam Mbah Lamong juga akan dibuka saat malam Jumat.
"Biasanya Mbah Mirsad (juru kunci) ikut membantu peziarah mengantarkan doa untuk Mbah Lamong," terang Chambali saat ditemui di kantor kelurahan.
Makam Mbah Lamong ini memang masuk dalam situs sejarah yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan. Perawatan dilakukan secara berkala dari tahun ke tahun.
"Salah satu (situs yang dirawat) makam Tumenggung Surajaya, bupati Lamongan pertama. Dia disebut Mbah Lamong. Ini di zaman Sunan Giri, santrinya. Dia dari daerah Ngimbang, nyantri di Gresik. Setelah lulus dia menyebarkan ajaran Islam di barat, Lamongan," terang Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan Rudi Gumilar.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaTak hanya soal keindahan alamnya, ternyata Karimunjawa juga punya berbagai peninggalan sejarah.
Baca SelengkapnyaHingga kini, kompleks makam ini jadi salah satu yang dianggap sakral oleh masyarakat
Baca SelengkapnyaTradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap tanggal 7 Sura penanggalan Jawa
Baca SelengkapnyaGanjar dan Mahfud melakukan kampanye di hari ke-46 sama-sama mengunjungi Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaSyekh Maulana Ibrahim Maghribi merupakan pejuang dan penyebar agama Islam di kawasan Gunung Merbabu.
Baca SelengkapnyaBerdirinya Kabupaten Lamongan tak bisa dilepaskan dari sosok Sunan Drajat
Baca SelengkapnyaPemprov Jawa Barat mengumumkan bahwa Ngunjung khas Kabupaten Indramayu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Baca SelengkapnyaSebagian masyarakat yakin makam Sunan Kalijaga ada di Kadilangu Demak, tapi ada juga yang yakin makam sesungguhnya Sunan Kalijaga ada di Tuban.
Baca SelengkapnyaMakamnya banyak dikunjungi orang yang ingin cari jodoh, kekayaan, hingga jabatan
Baca SelengkapnyaSelain disakralkan, makam Syekh Jumadil Qubro di puncak Bukit Turgo juga memiliki panorama alam yang indah. Kini makam tersebut juga sudah dipugar dengan baik.
Baca Selengkapnya