Curhat Buni Yani ke Fadli Zon menjelang vonis
Merdeka.com - Terdakwa kasus pelanggaran Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Buni Yani menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11) kemarin. Kedatangannya itu guna mengadukan kejanggalan proses hukum kasusnya kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Buni Yani sebelumnya dituntut jaksa pidana dua tahun penjara. Sidang putusan vonis akan dibacakan, Selasa (14/11).
Banyak hal yang diceritakan Buni Yani kepada Fadli Zon dalam pertemuan itu. Salah satunya mengenai seluruh pekerjaan seperti riset dan kegiatan akademik lainnya terhenti karena harus mengikuti proses hukum atas kasusnya.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang pernah menanyakan keputusan Fany? 'Apa kamu enggak salah pilih?'' ujar Fany dalam tayangan Rumpi, diunggah melalui kanal YouTube Trans TV Official.
-
Siapa saksi dalam praperadilan Firli Bahuri? Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dihadirkan sebagai saksi dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
-
Kenapa Bayu Firlen dituntut? Bayu Firlen tersangka kasus penyebaran video porno Rebecca Klopper dituntut 4 tahun penjara dan denda 1 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan video yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Apa tuntutan terhadap Ammar Zoni? Jaksa Penuntut Umum menyampaikan tuntutannya, yang mengusulkan agar Ammar dihukum penjara selama dua belas tahun dan dikenakan denda sebesar Rp 2 miliar.
"Ini sudah lebih dari setahun kasus saya sangat membebani. Enggak bisa apa-apa, riset doktoral saya harus berhenti. Padahal saya lagi riset. Terakhir saya ke Seoul, Bangkok, semua riset-riset," kata Buni di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11).
Buni menyayangkan, kasusnya dikait-kaitkan dengan kepentingan politik. Dia membantah tuduhan telah melakukan ujaran kebencian terkait video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang membicarakan surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu.
Dia menegaskan tidak mungkin menyebarkan ujaran kebencian terkait Ahok. Buni bercerita, dirinya terlahir dari keluarga dan lingkungan yang sangat plural.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat plural. Kakek saya haji, saya punya saudara, menikah sama orang Hindu di Lombok. Pindah ke agama Hindu. Sepupu ibu saya menikah sama orang Manado, kemudian pindah ke agama Kristen. Tapi kalau ada acara besar semua datang ke rumah. Kita sangat plural," tegas dia.
Tak hanya di lingkungan keluarga, Buni mengaku menjadi minoritas saat kuliah S1 di Bali, S2 di Amerika Serikat hingga melakukan penelitian di Belanda dan Filipina.
"Lalu saya kuliah ke Bali S1 di sana, masuk sastra inggris 5,5 tahun saya jadi minoritas di sana. Terus saya dapat beasiswa ke Amerika, juga yang kasih beasiswa orang agama lain. Saya jadi minoritas di sana. Lalu dapat penelitian PhD di Belanda, saya jadi minoritas lagi di sana. Penelitian 4 bulan di Manila untuk penelitian saya," ujarnya.
Oleh karena itu, dia melakukan ujaran kebencian terkait isu SARA dan Ahok. Tuduhan dan dakwaan tersebut, kata dia, merupakan bentuk kriminalisasi yang tidak berdasar.
Soal pemotongan video pidato Ahok, Buni Yani menyebut dirinya hanya mengunggah video dari akun media NKRI di akun facebook. Dia berujar tidak mentranskrip isi pidato Ahok dan hanya mengajak netizen berdiskusi mengenai isi video tersebut lewat akun facebook pribadinya.
Atas dasar itu, Buni menganggap tak ada unsur pidana terkait tindakannya tersebut. Hal itu dikuatkan dengan keterangan dari ahli bahasa dan ahli hukum bahwa tidak ada ujaran kebencian atas tulisannya mengenai video pidato Ahok di akun facebooknya.
