Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cinta Tanah Air Abu Bakar Ba'asyir Tak Harus Diikat Lewat Secarik Kertas

Cinta Tanah Air Abu Bakar Ba'asyir Tak Harus Diikat Lewat Secarik Kertas Yusril bertemu Abubakar Baasyir. ©Istimewa

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Namun, keputusan yang didasari pertimbangan kemanusiaan itu tidak serta merta berjalan mulus.

Abu Bakar Ba'asyir menolak menandatangani sebuah dokumen yang disodorkan sesuai prosedur Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM. Isinya ada sejumlah poin pernyataan yang harus diamini lewat tanda tangan.

Antara lain, pertama, Abu Bakar Ba'asyir diminta mengakui kesalahannya. Kedua, menyesali perbuatan pidana itu dan tidak mengulangi lagi. Kemudian ketiga, pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila.

Kuasa Hukum Ba'asyir, Mahendra Datta menyampaikan, poin-poin tersebut memicu keberatan Abu Bakar Ba'asyir. Terlebih soal pengakuan tindak pidana yang dilakukan.

"Yang jelas, yang tidak mau ditandatangani adalah janji tidak akan melakukan tindak pidananya lagi. Ustaz seumur-umur sampai meninggal katakanlah, sampai di penjara, nggak mau dikatakan telah melakukan tindak pidana. Apalagi lagi, artinya kan telah melakukan," tutur Mahendra Datta di Kantornya, Jalan Raya Fatmawati ,Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin (21/1),

Hingga saat ini, Abu Bakar Ba'asyir menampik terlibat dalam aksi bom dan terorisme yang terjadi di Indonesia. Dia menegaskan bukanlah aktor perencana dan penyandang dana latihan militer di Aceh dan Cijantung, tidak terkait dengan bom Bali, hingga bom Marriot.

"Beliau tidak tahu kalau latihan militer kesiapan untuk para muhajid yang ingin berangkat ke Palestina. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," jelas dia.

Termasuk surat tertulis setia kepada NKRI dan Pancasila. Menurut Ba'asyir, Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Untuk itu, kenapa tidak disebutkan Islam saja dalam dokumen tersebut.

"Pembicaraannya gini (dengan Yusril). Ustaz kalau gini kok nggak mau tandatangan, kalau Pancasila itu sama dengan bela Islam. Loh kalau gitu sama dengan Pancasila, kenapa saya nggak bela Islam, kan sama saja. Jadi belum sampai ke argumen yang meyakinkan ustaz," kata Mahendra.

Kesetiaan Abu Bakar Ba'asyir terhadap NKRI tidak perlu diragukan, apalagi sampai harus diikat lewat secarik kertas. Bagi Mahendra, jelas perjuangan dakwah yang dilakukan Ba'asyir selama ini adalah demi kemaslahatan bangsa.

Senada dengan itu, kuasa hukum lainnya, Achmad Michdan mengatakan bahwa Abu Bakar Ba'asyir sangat mencintai negaranya. Tapi memang kalau soal ideologi, sudah sangat mengakar dalam dirinya bahwa tidak ada aturan yang paling tepat ditegakkan di muka bumi selain hukum Islam.

Dia membenarkan bahwa hingga saat ini pandangan Abu Bakar Ba'asyir soal kenegaraan tidak berubah. Indonesia diharapkan dapat menerapkan aturan Islam.

"Saya pikir ustaz ini lebih pada kecintaannya lebih ke Islam. Dia memang agak prinsip soal keislaman itu. Beliau memang menginginkan bagaimana negara ini diatur secara Islam, itu benar. Tapi kalau sepanjang dilakukan secara konstitusional, saya pikir nggak ada masalah," beber Michdan.

Dakwah Abu Bakar Ba'asyir selama ini memang menyuarakan soal hukum Islam. Untuk itu, demi kemaslahatan Indonesia, maka aturan tersebut dinilainya harus diterapkan.

"Jadi kalau mau bagaimana mengatur negara ini dengan baik, berguna bangsa dan negara, maka aturlah secara Islam," ujarnya.

Abu Bakar Ba'asyir sendiri mengutuk keras setiap aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Dalam menjalankan ideologinya, dia menyatakan tidak akan menggunakan aksi semacam teror, apalagi serangan bom.

"Beliau nggak suka kekerasan," terang Michdan.

Tim penasihat hukum Abu Bakar Ba'asyir meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak muluk-muluk jika memang ingin membebaskan kliennya. Sebagai seorang kepala negara, prosedur tanda tangan dokumen sesuai Permen Hukum dan HAM sebenarnya bisa dikesampingkan olehnya.

