Cerita Sita Tyasutami, Bangkit Lagi Usai Depresi Melawan Covid-19
Merdeka.com - Bertarung dengan Covid-19 bukan hal yang mudah. Khususnya melawan stigma negatif ketika nantinya kembali ke masyarakat.
Sita Tyasutami misalnya, tak hanya soal fisik yang diserang virus, namun kondisi psikis juga turut mempengaruhi keadaan yang harus dilaluinya. Terlebih ketika semua mata tertuju padanya setelah ia menyandang status pasien 01 kasus Covid-19 di Indonesia.
Sita merupakan pasien kasus pertama yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Istana Negara pada 2 Maret 2020 silam. Setelah informasi itu disampaikan secara resmi, media massa secara masif menggandakan kabar tersebut.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
-
Siapa Menteri Kesehatan Pertama RI? Presiden Soekarno menunjuk langsung Boentaran sebagai Menteri Kesehatan Pertama RI Kabinet Presidensial. Itu karena Soekarno melihat latar belakang dan kemampuan intelektualnya di bidang kesehatan.
-
Siapa presiden pertama Indonesia? Siapa nama presiden pertama Indonesia?Jawaban: Ir. Soekarno
Dalam kisah yang disampaikan di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Sita mengaku banyak teror dari media massa maupun orang-orang tak dikenalnya melalui jejaring sosial media dan aplikasi chat yang ia miliki. Mereka berlomba menggali lebih jauh tentang apa, kapan dan bagaimana Sita tertular virus SARS-CoV-2 yang berasal dari daratan China tersebut.
Beban pikiran hingga stres semakin menjadi-jadi kala kasusnya mulai banyak disebut di televisi, koran maupun media daring lainnya. Tentunya itu yang membuat diri dan mentalnya semakin ciut.
Usaha penyembuhan yang sudah dilakukan Sita seakan sia-sia, energi sirna, dirinya kembali drop. Hingga akhirnya dia putuskan untuk tidak melihat televisi, tidak bersosial media dan membatasi diri dengan alat perangkat komunikasi lainnya.
Sita mengenang, dia yang awalnya hampir menang melawan Covid-19, mendadak drop kembali karena batinnya tertekan dan merasa depresi. Namun pada suatu ketika Sita mulai menyadari bahwa menghadapi Covid-19 dan status pasien 01 adalah soal dua pilihan, yakni mau berpikir negatif atau positif.
“Kita memiliki dua pilihan. Kita bisa mengambil dan melihat semuanya secara negatif atau melihat semua secara positif,” kata Sita, Sabtu (9/5).
Dia mengakui bahwa pikiran menjadi faktor terbesar dalam upaya penyembuhan dan pemulihan dirinya dari Covid-19. Pikiran yang stres dan depresi dapat melemahkan imunitas yang berdampak pada kerentanan tubuh. Sebaliknya, menurut Sita dengan berpikiran positif, maka tubuh seakan merespon bentuk baik itu sehingga Covid-19 dapat ditaklukan.
“Karena itu kan menurunkan immune system, ya. Jadi, memang akhirnya gejala-gejala yang sudah hilang, kembali lagi,” ungkapnya.
Setelah menyadari hal itu, maka Sita bergegas menggunakan waktu sebaik mungkin ketika melakukan isolasi mandiri dengan kegiatan yang disukai dan menjadi rutinitas sehari-hari.
“Di saat saya bisa (berpikiran) positif dan saya mulai semangat untuk sembuh, saya di dalam isolasi saya melakukan yoga, olahraga sedikit-sedikit, saya menari, saya nyanyi, semua saya lakukan aktif,” jelas Sita.
Dalam kondisinya yang sedang berjuang itu, ia juga mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Banyak yang akhirnya membujuk Sita untuk membuat sebuah kampanye positif kepada orang-orang agar tidak panik dan dapat melakukan upaya pencegahan Covid-19.
Bagi Sita bentuk dukungan itu menjadi penting. Dia tidak bisa terus menerus mengurung diri dan membiarkan stres menguasai dirinya. Lantas, atas saran dari keluarga yang diterima Sita justru berdampak sangat baik. Berangsur-angsur ia mulai bangkit dan menegakkan pemulihan kesehatan.
"Tapi emang kemudian saya bisa ambil positifnya, karena memang dari dukungan keluarga yang bilang, OK, Sita ini sudah terlanjur semua orang tahu kita gunakan ini positive campaign, untuk mengurangi kepanikan di masyarakat. Baru, akhirnya saya bisa mengaktifkan kembali social media saya dan saya ubah mindset saya untuk melakukan hal yang positif terus, gitu bagi keluarga, maupun ya bangsa Indonesia,” ungkap Sita.
Segala upaya dilakukan Sita demi menang melawan virus yang dia dapatkan dari kasus impor atau imported case. Dengan selalu berpikiran positif dan semangat yang tinggi serta dukungan dari orang-orang terdekat, akhirnya Sita mampu menaklukan virus yang menginfeksi tubuhnya.
Bagi Sita, terinfeksi virus Corona jenis baru itu tentunya bukan harapan bagi dirinya dan setiap orang. Terpapar Covid-19 juga bukanlah sebuah aib. Semua itu bukan pilihan bagi semua orang. Namun yang perlu dipahami adalah virus SARS-CoV-2 ini tidak memandang siapapun. Setiap orang berpotensi tertular.
Oleh sebab itu, Sita berharap agar semua orang dapat bergotong royong untuk memutus rantai penularan Covid-19 dengan tetap di rumah saja dan menjalankan anjuran pemerintah, menerapkan protokol kesehatan dan selalu berpikiran positif.
“Ini saatnya kita kembali gotong royong dari rumah masing-masing untuk sama-sama memutus rantai penyebaran virus Covid-19,” tutup dia.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terawan sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan periode 23 Oktober 2019 hingga 23 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaPasien mengembuskan napas terakhir di RS Embung Fatimah pada 18 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaKehadiran Luhut menjadi kejutan tersendiri lantaran kondisinya yang tengah sakit dan harus menjalani perawatan di Singapura
Baca SelengkapnyaDia menjelaskan, alasan dirinya dirawat di Singapura. Luhut mengaku awalnya dia dirawat di RS Medistra dan RSPAD Gatot Subroto.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaSudah hampir sebulan Menko Luhut dirawat di Singapura,
Baca SelengkapnyaTerawan Agus Putranto menjadi Penasihat Khusus Presiden di bidang kesehatan
Baca SelengkapnyaJokowi bersyukur pemerintah bisa mengelola ekonomi pasca pandemi dan kembali normal dalam waktu yang sangat cepat.
Baca SelengkapnyaPetugas kesehatan masih mencari informasi pasti kronologi meninggalnya Kamaluddin.
Baca SelengkapnyaSebelum dibawa ke Rumah Sakit Borromeus Bandung, Atalia menemani RK mendaftar sebagai calon gubernur Jakarta.
Baca Selengkapnya