Cerita pahit getir kehidupan ODHA di Indonesia
Merdeka.com - 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Berbagai kisah dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) selalu muncul setiap kali hari tersebut.
Sebab, di Indonesia sendiri tiap tahunnya penderita virus mematikan itu kerap meningkat. Sebagian pengidap HIV/AIDS di Negeri ini merupakan ibu rumah tangga, yang tertular dari suaminya. Mereka tertular karena sang suami hobi 'jajan' di luar dengan PSK.
Selain menderita penyakit, para ODHA juga harus menerima risiko dikucilkan keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Tak jarang mereka diusir karena dianggap bakal menularkan virus tersebut.
-
Kapan Hari AIDS Sedunia diperingati? Setiap 1 Desember selalu diperingati Hari AIDS Sedunia.
-
Kapan Hari AIDS Sedunia dirayakan? Setiap tahunnya, seluruh dunia sejatinya memperingati Hari AIDS Sedunia.
-
Bagaimana HIV/AIDS menular? Virus HIV dapat menular melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, atau ASI.
-
Siapa yang rentan terjangkit HIV? Siapa yang Berkemungkinan Besar Tertular HIV Pada dasarnya, siapapun dapat tertular HIV tanpa memandang usia, jenis kelamin, orientasi seksual, ras, atau keragaman lainnya.
-
Siapa yang paling berisiko terinfeksi HIV? Penularan HIV paling umum terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang terinfeksi, baik itu melalui hubungan vaginal, anal, maupun oral.
-
Siapa yang rentan terkena HIV? Orang dengan AIDS memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami jenis-jenis infeksi berikut ini:Infeksi bakteri: Contohnya seperti pneumonia atau tuberkulosis (TBC) yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas, demam, dan batuk terus-menerus
Lalu bagaimana para ODHA menjalani kehidupan saat menderita penyakit tersebut? Berikut ulasannya:
Delapan tahun hidup dengan HIV, ibu dua anak ini bisa move on
Menyandang status ODHA bukan hal mudah. Apalagi cap masyarakat terhadap penyakit itu sangat negatif. Meski demikian, itu bukan halangan buat melanjutkan hidup. Hal itulah dirasakan oleh Magdalena Diah Utami (38), yang sudah delapan tahun terinfeksi virus menyerang sistem kekebalan tubuh itu."Anak saya yang pertama itu juga positif. Tapi yang nomor dua negatif. Itu membuat saya semakin yakin kalau hidup itu tidak selesai kita terinfeksi HIV. Buktinya anak saya nomor dua bisa negatif, meski ibunya positif," kata Magdalena saat menjadi pembicara dalam sosialisasi peringatan hari AIDS, di kantor Dishub Yogyakarta, Selasa (1/12).Semula, Magda, sapaan akrabnya, tidak tahu jika dia terinfeksi HIV. Hal itu terungkap ketika anak pertamanya mengalami sakit keras hingga diare kronis. Saat dibawa ke rumah sakit, Magda disarankan tes HIV, dan saat itulah dia baru mengetahui kalau mengidap HIV."Saya dan suami saya tes, hasilnya positif. Anak pertama saya juga positif. Saat itu saya sempat bingung, tapi akhirnya saya memberanikan diri untuk cerita ke keluarga," ujar Magda.Selama delapan tahun ini, Magda dan anak pertamanya harus mengonsumsi obat secara rutin guna menghambat perkembangan virus. Sementara sang suami sudah meninggal beberapa waktu lalu."Untungnya keluarga saya juga memberikan suport. Sejauh ini saya bisa menjalani hidup dengan normal seperti sekarang. Saya tidak takut lagi, anak saya juga sudah pintar menjaga diri. Dia tahu makanan bergizi dan tidak sembarangan jajan di sekolah," lanjut Magda.Magda pun meyakini bisa menjadi seseorang yang bermakna bagi orang lain di sekitarnya, meski hidup dengan HIV. Dia berkomitmen memutus mata rantai virus itu."Saya berkomitmen memutus mata rantai ini. Saya sadar saya juga bisa bermakna bagi orang lain. Hidup tidak selesai begitu kita terinfeksi HIV, harus move on, dan sadari kalau hidup kita itu bermakna," tutup Magda.
