Dalih agar Setya Novanto dibebaskan dari status tersangka korupsi
Merdeka.com - Tim kuasa hukum Setya Novanto akan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR itu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Novanto ingin menggugat status tersangka dari KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Tiga saksi itu adalah ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum administrasi negara I Gde Pantja Astawa, dan ahli pidana hukum acara Chairul Huda. Para ahli itu memaparkan serangkaian teori mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, jumlah alat bukti hingga penetapan tersangka yang sah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.
Profesor Romli Atmasasmita mengungkapkan banyak hal mulai dari mekanisme pengangkatan penyidik KPK hingga prosedur penetapan tersangka.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa yang akan PDIP ajukan sebagai saksi? PDIP tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang. Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
Mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, menurutnya setiap penyidik KPK harus terlebih dahulu diberhentikan dari instansi pemerintahannya terlebih dahulu baru diangkat menjadi penyidik KPK. Karena jika tidak diberhentikan dulu, kata Romli, akan menyebabkan adanya tumpang tindih anggaran dan juga loyalitas ganda.
"Akibat dia memperoleh doble anggaran tapi yang berikut soal kewenangan, berdampak juga pada kewenangan. Saya beranggapan itu (pengangkatan) belum sah jadi pegawai KPK. Kalau saya berpendapat kalau mengangkat itu sah tidak sah menurut saya," kata Romli.
"Loyalitas ganda akan menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya.
Dia bahkan berpendapat bahwa KPK tidak bisa mengangkat penyidiknya sendiri. Jika ingin mengangkat penyidik sendiri, Romli menyarankan KPK harus merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Tidak ada kalimat KPK bisa mengangkat penyidik, penyelidik sendiri. Kalau mau angkat sendiri, harus diganti Undang-Undangnya, revisi UU KPK. Tapikan KPK tidak mau revisi," ungkapnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa jika pengangkatan penyidik KPK tersebut tidak sah, maka yang dilakukan KPK juga tidak bisa dibilang sah dan patut untuk dipertanyakan.
"Karena pengangkatannya tidak sah, maka apa yang dilakukan setelah itu juga tidak sah. Masih perlu dipertanyakan keabsahannya," ujarnya.
Terkait dengan alat bukti, Guru Besar Ilmu Hukum Internasional ini juga mengungkapkan bahwa sebutan minimal dua bukti itu untuk membuktikan adanya tindak peristiwa pidana bukan untuk menetapkan sebagai tersangka. Tambahnya penetapan tersangka juga setidaknya harus ada tindak pemeriksaan pada calon tersangka.
"Dua alat bukti itu untuk membuktikan ada tindak pidana. Harusnya lidik dulu, yang menentukan itu adalah pimpinan KPK," tukas Romli.
Romli juga menilai, penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) tidak sesuai dengan pasal 2 dan 3, Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 21 tahun 2001. Alasannya, belum ada bukti Novanto menerima kucuran dana megaproyek e-KTP.
"Pasal 2 subsider pasal 3 berarti ada kerugian negara berarti ada uang-uang yang berceceran pada Setya Novanto. Enggak ada itu kan masalahnya. Dalam surat dakwaan enggak laporan PPATK. Walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya? yang jelas buat yang divonis itu. Makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata Romli.
Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Novanto karena diduga menggerakkan dan mempengaruhi kemenangan tender dari kasus e-KTP, tidak bisa dijadikan dasar. Apalagi sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur adanya tuntutan tersebut.
"Kalau ditarik ke Setya Novanto dia disebut menggerakkan, mempengaruhi, ada engga aturannya? Mau ditarik ke penyertaan harus jelas unsur-unsur mengetahui punya mens rea (niat jahat) yang sama dengan si pelaku. Persoalannya kan itu. Sampai sekarang KPK susah cari bukti-bukti itu," ungkapnya.
Tim kuasa Hukum Ketua DPR Novanto juga mengajukan bukti berupa laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja KPK. Kali ini mereka mengajukan laporan kinerja tahun 2016 dan diterima tim kuasa hukum Novanto dari Panitia Khusus (Pansus) hak angket KPK beberapa waktu lalu.
