Cerita perjuangan pemulung asal Probolinggo pergi haji, nabung dari Rp 3.000
Merdeka.com - Bila niat sudah terpatri maka Kun Fayakun, jadilah maka jadilah!. Tak ada yang tidak mungkin bagi Allah SWT. Seperti Miskat, kakek 70 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung, contohnya.
Tekad kuat Miskat sejak muda untuk berkunjung ke rumah Allah SWT di Tanah Suci Mekkah akhirnya terwujud tahun 2018 ini. Calon Haji (Calhaj) asal Probolinggo inipun akan segera diberangkatkan ke Arab Saudi dari Bandara International Juanda Surabaya di Sidoarjo, Kamis (26/7) sore besok.
Bagi Miskat yang seorang pemulung dengan penghasilan ala kadarnya, bisa pergi haji adalah mimpi. Namun, Allah berkehendak lain. Dari sebuah niat tulus, Allah pun mewujudkan mimpi Miskat.
-
Bagaimana manusia gerobak mencari nafkah? Mereka berkamuflase menjadi manusia silver, manusia kostum atau badut Tak jarang membawa keluarga dengan gerobak atau manusia gerobak, pengemis, pengamen hingga pak ogah
-
Bagaimana Pak Kasimin mendapatkan kebutuhan sehari-hari? Sehari-hari ia beraktivitas sebagai pedagang sayuran. Hasil bumi ia cari di hutan dan hasilnya ia jual ke pengepul. Kalau belanja kebutuhan sehari-hari pun ia harus pergi ke perkampungan terdekat.
-
Bagaimana cara mencari rezeki di pagi hari? Setelah waktu subuh, disarankan untuk tidak tidur.
-
Bagaimana warga Desa Kedung Glatik mencari nafkah? Ia mengatakan, warga setempat menggantungkan perekonomian pada hasil hutan.
-
Apa kegiatan harian Ayah Lesti? Menurut laporan yang dirangkum dari akun Instagram @ayah_kejora, kehidupan sehari-hari Endang penuh dengan kegiatan yang sangat bertolak belakang dengan dunia hiburan yang penuh kilauan. Salah satu potret kehidupan Endang yang menarik perhatian adalah ketika ia terlihat terjun langsung ke sawah, merawat tanaman padi yang telah ia tanam sendiri.
-
Siapa yang mengumpulkan beras? Bupati Banyuwangi saat itu, R. Oesman Soemodinoto, menjadi ketua komite yang mengurus pengumpulan beras dan proses pemberangkatan kapal ke India.
"Alhamdulillah tahun ini bisa berangkat," kata Calhaj yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 28 ini penuh syukur saat ditemui di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), di Sukolilo, Rabu (25/7).
Miskat menceritakan, setiap hari dia mengais rezeki dengan mencari kardus, botol mineral, serta barang-barang bekas lainnya. Berbekal ronjot dan sepeda tuanya, dia berkeliling di lima desa dari pagi hingga sore.
"Hasilnya juga tidak pasti. Kadang Rp 15 ribu, kadang yang bisa Rp 30 ribu. Tidak pasti," kata Miskat lagi.
Uang hasil memulung itu, kata duda cerai ini, tiap hari dikumpulkannya sedikit demi sedikit.
"Kalau dapat uang saya pakai makan di warung. Sekali makan Rp 5 ribu. Saya makan tiap hari, dua kali sehari," kenangnya.
Uang tabungan Miskat itu dikumpulkan dalam lemari kayu miliknya demi satu niat: menuju Baitullah di Tanah Suci Mekkah. "Nabungnya lama. Kalau punya uang kan buat makan, sisanya kadang Rp 3 ribu, kadang Rp 5 ribu saya tabung."
Dari tahun ke tahun, tabungan Miskat itu terkumpul Rp 3 juta di tahun 2010. Lantas dia datang menemui H Saiful, pemilik salah satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Probolinggo untuk menyampaikan niat sucinya.
Dengan bekal uang lusuh Rp 3 juta yang diikat jadi satu dengan gelang karet itu, Miskat pun diantar H Saiful untuk mendaftar haji dana talangan dengan jaminan pemilik KBIH.
Sayang, hingga mendekati satu tahun jatuh tempo pelunasan uang talangan itu, Miskat belum bisa melunasi. "Saya dibantu lagi sama H Saiful. Beliau menjelaskan kalau saya baru bisa melunasi dana talangan itu hingga tiga tahun," ungkap Miskat.
Kemudian empat bulan menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci, Miskat menderita sesak. Diapun tak bisa beraktivitas seperti biasanya. "Tapi saya tak mau menyerah. Saya ingin pergi haji di rumah Allah dan ke makam Rosululloh. Alhamdulillah Allah mengabulkan doa dan niat saya," tandasnya sembari terus mengucap syukur.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kisah Supartono, pemulung dan tukang becak asal Ponorogo yang berangkat haji tahun ini.
Baca SelengkapnyaMbah Suhriyeh mengaku tidak mendapatkan banyak uang. Hanya sekitar Rp30-40 ribu perhari saja.
Baca SelengkapnyaSetiap hari ia menabung seribu rupiah hingga Rp15 ribu.
Baca SelengkapnyaBegini kisah pilu seorang kakek pemulung yang hanya mampu beli makan nasi dan air putih sehari.
Baca SelengkapnyaDua pria yang sudah tak muda ini harus mengangkat kayu puluhan kilo setiap hari hanya untuk mendapatkan bayaran Rp50 ribu.
Baca SelengkapnyaHanya dapat 15 ribu rupiah sehari dan harus nafkahi lima orang anak, perjuangan pria ini bikin haru.
Baca SelengkapnyaPak Beno adalah seorang pengusaha mie di Bantul lulusan SMP yang pernah mengalami jatuh bangunnya kehidupan.
Baca SelengkapnyaMbah Tono sudah 26 tahun menabung untuk berangkat haji
Baca SelengkapnyaMereka memilih untuk berangkat ke Mekkah dengan gowes sepeda.
Baca SelengkapnyaKetiganya menjawab jika mereka membutuhkan waktu kurang lebih 7 bulan di perjalanan.
Baca SelengkapnyaDitinggal istri wafat, pria ini harus mengurus tiga balita seorang diri.
Baca Selengkapnya