Cerita tukang ojek jadi korban salah tangkap hingga anak meninggal
Merdeka.com - Potret buruk penegakan hukum di Indonesia ternyata masih terus berlangsung. Lagi-lagi korbannya adalah rakyat kecil yang harus menanggung derita seumur hidup.
Adalah Dedi (34) seorang tukang ojek yang ditangkap, dipukuli dan divonis bersalah atas kasus penganiayaan yang tidak pernah dia lakukan. Beruntung Hakim di tingkat banding memberikannya keadilan. Setelah 10 bulan mendekam di tahanan, Dedi akhirnya dinyatakan tidak bersalah.
Namun nasi sudah menjadi bubur. Dedi yang tidak pernah melakukan tindakan yang dituduhkan itu mengalami penganiayaan, menjalani hukuman bahkan buah hatinya yang masih berusia 3 tahun juga meninggal karena gizi buruk. Ditinggal sang Bapak dipenjara, membuat keluarga Dedi sangat papa.
-
Bagaimana pelaku ditangkap? Pelaku ditangkap di tempat dan waktu berbeda. Pelaku LL warga Kelurahan Kefamenanu Selatan ditangkap di Weain, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka pada Selasa (18/10) kemarin.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Siapa yang ditangkap? Personel Brimob menangkap pria berinisial I, P, G yang diduga sebagai pemakai dan WA sebagai bandar dan perempuan N sebagai pemakai pada Rabu (19/6) dini hari.
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
Lalu kepada siapa Dedi harus mengadu akan nasib malang yang menimpanya ini? Berikut nestapa Dedi, tukang ojek korban salah tangkap yang harus kehilangan buah hatinya saat dibui:
Bermula dari cekcok sopir angkot karena rebutan penumpang
Nasib tragis yang menimpa Dedi bermula dari cekcok antara 7 orang temannya, dengan seorang sopir mikrolet bernama M Ronal, di kawasan Pusat Grosir Cililitan pada 18 September 2014 silam.
Saat itu, 7 orang teman Dedi yang terdiri dari Mandala, Pulungan, Culep, Erik, KW, Maksi dan Opik, mengeroyok M Ronal yang terlibat cekcok dengan Pulungan, karena rebutan penumpang. Hingga akhirnya, sopir angkot tersebut tewas setelah pengeroyokan.Seminggu kemudian atau tepatnya tanggal 26 September 2014, saat rekan-rekannya melarikan diri dan masih menjadi buronan hingga saat ini, Dedi justru yang ditangkap polisi dan ditahan di Polres Jakarta Timur.Setelah menjalani proses penyidikan, Dedi pun akhirnya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jaktim sejak Desember 2014. Hingga pada April 2015, dalam dakwaannya majelis hakim yang diketuai hakim Rukman Hadi, SH.,MSi, memvonis Dedi dengan pasal 170 KUHP, tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian.Putusan bernomor 1204/PID.B/2014/PN.JKT.TIM Tahun 2015 tersebut, memvonis Dedi bersalah dan harus menerima masa hukumannya selama 2 tahun penjara.
Dedi disiksa polisi disuruh mengakui penganiayaan
Dedi (34), seorang tukang ojek tak pernah menyangka bakal merasakan jeruji besi selama hidupnya. Dia menjadi korban salah tangkap karena diduga ikut dalam sebuah pertikaian.Padahal, dia tak pernah mengerti atas kasus yang dituduhkan padanya. Kepada merdeka.com, Dedi menceritakan awal mula cerita pahit yang terjadi lebih mulai 10 bulan lalu.Saat itu dia sedang mangkal di kawasan Mal Pusat Grosir Cililitan (PGC), tiba-tiba saja didatangi kepolisian dan ditanya soal pengeroyokan terhadap sopir mikrolet bernama M Ronal, di kawasan Pusat Grosir Cililitan pada 18 September 2014 silam."Saat dibawa pakai mobil dari PGC, saya sempat dipukuli beberapa kali. Namun, saya tetap keras tak mengaku karena bukan saya yang melakukannya," kata Dedi, saat ditemui di rumah mertuanya di Jalan J Buntu, Kebon Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu (1/8).Dedi menerangkan, tindakan kekerasan yang dialami berlanjut saat dia memberikan keterangan untuk dibuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di Polres Metro Jakarta Timur. Saat dimintai keterangan, ia menyatakan dalam keadaan tangan terborgol.Saat itu, seorang penyidik kepolisian terus memaksanya untuk mengaku. Kata dia, penyidik kemudian menekan dan menendang kakinya dengan keras."Sakitnya luar biasa, apa boleh buat akhirnya memilih untuk mengakuinya saja," terangnya.Dalam BAP, dia sempat meminta saksi dan bukti yang menguatkan dirinya sebagai pelaku pengeroyokan di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta Timur, kepada pihak kepolisian. Namun, penyidik menutupi dan enggan memberi tahu Dedi."Ntar saja barang buktinya saat di pengadilan," kata dia, menirukan perkataan salah seorang penyidik.