Bukti tersebut langsung menuai protes dari tim biro hukum KPK. Mereka menganggap laporan itu tidak bisa dijadikan bukti.
"Wah ini tidak bisa yang mulia," kata Indah Oktianti salah satu anggota Biro hukum KPK saat melihat bukti yang di ajukan tim Novanto pada majelis hakim.
Keberatan itu langsung dijelaskan oleh anggota biro hukum KPK lainnya Efi Laila Kholis saat kembali kemeja masing-masing. Menurut dia, dokumen itu diberikan BPK pada pansus. Seharusnya tim kuasa hukum Novanto bisa mendapatkannya langsung dari BPK bukannya dari pansus angket.
"Kami mempertanyakan kembali ketika BPK mengeluarkan laporan hasil tersebut diperuntukan kepada Pansus, apakah yang diperlihatkan hari ini penyampaian BPK pada pansus pada Hakim praperadilan. Kemudian bergeser menjadi bukti di sidang praperadilan itu mekanisme yang perlu dilakukan mohon penjelasan," ujarnya.
Tim kuasa hukum Novanto yang diwakili Ketut Mulya Arsana langsung berdalih mengatakan, bahwa laporan itu sudah menjadi konsumsi publik. Sehingga mereka memutuskan untuk memintanya langsung pada Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar dari fraksi Partai Golkar.
"Kami lihat ini di RDP udah dipublikasikan di media seluruh Indonesia. Surat kami tujukan ke ketua DPR dan Ketua Pansus. Nantinya yang kami ingatkan lagi pemohon adalah ketua DPR juga. Kalau dipertanyakan masalah dokumen itu apakah diserahkan ke pansus, kami tak pahami, silakan dibuktikan mana surat BPK ke pansus. Kami tak tahu proses internal," ungkapnya.
Kedati demikian, KPK masih mempermasalahkannya karena tim kuasa hukum Ketua DPP Partai Golkar ini tidak memiliki jawaban resmi dari DPR terkait adanya permohonan pengajuan bukti tersebut disidang praperadilan. Oleh karena itu KPK minta bukti itu ditolak.
"Di situ tidak ada surat resmi dari lembaga DPR. Tidak ada surat resmi dari DPR untuk jawaban permohonan dari pemohon," tukas Efi.
"Kami tak setuju apa sudah disampaikan pemohon itu, karena ini kan ranahnya sidang pansus di DPR. Mohon dicatat keberatan kami di panitera," kata Kepala biro hukum KPK, Setiadi.
Namun hakim mengaku tidak bisa menolak barang bukti yang baik yang diajukan pemohon dan termohon. Diapun hanya meminta panitera pengganti untuk mencatat keberatan dari KPK.
Setelah mendengarkan penyataan para ahli, Ketut pun beranggapan bahwa pendapat dari para ahli tadi memperkuat permohonannya. "Saya kira keterangan dari ahli yang baik dari Prof Romli, Chairul Huda maupun Prof Gde, itu semuanya sesuai dengan koridor, sesuai dengan memperkuat apa yang menjadi permohonan kami," kata Ketut.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengaku masih terus optimis menghadapi sidang praperadilan Ketum DPP Partai Golkar itu. Menurutnya, KPK punya dasar yang kuat untuk melakukan penyidikan pada kasus tersebut.
"Kami harus yakin dan optimis karena ini tadi saya sampaikan saat pertanyaan ke Gde bahwa kami diberikan kewenangan penyidikan sesuai pasal 11 UU KPK terhadap masalah tipikor yang meresahkan masyarakat dan menjadi sorotan, ini kan sorotan publik," ujar Setiadi.
Tambahnya, penetapan Novanto sebagai tersangka juga sudah berdasarkan fakta. Karena nama Novanto telah ada dalam kesaksian dari tiga tersangka kasus e-KTP yaitu Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
"Fakta demikian, sudah disebutkan dalam sidang Irman dan Sugiharto, sekarang Andi Narogong kan sudah disebutkan semua. Jadi kami tetap yakin dan optimis," ucapnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca Selengkapnya5 Terpidana kasus Vina Cirebon kini mendapatkan tawaran bantuan hukum dari salah satu pengacara kondang ibu kota
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaAlex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan
Baca Selengkapnya