Curhat SBY di depan netizen soal kegetiran pemberantasan korupsi
Merdeka.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar kumpul bareng dengan netizen di Multi Funtion Rafless Hill di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Sabtu (20/2) kemarin. SBY mengajak netizen berdiskusi masalah revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden RI-6 ini meminta masukan dari 'peselancar dunia maya' untuk menyikapi rencana revisi UU KPK yang hingga kini terus menimbulkan polemik.
"Ini semua netizen sudah mewakili biasa berselancar di dunia maya. Bagaimana pandangan mereka soal revisi UU KPK," kata Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan di Rafless Hills Cibubur, Depok, Sabtu (20/2).
Pantauanmerdeka.comdi lokasi, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono didampingi ibu Ani Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono sudah hadir dalam acara ini. Selain itu, mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan mantan Menpora Roy Suryo juga tak mau ketinggalan berkumpul bersama netizen dengan berbagai latar belakang profesi dan usia.
-
Apa yang selalu ditekankan Jenderal Bambang Utoyo? Meski demikian, selama menjadi pimpinan tertinggi TNI AD, Jenderal Bambang telah berbuat banyak dengan menyumbangkan pikiran demi kemajuan bangsa khususnya Angkatan Darat. Ia selalu menekankan pentingnya 'Menjaga Keutuhan Angkatan Darat'.
-
Kapan Jenderal Bambang Utoyo menjabat sebagai KSAD? Pada tahun 1955, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-4. Ia menjabat dalam kurun waktu cukup singkat yakni pada 27 Juni 1955 – 28 Oktober 1955.
-
Kenapa Marsekal Suryadi antikorupsi? Di tengah segala kesempatan, Suryadarma sama sekali tak tergoda untuk korupsi. Dia tak mau memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. Sang Marsekal dikenal sebagai orang yang jujur dan antikorupsi.
-
Bagaimana cara SYL melakukan korupsi? Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
-
Apa kata bijak Soeharto tentang korupsi? “Di dunia ini tidak ada yang membenarkan korupsi. Tidak ada. Dalam pengertian yang sebenarnya, tidak akan ada yang membenarkan korupsi itu.”
-
Apa bukti korupsi SYL? Nyatanya, hal itu tak dilakukan Jaksa, lantaran kasus yang membelit SYL adalah tindak pidana korupsi bukan asusila atau perselingkuhan.
Seorang netizen bernama Bayu menyampaikan pandangannya. Menurutnya, draf revisi UU KPK hanya mengurangi dan membatasi kewenangan KPK. Itu dibuktikan dengan keberadaan dewan pengawas. Dewan Pengawas tidak hanya menghambat tapi juga memperlambat kerja KPK.
"Lebih baik Dewan Pengawas tupoksinya ke Dewan Penasihat, pengawas internal, jadi enggak perlu lagi ditambah Dewan Pengawas," kata Bayu.
Dia juga mengkritisi pengetatan prosedur penyadapan yang dilakukan KPK. "Penyadapan yang dilakukan KPK legal, apalagi menyangkut kasus besar. Izin itu jadi kesempatan koruptor mengulur waktu penyelidikan," ucapnya.
Dalam sambutannya, SBY tak lupa mengeluarkan unek-uneknya dalam pemberantasan korupsi saat dia menjabat sebagai presiden. Berikut unekunek SBY seperti yang berhasil dihimpunmerdeka.com, Minggu (21/2).
SBY curhat berhadapan dengan kelompok garis keras yang ingin KPK lemah
Pro kontra revisi Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Ada pihak yang menentang keras rencana itu dan pihak lainnya mendorong segera dilakukan revisi UU KPK.Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut angkat bicara terkait polemik ini. Dia mengaku punya pengalaman sama ketika masih menjabat presiden. SBY menceritakan pengalamannya ketika berhadapan dengan kelompok garis keras pendukung KPK yang tidak terusik manakala kewenangan KPK dipreteli atau ada upaya mengkriminalisasi."Pertama KPK harus diberikan kewenangan mutlak langsung barangkali kewenangan hukum lain. KPK tidak boleh disentuh, apalagi revisi UU KPK, tidak boleh dikriminalisasi," kata pria akrab disapa SBY saat jumpa pers di Cibubur, Jakarta, Jumat (20/2).Sebaliknya, SBY juga pernah berhadapan dengan kelompok garis keras yang tidak menginginkan KPK menjadi lembaga superbody. Saat muncul wacana penguatan KPK, kelompok ini langsung bersuara keras.Mereka khawatir KPK terjebak kepentingan politik hingga akhirnya tebang pilih dalam penindakan dan proses hukum. SBY pernah didatangi seseorang meminta agar KPK tidak jadi lembaga superbody. Menurut pengakuannya, saat itu dia memilih berhenti dari jabatannya jika harus melemahkan KPK."Dulu ada yang datang ke saya, netizen bilang KPK harus dimoratorium, saya bilang lebih baik tidak menjadi presiden saja," kata dia.Dari pengalaman itu, memperbaiki KPK tidak bisa berdasarkan emosional. Jangan sampai terjebak pada dua kelompok garis keras tersebut. "Harapan saya, yang punya kehendak DPR mengubah lembaga penegak hukum untuk lebih baik, mari kita sampaikan rakyat wajib mengawasi KPK," pesannya.
