Cerita Para Pencari Suaka yang Tak Lagi Terbuka
Merdeka.com - Suasana penampungan pengungsi sekaligus pencari suaka di Top Inn Hotel, Jalan Flamboyan Raya, Tanjung Selamat, Medan, tak banyak berubah dibanding dua tahun lalu. Namun, perubahan paling terasa dari sikap penghuninya yang kini dingin pada awak media.
Untuk melakukan peliputan di sana juga tak semudah sebelumnya. "Sekarang nggak bisa macam dulu. Orang Indonesia nggak bisa sembarangan masuk lagi. Begitu perintah IOM dan Imigrasi kepada kami. Kalau mau wawancara harus ada izin," kata Br Sembiring, Manager Hotel Top Inn, Rabu (4/9).
Setelah mendapat izin lisan dari Kepala Rudenim Medan, Victor Manurung, pihak hotel baru mengizinkan wartawan masuk. Di kompleks hotel itu terlihat sejumlah anak bermain di halaman. Seorang di antaranya sedang menyapu.
-
Bagaimana kondisi rumah di permukiman terbengkalai? Rata-rata, rumah di permukiman padat tersebut masih berbentuk utuh, dan tak jauh dari pinggir jalan.Semakin dalam masuk ke dalam gang, beberapa rumah yang awalnya masih layak ditinggali, perlahan-lahan berganti menjadi rumah yang tampak rusak karena tidak terurus lama.
-
Dimana Pengungsi Rohingya di Aceh singgah? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
-
Siapa yang menghuni pemukiman? Analisis genetik pada tulang manusia yang digali menunjukkan hubungan erat antara penduduk pemukiman ini dengan kelompok lain di China selatan dan Asia Tenggara.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Dimana lokasi rumah transmigrasi? Orang-orang yang mengikuti program transmigrasi akan disebarkan ke beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki angka penduduknya yang masih lebih sedikit. Salah satunya di Sulawesi Tenggara tepatnya di Konawe Watutinawu.
-
Bagaimana kondisi Rumah Indosiar saat ini? Kondisi tersebut membuat bangunan ini semakin mirip rumah angker yang ditinggal pemiliknya sedari lama.
Sementara sejumlah ibu langsung masuk ke dalam tempat tinggalnya begitu melihat kedatangan orang asing. Sebagian lagi tak peduli.
Br Sembiring merekomendasikan nama Yunus untuk diwawancarai. Saat ditemui, pemuda itu tampak kebingungan. "Ada izin, dari Imigrasi? Dari IOM?" tanyanya dingin.
Setelah diberi penjelasan bahwa izin sudah diberikan pihak Rudenim, Yunus mengaku belum mandi. Dia berbalik badan masuk ke tempat tinggalnya, lalu menutup pintu. Pintu itu tak kunjung terbuka seperti sebelumnya.
Tak lama berselang, pria dewasa Rohingya lainnya tampak ke luar. Dia mengajak masuk anak perempuannya yang tengah bermain ayunan. Saat diajak wawancara, dia menolak keras.
Hanya seorang perempuan tua dari Pakistan yang tampak antusias saat diajak untuk wawancara. Dia kemudian langsung masuk ke tempat tinggalnya. Tak lama berselang, terdengar suara keras dari dalam.
Perempuan tua itu kemudian keluar sambil menyatukan kedua tangannya mengisyaratkan minta maaf. "Tidak bisa Bahasa, tidak bisa Inggris," ucapnya terbata-bata.
Sambutan dingin para pengungsi ini berbeda jauh dari kondisi beberapa tahun lalu. Saat bertemu kami dua tahun lalu mereka tampak senang diwawancarai.
Saat ditanya mengenai sikap para pengungsi, Br Sembiring mengakui perubahan itu. Menurutnya, para pencari suaka sudah takut tampil di media.
"Mereka bahkan curiga, tampil di media justru membuat mereka lama diberangkatkan ke negara ketiga," jelas Br Sembiring.
Perempuan ini juga bercerita, pada Idul Adha lalu, sejumlah pengungsi Rohingya sempat menolak daging kurban yang diberikan sebuah lembaga. Alasan penolakanya, mereka takut terpublikasi sehingga akan menghambat keberangkatannya ke negara ketiga.
"Mungkin sikap itu karena mereka sudah terlalu lama di sini dan belum diberangkatkan," jelas Br Sembiring.
Sikap berbeda ditunjukkan para pengungsi ini saat demo dekat kantor perwakilan UNHCR, di Jalan Listrik, Medan, baru-baru ini. Saat itu mereka lepas menyampaikan uneg-unegnya. Intinya, mereka berharap segera dikirim ke negara ketiga.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 101 pencari suaka asal Afghanistan, Irak dan Pakistan masih bertahan di gedung tersebut.
Baca SelengkapnyaKondisi kontrakan 1000 pintu yang seram meski di siang hari
Baca SelengkapnyaDi balik keasriannya, ada cerita kelam ketika puluhan rumah dibakar paksa oleh pemberontak. Dari 80 rumah yang ditinggali warga, kini tersisa hanya 10 bangunan.
Baca SelengkapnyaSusananya mencekam, hotel milik Tommy Soeharto ini terbengkai sejak 1997
Baca SelengkapnyaGunawan telah bekerja sebagai penjual di Blok M sejak tahun 2015, awalnya di lantai atas sebelum lantai itu ditutup.
Baca SelengkapnyaViral Pengungsi Rohingya di Aceh 'Ngelunjak', Menko Muhadjir Ngaku Belum Terima Laporan
Baca SelengkapnyaBangunan sekolah hingga deretan rumah-rumah warga kini terpaksa kosong hingga mulai termakan usia.
Baca SelengkapnyaInilah pemandangan rumah Isye Sumarni ketika dilihat dari depan. Yang menarik, rumah ini dikelilingi oleh kebun yang hijau dan asri.
Baca Selengkapnya