Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dalih agar Setya Novanto dibebaskan dari status tersangka korupsi

Dalih agar Setya Novanto dibebaskan dari status tersangka korupsi Pimpinan DPR sikapi status tersangka Setnov. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Tim kuasa hukum Setya Novanto akan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR itu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Novanto ingin menggugat status tersangka dari KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.

Tiga saksi itu adalah ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum administrasi negara I Gde Pantja Astawa, dan ahli pidana hukum acara Chairul Huda. Para ahli itu memaparkan serangkaian teori mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, jumlah alat bukti hingga penetapan tersangka yang sah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.

Profesor Romli Atmasasmita mengungkapkan banyak hal mulai dari mekanisme pengangkatan penyidik KPK hingga prosedur penetapan tersangka.

Mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, menurutnya setiap penyidik KPK harus terlebih dahulu diberhentikan dari instansi pemerintahannya terlebih dahulu baru diangkat menjadi penyidik KPK. Karena jika tidak diberhentikan dulu, kata Romli, akan menyebabkan adanya tumpang tindih anggaran dan juga loyalitas ganda.

"Akibat dia memperoleh doble anggaran tapi yang berikut soal kewenangan, berdampak juga pada kewenangan. Saya beranggapan itu (pengangkatan) belum sah jadi pegawai KPK. Kalau saya berpendapat kalau mengangkat itu sah tidak sah menurut saya," kata Romli.

"Loyalitas ganda akan menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya.

Dia bahkan berpendapat bahwa KPK tidak bisa mengangkat penyidiknya sendiri. Jika ingin mengangkat penyidik sendiri, Romli menyarankan KPK harus merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Tidak ada kalimat KPK bisa mengangkat penyidik, penyelidik sendiri. Kalau mau angkat sendiri, harus diganti Undang-Undangnya, revisi UU KPK. Tapikan KPK tidak mau revisi," ungkapnya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa jika pengangkatan penyidik KPK tersebut tidak sah, maka yang dilakukan KPK juga tidak bisa dibilang sah dan patut untuk dipertanyakan.

"Karena pengangkatannya tidak sah, maka apa yang dilakukan setelah itu juga tidak sah. Masih perlu dipertanyakan keabsahannya," ujarnya.

Terkait dengan alat bukti, Guru Besar Ilmu Hukum Internasional ini juga mengungkapkan bahwa sebutan minimal dua bukti itu untuk membuktikan adanya tindak peristiwa pidana bukan untuk menetapkan sebagai tersangka. Tambahnya penetapan tersangka juga setidaknya harus ada tindak pemeriksaan pada calon tersangka.

"Dua alat bukti itu untuk membuktikan ada tindak pidana. Harusnya lidik dulu, yang menentukan itu adalah pimpinan KPK," tukas Romli.

Romli juga menilai, penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) tidak sesuai dengan pasal 2 dan 3, Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 21 tahun 2001. Alasannya, belum ada bukti Novanto menerima kucuran dana megaproyek e-KTP.

"Pasal 2 subsider pasal 3 berarti ada kerugian negara berarti ada uang-uang yang berceceran pada Setya Novanto. Enggak ada itu kan masalahnya. Dalam surat dakwaan enggak laporan PPATK. Walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya? yang jelas buat yang divonis itu. Makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata Romli.

Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Novanto karena diduga menggerakkan dan mempengaruhi kemenangan tender dari kasus e-KTP, tidak bisa dijadikan dasar. Apalagi sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur adanya tuntutan tersebut.

"Kalau ditarik ke Setya Novanto dia disebut menggerakkan, mempengaruhi, ada engga aturannya? Mau ditarik ke penyertaan harus jelas unsur-unsur mengetahui punya mens rea (niat jahat) yang sama dengan si pelaku. Persoalannya kan itu. Sampai sekarang KPK susah cari bukti-bukti itu," ungkapnya.