Istri Dedi terpaksa jadi tukang ojek untuk makan
Nurochmah (24) istri dari, Dedi (34) terpaksa harus bekerja menjadi tukang ojek di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, menggantikan suaminya. Hal itu, dikerjakan Nurochmah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya lantaran suaminya harus mendekam di lembaga pemasyarakatan (LP) Cipinang.Nurochmah menjelaskan, sebelum memulai pekerjaannya dia lebih dulu mengurus anak semata wayangnya, Muhammad Ibrahim atau biasa disapa Baim (3). Sekitar pukul 10.00 WIB, dia bergegas ke PGC sementara Baim dititipkan di rumah orang tuanya di Jalan J. Buntu Nomor 27 RT 02/12, Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan."Kerja sampai jam 4 sore. Tapi kalau anak membutuhkan kehadiran saya, saya pulang ke rumah lebih cepat," kata dia saat ditemui di rumahnya oleh merdeka.com, Sabtu (1/8).Dia mengaku awalnya merasa canggung menjadi seorang tukang ojek mengingat pekerjaan ini lebih didominasi pria. Namun, demi memenuhi kebutuhan anak dan sua mi sekalipun pekerjaan itu dinilai cukup berat dan melelahkan.Dalam sehari, penghasilan yang didapat dia tidak besar. Meski begitu, Nurochmah merasa bersyukur penghasilan yang didapatnya bisa memenuhi kebutuhan keluarga."Biasanya dapat sekitar, 30 ribu sampai 40 ribu atau lebih. Tergantung penumpang, nanti uangnya setengah untuk anak, setengah lagi untuk suami," ungkapnya.Nurochmah menuturkan penghasilan yang didapat dibelikan makan dan obat anaknya. Sedangkan sisa uang itu diberikan untuk suaminya saat berada di rutan."Seminggu sekali, kita bawa beras dan sambal goreng setengah kilo dengan kerupuk. Karena punya uang sedikit, kita hanya bisa memberikan itu. Kasihan dipenjara makannya kurang enak," pungkasnya.
Anak Dedi meninggal karena kangen Bapaknya
Setelah dibui meski tak melakukan tuduhan yang dialamatkan padanya, Dedi juga harus kehilangan buah hatinya saat mendekam di Rumah Tahanan (rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Dedi menyebut kesehatan anaknya, Muhammad Ibrahim atau Baim (3), setelah dirinya ditahan terus menurun.Baim bahkan sempat jatuh sakit lantaran rindu ingin bertemu dengannya. Baim sama sekali tak mau makan bila tak diberikan langsung pada sang ayah.Akibatnya, beberapa hari kemudian dia dirujuk ke rumah sakit karena mengidap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).Setelah keluar dari rumah sakit, kondisi Baim bukannya membaik malah makin memburuk. Dia kembali dirujuk ke rumah sakit karena mengalami kekurangan gizi. Dia mengatakan saat sakit anaknya tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya."Semenjak sakit, ia makin kurus. Bahkan untuk berdiri saja sulit, dia selalu terjatuh. Padahal kita rutin memberikannya dia makan," terang Dedi di Jalan Kebon Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu (1/8).Sebelum ditangkap, menurut dia, Baim selalu ceria dan sering menemaninya beraktivitas. Bahkan, sang istri, Nurochmah, mengakui anaknya memang lebih dekat dengan Dedi ketimbang dirinya."Soalnya ayahnya yang kasih makan, mandiin dia, ngajak main dan tidur bareng. Serta keliling naik motor. Dia sakit karena kangen sama ayah," terangnya.Menurut Nurrochmah, selama di penjara, Dedi hanya bisa mengetahui kondisi Baim lewat telepon. Dedi juga sempat memberikan mainan perahu yang dibuatnya selama di rutan.Singkat cerita, setelah ditahan selama tiga bulan tepatnya 25 Januari lalu, dia mendapat berita duka. Baim dikabarkan meninggalkan dunia tepat di hari ulang tahunnya yang ketiga.
Melihat jenazah anak sebelum dikubur pun tak diizinkan
Mendengar berita putra yang dia sayangin meninggal dunia,Dedi mengaku berusaha datang sebelum anaknya dimakamkan. Keluarga dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga berusaha meminta penangguhan penahanan untuk Dedi.Sayangnya, pihak kepolisan dan pengadilan tak memberikan izin. Lantaran satu hari berikutnya, ia mesti menjalani proses persidangan. Dedi pun hanya mampu menangis sedih di rutan tanpa melihat langsung anaknya pergi."Makanya, ia baru bisa liat setelah dikubur, kita berdua sangat sedih. Sudah minta surat ke RT,RW dan berbagai tempat tapi tidak dikabulkan," kata Dedi meratap.