Lebih lanjut, mereka menyarankan untuk mengambil Rabu 23 Januari 2019 sebagai hari pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Intinya, pekan ini kliennya mesti keluar dari jeruji besi.

"Harus selesai minggu ini. Kalau tidak selesai, kami dengan sangat menyesal akan bersikap lain," kata kuasa hukum Ba'asyir, Mahendra Datta.

Menko Polhukam Wiranto menyebut, Presiden Jokowi tidak akan terburu-buru mengambil keputusan terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

"Presiden kan tidak boleh grusa-grusu. Tidak serta merta ya membuat keputusan. Tapi perlu pertimbangan dari aspek-aspek lainnya," ucap Wiranto di kantornya, Jakarta.

Jokowi telah memerintahkan kembali para pejabatnya untuk melakukan kajian mendalam guna merespons polemik yang terjadi dan mulai jadi perbincangan masyarakat.

"Jangan sampai ada satu spekulasi-spekulasi lain berhubungan dengan Abu Bakar Ba'asyir yang masih di dalam tahanan itu. Sekarang banyak sekali perkembangan informasi yang saat ini muncul dari beberapa pihak, dan ini penjelasan resmi dari saya, mewakili pemerintah," kata Wiranto.

Polri sendiri memastikan akan memonitor atau mengawasi Ba'asyir setelah bebas nanti sama seperti terhadap mantan napi teroris lainnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya belum menerima keterangan resmi dari pemerintah dalam hal ini Derektorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

"Tapi pada prinsipnya, dari kepolisian akan melakukan monitoring. Kalau misalnya beliau ABB kembali ke Solo, ya nanti tugasnya Polresta Solo sama Polda Jateng yang akan melaksanakan monitoring tersebut," ujar Dedi di Mabes Polri.

Bukan hanya terhadap eks napi terorisme, Polri juga terus mengawasi sel-sel tidur kelompok teroris. Polri telah memiliki data orang-orang yang ada dalam jaringan kelompok teroris, termasuk simpatisannya.

"Apalagi sudah ada UU Nomor 5 Tahun 2018. Jadi kerja Satgas yang ada di Polda-polda itu jauh lebih efektif sekarang ini," tuturnya.

Pengawasan terhadap eks napi teroris juga dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama stakeholder terkait. Pemerintah juga bekerjasama dengan tokoh agama dan masyarakat dalam rangka program deradikalisasi.

Paralel dengan itu, Polri terus melakukan pengawasan untuk mengantisipasi penyebaran paham radikal.

"Setiap pergerakan-pergerakan sekecil apapun yang mencurigakan, dari Satgas itu akan melakukan mitigasi secara maksimal agar tak terjadi aksi," kata Dedi.

Reporter: Nanda PerdanaSumber : Liputan6.com

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Abu Bakar Ba'asyir Kirim Surat untuk Ganjar Pranowo
Abu Bakar Ba'asyir Kirim Surat untuk Ganjar Pranowo

Ba'asyir mengakui jika banyak pertentangan dari non-muslim, namun dirinya tidak mempermasalahkannya.

Baca Selengkapnya
Abu Bakar Basyir Dukung AMIN, Jubir Timnas: Siapapun Berhak, Jangan Dihubungkan Radikal
Abu Bakar Basyir Dukung AMIN, Jubir Timnas: Siapapun Berhak, Jangan Dihubungkan Radikal

Menurut Ramli, capres dan cawapres yang mendapatkan dukungan tidak bisa menolak dukungan yang diberikan elemen masyarakat manapun.

Baca Selengkapnya
Jawab Kritik 'Mahkamah Keluarga', Ketua MK Anwar Usman Malah Ceritakan Kisah Nabi Muhammad
Jawab Kritik 'Mahkamah Keluarga', Ketua MK Anwar Usman Malah Ceritakan Kisah Nabi Muhammad

Ketua MK Anwar Usman menjawab opini publik tentang istilah 'Mahkamah Keluarga'.

Baca Selengkapnya
Profil Abu Bakar Ba'asyir, Pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki yang Dukung Anies-Muhaimin di Pilpres
Profil Abu Bakar Ba'asyir, Pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki yang Dukung Anies-Muhaimin di Pilpres

Keputusan mendukung Anies-Muhaimin merupakan hasil renungan Ba'asyir dari informasi didapatkannya selama ini.

Baca Selengkapnya
Belajar dari Kisah Meurah Pupok, Dihukum Mati oleh Ayahnya Demi Keadilan
Belajar dari Kisah Meurah Pupok, Dihukum Mati oleh Ayahnya Demi Keadilan

Menggunakan tangannya sendiri, Sultan Iskandar Muda mengambil keputusan tegas memberikan hukuman mati kepada anaknya karena telah melanggar hukum.

Baca Selengkapnya