Tim kuasa Hukum Ketua DPR Novanto juga mengajukan bukti berupa laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja KPK. Kali ini mereka mengajukan laporan kinerja tahun 2016 dan diterima tim kuasa hukum Novanto dari Panitia Khusus (Pansus) hak angket KPK beberapa waktu lalu.

Bukti tersebut langsung menuai protes dari tim biro hukum KPK. Mereka menganggap laporan itu tidak bisa dijadikan bukti.

"Wah ini tidak bisa yang mulia," kata Indah Oktianti salah satu anggota Biro hukum KPK saat melihat bukti yang di ajukan tim Novanto pada majelis hakim.

Keberatan itu langsung dijelaskan oleh anggota biro hukum KPK lainnya Efi Laila Kholis saat kembali kemeja masing-masing. Menurut dia, dokumen itu diberikan BPK pada pansus. Seharusnya tim kuasa hukum Novanto bisa mendapatkannya langsung dari BPK bukannya dari pansus angket.

"Kami mempertanyakan kembali ketika BPK mengeluarkan laporan hasil tersebut diperuntukan kepada Pansus, apakah yang diperlihatkan hari ini penyampaian BPK pada pansus pada Hakim praperadilan. Kemudian bergeser menjadi bukti di sidang praperadilan itu mekanisme yang perlu dilakukan mohon penjelasan," ujarnya.

Tim kuasa hukum Novanto yang diwakili Ketut Mulya Arsana langsung berdalih mengatakan, bahwa laporan itu sudah menjadi konsumsi publik. Sehingga mereka memutuskan untuk memintanya langsung pada Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar dari fraksi Partai Golkar.

"Kami lihat ini di RDP udah dipublikasikan di media seluruh Indonesia. Surat kami tujukan ke ketua DPR dan Ketua Pansus. Nantinya yang kami ingatkan lagi pemohon adalah ketua DPR juga. Kalau dipertanyakan masalah dokumen itu apakah diserahkan ke pansus, kami tak pahami, silakan dibuktikan mana surat BPK ke pansus. Kami tak tahu proses internal," ungkapnya.

Kedati demikian, KPK masih mempermasalahkannya karena tim kuasa hukum Ketua DPP Partai Golkar ini tidak memiliki jawaban resmi dari DPR terkait adanya permohonan pengajuan bukti tersebut disidang praperadilan. Oleh karena itu KPK minta bukti itu ditolak.

"Di situ tidak ada surat resmi dari lembaga DPR. Tidak ada surat resmi dari DPR untuk jawaban permohonan dari pemohon," tukas Efi.

"Kami tak setuju apa sudah disampaikan pemohon itu, karena ini kan ranahnya sidang pansus di DPR. Mohon dicatat keberatan kami di panitera," kata Kepala biro hukum KPK, Setiadi.

Namun hakim mengaku tidak bisa menolak barang bukti yang baik yang diajukan pemohon dan termohon. Diapun hanya meminta panitera pengganti untuk mencatat keberatan dari KPK.

Setelah mendengarkan penyataan para ahli, Ketut pun beranggapan bahwa pendapat dari para ahli tadi memperkuat permohonannya. "Saya kira keterangan dari ahli yang baik dari Prof Romli, Chairul Huda maupun Prof Gde, itu semuanya sesuai dengan koridor, sesuai dengan memperkuat apa yang menjadi permohonan kami," kata Ketut.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengaku masih terus optimis menghadapi sidang praperadilan Ketum DPP Partai Golkar itu. Menurutnya, KPK punya dasar yang kuat untuk melakukan penyidikan pada kasus tersebut.

"Kami harus yakin dan optimis karena ini tadi saya sampaikan saat pertanyaan ke Gde bahwa kami diberikan kewenangan penyidikan sesuai pasal 11 UU KPK terhadap masalah tipikor yang meresahkan masyarakat dan menjadi sorotan, ini kan sorotan publik," ujar Setiadi.