"Saya sudah biasa menulis. Ini enggak ada kaitannya dengan hukum pidana bahwa orang mengutip lalu ada yang hilang. Pakai tanda kurung itu hal biasa. Tidak bisa dibawa ke pidana. Ahli bahasa lebih pinter dari saya mengatakan tidak bisa dibawa ke pidana," tambahnya.
Sementara kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian mengatakan, pihaknya berencana mengadukan kejanggalan proses hukum kliennya tersebut kepada Fadli. Aldwin menduga proses hukum perkara Buni Yani merupakan pesanan dan kental kepentingan pihak tertentu. Hal itu terlihat dari vonis hakim yang menyebut Buni melanggar Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Padahal, menurut Aldwin, seluruh saksi dan ahli yang diperiksa di tingkat penyidikan. Sehingga dia menilai kasus Buni Yani hanya terkait pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 Undang-undang ITE Nomor 11 tahun 2008.
"Beliau kapasitasnya sebagai pimpinan DPR, beliau harus mengetahui penegakan hukum kami mengundang kita ceritakan dari awal proses penegakan hukum masih lemah," kata Aldwin di lokasi, Kamis (2/11).
"Orang mencari keadilan ini berliku dipengaruhi banyak variable. Padahal dalam pidana itu enggak boleh dipengaruhi variable, variable itu apa seperti kepentingan politik, tekanan," sambung Aldwin.
Dia menegaskan kliennya tidak melakukan pemotongan video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, saat berpidato di Kepulauan Seribu. Hal tersebut diklaim juga diamini oleh Bareskrim Mabes Polri yang menyebut video tersebut utuh.
Pihaknya menyebut jika masalah ini tidak diselesaikan maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Untuk itu, Aldwin menuturkan, akan mengundang Fadli dalam persidangan vonis kasus Buni Yani pada 14 November 2017 di PN Bandung, Jawa Barat.
"Maka jadi preseden buruk warga negara dalam menyampaikan kebebasan berpendapat atau rekan media yang menyampaikan berita. Coba lihat statement Buni Yani yang sangat sopan, jauh dengan hate speech," tandasnya.
Setelah pertemuan, Fadli Zon mengatakan, akan berusaha hadir dalam sidang vonis tanggal 14 November tersebut. Menurut dia, vonis sidang itu akan menjadi momentum apakah keadilan akan hadir atau justru sebaliknya.
"Mudah-mudahan apa yang Saudara-saudara harapkan bisa menjadi kenyataan pada tanggal 14 November pada saat yang akan datang itu," tuturnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Fatia 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 ribu subsider 3 bulan penjara
Baca SelengkapnyaAmmar Zoni tak bisa hadir di persidangan, jadi dia memilih mengikuti sidang dari Rutan Salemba melalui zoom.
Baca SelengkapnyaMario Dandy dijatuhi hukuman dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Baca SelengkapnyaAmmar Zoni dituntut penjara 12 tahun dan denda Rp 2 miliar. Ammar Zoni yang hanya bisa terdiam.
Baca SelengkapnyaUsai pembacaan tuntutan, pendukung Haris Azhar maupun Fathia berteriak gaduh.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim dijadwalkan membacakan vonis terhadap Rafael Alun Trisambodo dalam perkara gratifikasi dan TPPU di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/1).
Baca SelengkapnyaVonis Mario Dandy akan digelar pada Kamis, 7 September 2023.
Baca SelengkapnyaMario Dandy memutuskan mengajukan banding terhadap vonis diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Baca SelengkapnyaKeluarga terdakwa menilai putusan hakim sangat tidak adil dan akan menempuh upaya banding.
Baca SelengkapnyaJaksa meyakini Haris bersalah dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan
Baca SelengkapnyaMario dituntut penjara selama 12 tahun atas kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora.
Baca SelengkapnyaKubu Haris mendebat soal waktu pemeriksaan dirinya dan Fatia sebagai terdakwa.
Baca Selengkapnya