SBY curhat mulai kader sampai besan diciduk KPK
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menilai Presiden RI ketiga BJ Habibie, Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri tak pernah mengalami tekanan gerakan anti korupsi. Sebab, keluarga, kader partai dan para menteri era Habibie, Gus Dur dan Megawati tak pernah terlibat korupsi di saat mereka masih menjabat orang nomor satu di Indonesia."Saya ingin menyampaikan hal penting, dari presiden yang memimpin era reformasi dari Habibie, Gus Dur, Mega dan saya. Saya paling merasakan dan mengalami getirnya tekanan gerakan antikorupsi dan dampak eksesnya saya juga harus menerima sejumlah menteri saya dinyatakan bersalah tindakan korupsi, dan kader saya, bahkan besan saya, juga mendapatkan tindakan dari KPK. Saya harus menerima itu walaupun saya sedih," kata Presiden keenam itu saat jumpa pers di Cibubur, Jakarta, Sabtu (20/2).Dia juga mengklaim tak pernah mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski kader, keluarga dan para menteri kabinet bersatu terlibat kasus korupsi. SBY juga mengklaim tak menyerang lawan politik dengan menggunakan KPK untuk mengusut kasus korupsi yang dilakukan partai oposisi."Memberantas korupsi tidak mudah mengembalikan telapak tangan tapi gerakan antikorupsi tidak boleh melemah, apalagi itu dibatasi, entah itu undang-undang atau campur tangan itu. Kalau saya egois ngapain, meski pun saya hrus menjadi korban waktu itu mendukung pemberantasan korupsi, melalui fraksi kami saat ini," kata dia.Dia mengharapkan saat ini pemerintah bersih dari kasus korupsi, dengan tanpa revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika KPK lemah oleh revisi undang-undang KPK, maka massa depan generasi muda tidak cerah."Meski ada KPK tetap saja masih ada kasus korupsi. Maka saya akan teruskan suara saya dengan pengambilan keputusan nanti di DPR, maupun mitra pemerintah, pandangan netizen mewakili jutaan netizien lain, jernih, logis dan bernilai, bebas dari politik," tandasnya.
SBY minta Jokowi tak tergesa-gesa menetapkan revisi UU KPK
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta Presiden Joko Widodo tak menyetujui revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena bisa melemahkan lembaga antirasuah. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi diharapkan mendengarkan aspirasi publik karena banyak penolakan revisi UU KPK tersebut."Saya memohon, memohon hak saya, baik DPR maupun Presiden tidak tergesa-gesa menetapkan revisi undang-undang KPK. Apalagi jika dilakukan dengan voting di DPR, masalah ini terlalu besar dan bahaya untuk diputuskan melalui voting di lembaga politik apalagi jika suasana voting nanti sangat terbelah, dewan sangat partisan dengan prinsip yang kuat, menang, yang kuat pasti menang, saya katakan ini mencederai keadilan," kata pria akrab disapa SBY di Cibubur, Jakarta, Sabtu (20/2).Menurut SBY, saat ini bola panas draf revisi UU KPK berada di DPR, belum dikembalikan kepada pihak Istana. Dirinya mengaku masih menunggu keputusan Presiden Jokowi terkait revisi UU KPK."Saya pribadi dan rakyat ingin mendengar posisi dan pandangan Presiden Jokowi. Saya berpendapat bangsa ini perlu tahu kehendak dan pendapat beliau tentang revisi UU KPK secara utuh supaya kalau bangsa ini berjalan di tengah-tengah kebingungan ada pelita," kata dia.Kendati demikian, ia menyakini Presiden Jokowi mempunyai tujuan yang baik terhadap revisi UU KPK. Dia mengharapkan pemerintah tidak tebang pilih terhadap pemberantasan yang dilakukan KPK nantinya."Kepada KPK, saya katakan jagalah amanah yang diberikan oleh rakyat jangan berbuat salah, jangan ada konflik of interest. Rakyat sangat berharap kepada KPK. Kekuasaan ini jalankan dengan amanah. Tegas adil dan tidak tembang pilih dan juga efektif," tandasnya.