Tambahnya, penetapan Novanto sebagai tersangka juga sudah berdasarkan fakta. Karena nama Novanto telah ada dalam kesaksian dari tiga tersangka kasus e-KTP yaitu Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.

"Fakta demikian, sudah disebutkan dalam sidang Irman dan Sugiharto, sekarang Andi Narogong kan sudah disebutkan semua. Jadi kami tetap yakin dan optimis," ucapnya.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Istana Jawab Pengakuan Agus Rahardjo Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi e-KTP
Istana Jawab Pengakuan Agus Rahardjo Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi e-KTP

Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.

Baca Selengkapnya
Agus Rahardjo Diadukan ke Polisi, Buntut Tudingan Intervensi Presiden pada Kasus e-KTP
Agus Rahardjo Diadukan ke Polisi, Buntut Tudingan Intervensi Presiden pada Kasus e-KTP

Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.

Baca Selengkapnya
Respons Puan Maharani Soal Pengakuan Agus Rahardjo Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Korupsi e-KTP
Respons Puan Maharani Soal Pengakuan Agus Rahardjo Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Korupsi e-KTP

Sebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP

Baca Selengkapnya
Istana Tak Ambil Langkah Hukum Terkait Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Intervensi Kasus e-KTP
Istana Tak Ambil Langkah Hukum Terkait Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Intervensi Kasus e-KTP

Menurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Baca Selengkapnya
Moeldoko Endus Motif Politik di Balik Pengakuan Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi soal E-KTP Setnov
Moeldoko Endus Motif Politik di Balik Pengakuan Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi soal E-KTP Setnov

Moeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.

Baca Selengkapnya
Jokowi Tanggapi Pengakuan Agus Rahardjo soal Kasus e-KTP Setnov: Untuk Apa Diramaikan Itu?
Jokowi Tanggapi Pengakuan Agus Rahardjo soal Kasus e-KTP Setnov: Untuk Apa Diramaikan Itu?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.

Baca Selengkapnya
DPR Diminta Tegas Sikapi Kabar Jokowi  Minta Setop Kasus e-KTP Libatkan Setya Novanto
DPR Diminta Tegas Sikapi Kabar Jokowi Minta Setop Kasus e-KTP Libatkan Setya Novanto

Hamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.

Baca Selengkapnya
Kata Ketum Golkar soal Kabar Jokowi Minta KPK Setop Kasus Setya Novanto
Kata Ketum Golkar soal Kabar Jokowi Minta KPK Setop Kasus Setya Novanto

Airlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.

Baca Selengkapnya
Bukan Kaleng-Kaleng, Ini Rekam Jejak Pengacara Kondang Tawarkan Bantuan 5 Terpidana Kasus Vina Cirebon
Bukan Kaleng-Kaleng, Ini Rekam Jejak Pengacara Kondang Tawarkan Bantuan 5 Terpidana Kasus Vina Cirebon

5 Terpidana kasus Vina Cirebon kini mendapatkan tawaran bantuan hukum dari salah satu pengacara kondang ibu kota

Baca Selengkapnya
Novel Baswedan Dengar Agus Rahardjo Sempat Ingin Mundur Gara-Gara Kasus e-KTP Diintervensi
Novel Baswedan Dengar Agus Rahardjo Sempat Ingin Mundur Gara-Gara Kasus e-KTP Diintervensi

Agus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik

Baca Selengkapnya
Alex Marwata Benarkan Pernyataan Agus Rahardjo soal Presiden Minta Hentikan Kasus Setnov
Alex Marwata Benarkan Pernyataan Agus Rahardjo soal Presiden Minta Hentikan Kasus Setnov

Alex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov.

Baca Selengkapnya
Agus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Setiap Pimpinan KPK Hadapi Tantangan dan Hambatan
Agus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Setiap Pimpinan KPK Hadapi Tantangan dan Hambatan

Agus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan

Baca Selengkapnya