Dedi akan tuntut pihak kepolisian
Kamis (30/7) kemarin, Dedi akhirnya dibebaskan setelah Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan dirinya tidak bersalah. Hari itu, dia menghirup udara bebas setelah lebih kurang 10 bulan mendekam di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, atas kesalahan yang tak pernah dilakukan.Tak terima dengan ketidakadilan yang dia terima, Dedi didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akan menuntut balik polisi yang melakukan kelalaian tersebut."Rencana kita akan nuntut balik ke kepolisian. Saya sudah menghubungi dan koordinasi dengan Pak Romi (pengacara) setelah 2 minggu ini. Kata dia semuanya sudah beres. Jadi, saya lagi nunggu kabar lanjutannya bagaimana," terang Dedi saat berbincang dengan merdeka.com, saat ditemui di Jalan J Buntu, Kebon Baru Jakarta Selatan, Sabtu (1/8).Penuntutan balik dilakukan lantaran Dedi menemukan banyak kejanggalan dalam proses penangkapan dan penahannya.Pertama, dia dikenai pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Menurutnya, polisi seharusnya menangkap pihak lain yang juga terlibat."Masa saya doang yang ditangkap. Teman-teman di rutan Polres dan Cipinang juga merasa aneh, harusnya saya bebas. Dan juga sampai saya bebas sekarang, tak ada pelaku yang ditangkap," kata dia.Kedua, dalam penangkapan Dedi di Pusat Grosir Cililitan (PGC) pada 18 September 2014 silam tanpa dilengkapi surat penangkapan."Ada tiga orang berbaju preman langsung menangkap saya, tapi mereka tidak bisa menunjukkan surat penangkapan, katanya nanti saja dikasihnya," terangnya.Ketiga, pihak penyidik tidak memberitahukan barang bukti dan saksi yang melibatkan Dedi dalam kasus pengeroyokan tersebut. Lantaran, menurut Dedi, pihak penyidik akan membeberkannya saat pengadilan nanti.Kemudian, dalam proses peradilan, Dedi mengaku tak mengenal saksi yang diajukan jaksa penuntut umum."Ada saksinya namanya Bowo, orangnya gondrong. Dia orang yang berprofesi sebagai crew film, dia ikut pamannya ngenek mobil, dia mengaku sempat ada di tempat kejadian. Tapi, sudah lama kerja di sana, saya tidak pernah melihatnya," ungkapnya.Keempat, ia mengakui saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP) tak didampingi seorang pengacara. Kata dia, pihak kepolisian mengaku telah menyediakan pengacara khusus dari Polres Jakarta Timur.Namun tentu yang paling menyakitkan dari semua itu, Dedi harus kehilangan anak semata wayangnya Baim. Baim meninggal karena rindu sang ayah dan kesehatannya semakin turun karena tak mau makan.Lalu kepada siapa Dedi harus mengadu karena kehilangan buah hatinya itu?
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tetesan keringat dibalas tetesan air mata, hal itu yang dirasakan oleh seorang driver ojek online (ojol) saat mendapati anaknya ditangkap polisi karena tawuran.
Baca SelengkapnyaSeorang perempuan menjadi korban kekerasan seorang pengemudi ojek online (Ojol) di Bali. Peristiwa itu viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaAksi seorang bocah yang menghalangi seorang driver ojek online yang melintas di jalur sepeda viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaPelaku sehari-hari berprofesi sebagai petugas keamanan telah diamankan kepolisian.
Baca SelengkapnyaBocah yang viral itu sempat melaporkan ojol dengan dugaan kekerasan pada anak
Baca SelengkapnyaKapolsek Metro Tanah Abang, AKBP Aditya Simanggara menyebut, pihaknya telah mengantongi identitas driver ojol tersebut.
Baca SelengkapnyaUsman kini ditahan oleh Polres Metro Jakarta Utara.
Baca SelengkapnyaPropam Polda Jawa Tengah telah memeriksa anggota yang diduga melakukan pelanggaran.
Baca SelengkapnyaPengemudi ojol sempat menanyakan surat tugas penarikan kendaraan kepada salah satu debt collector.
Baca SelengkapnyaPolisi sudah menangkap ayah kandung korban inisial BI (44).
Baca SelengkapnyaSaat itu korban baru saja mengambil orderan di warung Reachess. Ketika keluar, korban ditagih uang parkir.
Baca SelengkapnyaMobil milik korban dibawa kabur pelaku pembunuhan.
Baca Selengkapnya