Cerita SBY pilih berhenti jadi presiden saat diminta lemahkan KPK
Pro kontra revisi Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Ada pihak yang menentang keras rencana itu dan pihak lainnya mendorong segera dilakukan revisi UU KPK.Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut angkat bicara terkait polemik ini. Dia mengaku punya pengalaman sama ketika masih menjabat presiden. SBY menceritakan pengalamannya ketika berhadapan dengan kelompok garis keras pendukung KPK yang tidak terusik manakala kewenangan KPK dipreteli atau ada upaya mengkriminalisasi."Pertama KPK harus diberikan kewenangan mutlak langsung barangkali kewenangan hukum lain. KPK tidak boleh disentuh, apalagi revisi UU KPK, tidak boleh dikriminalisasi," kata pria akrab disapa SBY saat jumpa pers di Cibubur, Jakarta, Jumat (20/2).Sebaliknya, SBY juga pernah berhadapan dengan kelompok garis keras yang tidak menginginkan KPK menjadi lembaga superbody. Saat muncul wacana penguatan KPK, kelompok ini langsung bersuara keras.Mereka khawatir KPK terjebak kepentingan politik hingga akhirnya tebang pilih dalam penindakan dan proses hukum. SBY pernah didatangi seseorang meminta agar KPK tidak jadi lembaga superbody. Menurut pengakuannya, saat itu dia memilih berhenti dari jabatannya jika harus melemahkan KPK."Dulu ada yang datang ke saya, netizen bilang KPK harus dimoratorium, saya bilang lebih baik tidak menjadi presiden saja," kata dia.Dari pengalaman itu, memperbaiki KPK tidak bisa berdasarkan emosional. Jangan sampai terjebak pada dua kelompok garis keras tersebut. "Harapan saya, yang punya kehendak DPR mengubah lembaga penegak hukum untuk lebih baik, mari kita sampaikan rakyat wajib mengawasi KPK," pesannya.
Baca juga:Bayang-bayang SBY di pemerintah JokowiBertemu netizen, SBY guyon 'nanti dikira saya masih presiden'Cerita SBY pilih berhenti jadi presiden saat diminta lemahkan KPKSBY sedih dari kader Demokrat hingga besan diciduk KPKSBY: Saya memohon Jokowi tak tergesa-gesa menetapkan revisi UU KPKKumpul bareng peselancar dunia maya, SBY minta masukan revisi UU KPK (mdk/rhm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
SBY marah melihat ada kadernya yang asyik ngobrol saat dia sedang memberikan arahan.
Baca SelengkapnyaPeristiwa tidak disangka terjadi ketika SBY mendadak marah sampai menunjuk ke arah kader.
Baca SelengkapnyaSBY menegur kadernya, karena mengobrol ketika konsolidasi Partai Demokrat di Sragen
Baca SelengkapnyaSusilo Bambang Yudhoyono merespons soal kritikan yang disampaikan kalangan akademisi terkait demokrasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSalah satu bocoran pesan itu, menyebut Demokrat kena 'prank' musang berbulu domba.
Baca SelengkapnyaSBY meminta kader Demokrat itu tidak bicara dan mendengarkan arahan penting darinya.
Baca SelengkapnyaSBY menyinggung peribahasa musang berbulu domba ketika memberikan pernyataan terkait pengkhianatan Anies Baswedan yang memilih Cak Imin sebagai cawapresnya.
Baca SelengkapnyaSBY mengatakan, menjaga demokrasi itu penuh tantangan. Maka untuk menjaga demokrasi tersebut diperlukan perjuangan.
Baca SelengkapnyaSYL tidak kuasa menahan rasa sedih saat membacakan nota pleidoi.
Baca SelengkapnyaDia pun mengingatkan agar Partai Demokrat paham akan soal etika politik.
Baca Selengkapnya"Dengarkan yang belakang, dengarkan yang belakang, iya iya, lihat sini kamu," ujar SBY sambil menunjuk kadernya tersebut.
Baca SelengkapnyaSBY mengaku memiliki banyak kekurangan saat memimpin Indonesia.
Baca Selengkapnya