Pasangan ODHA diusir warga karena urusan kamar mandi
Ketegaran FN (34) boleh dibilang luar biasa dalam menjalani cobaan. Hidupnya diuji oleh HIV/AIDS, yang juga mendatangkan persoalan beruntun. Dia positif mengidap virus mematikan itu sejak 2007 lewat penularan dari suaminya KD (35) yang hobi mentato tubuhnya.Pada situasi terpuruk seperti itu, lingkungan justru memberikan masalah. Dia tidak diterima di lingkungan, karena khawatir penyakit itu akan menyebar ke seluruh warga di lingkungan RT dan RW tempat tinggalnya. Warga pun berniat mengusirnya."Karena memang dulu yang mengusir saya dari kampung itu pak RT, saat di Probolinggo. Saya setelah tahu positif, pulang ke rumah ibu saya di Probolinggo. Waktu itu tidak ada yang tahu, terus kita itu sering dimintai tolong sama Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, untuk mengantar orang HIV/AIDS (ODHA)," kata FN saat ditemui di warung remang-remang di Pasuruan, Senin (1/12) sore.Awalnya waktu itu, seorang PNS terinfeksi di Probolingo, karena belum ada alur kesehatan dan layanannya disuruh mendampingi untuk ke Malang. Orang tersebut sering datang ke rumah FN untuk konsultasi, terutama masalah minum obatnya."Namanya tetangga, di daerah kecil kan sering nguping, akhirnya tetangga depan rumah yang ngomong ke RT dan RW. Dia ngomong kalau saya dan suami punya penyakit kayak gini. Nanti takut keluarganya tertular juga, karena kan selokannya satu aliran, satu jalur sama kamar mandinya. Nanti takut kalau anak-anaknya main di selokan," kisahnya.Akhirnya lingkungan sampai gempar. Pak RT dan RW telepon Dinas Kesehatan. Kendati FN berstatus sebagai dampingan dinas kesehatan tetap warga mengadilinya. Sementara suaminya yang bekerja di luar kota, sengaja tidak diberitahu. Keluarga khawatir akan muncul tindakan nekat dari KD. "Sampai dibawa ke kantor kecamatan untuk disumpah kalau saya tidak akan menyebarkan penyakit saya ke semua orang," ingatnya.Namun masalah belum berarti selesai begitu saja, meski sumpah itu sudah dilakukan. Karena anak sulungnya kesulitan mendapatkan sekolahan. Beberapa sekolah seperti mendapat intervensi untuk tidak menerima putranya, kendati saat itu dokter menyatakan negatif. Saudara-saudara yang semula dekat pun berubah sikap."Sempat anak yang besar tidak bisa sekolah, karena sama Pak RT wanti-wanti agar sekolah menolak, jangan sampai sekolah menerima anak saya. Takutnya nanti tertular juga, akhirnya anak saya tidak bisa sekolah. Saya memutuskan pulang ke rumah mertua di kabupaten. Anak saya sekolahkan di sana," tegasnya."Ada sepupu yang jadi bidan itu tidak mau periksa saya. Ketika itu bahkan saya sedang hamil anak keempat tidak ada yang mau pemeriksa saya, harus ke Malang. Anak imunisasi pun tidak ada yang mau," terangnya berkaca-kaca.FN dan KD pun akhirnya terpanggil untuk menyampaikan pendidikan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat. Karena pemahaman lingkungan yang salah selama ini telah membuatnya menjadi korban. Orang dengan HIV/AIDS tetaplah manusia yang ingin dihargai asasinya.
Bocah 11 tahun idap HIV/AIDS diungsikan keluarga ke asrama
HIV/AIDS tidak pandang bulu untuk menyebarkan virus ke setiap orang. Baik dewasa maupun anak-anak banyak yang terjangkit dari virus tersebut. Anak-anak biasanya tertular dari orangtuanya semasa dalam kandungan. Hal itu menjadi kenyataan pahit anak ketika mengetahui bahwa mereka mengidap HIV/AIDS.Parahnya, saat orangtua mengetahui anaknya mengidap virus mematikan itu malah mengirimnya ke sebuah asrama. Hal itu untuk menghindari penularan yang semakin banyak.Seperti yang dialami oleh Fifi, bocah 11 tahun penderita HIV/AIDS harus terima masa kanak-kanaknya dihabiskan di asrama Rumah Surya Kasih, di Desa Waena, Papua. Fifi diungsikan ke asrama tersebut karena keluarga khawatir virus itu menyebar ke seluruh anggota lainnya. Sehari-hari Fifi pun bermain dengan para ODHA lainnya.Untuk diketahui, Rumah Surya Kasih milik Agustinus Adil yang berada di Papua menampung sejumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Sebagian besar penderita HIV/AIDS yang tinggal di asrama ini karena diusir keluarganya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaKenali apa itu virus oropouche, gejala, dampak, serta cara pencegahan dan penanganan.
Baca SelengkapnyaPermasalahan etnis Rohingnya memilki persoalan dari perdagangan manusia hingga diplomasi.
Baca SelengkapnyaPengungsi Rohingya terus berdatangan ke Indonesia menuai pro dan kontra
Baca SelengkapnyaMasuknya virus flu babi ke Sulut karena ada unsur kelalaian manusia yang membawa ternak babi masuk ke Sulut melalui jalan tikus.
Baca SelengkapnyaSalah satu korban gigitan ulat berbisa di Kampung Cibogo Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, pada bagian tangan kanananya menghitam dan membusuk.
Baca SelengkapnyaDiskriminasi adalah masalah sosial yang dapat memicu perpecahan.
Baca SelengkapnyaDia akan berkunjung ke Aceh untuk melihat langsung kondisi pariwisata.
Baca SelengkapnyaViral Pengungsi Rohingya di Aceh 'Ngelunjak', Menko Muhadjir Ngaku Belum Terima Laporan
Baca Selengkapnya