Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dari nonton film sampai arisan dibubarkan sebab dicap berbau komunis

Dari nonton film sampai arisan dibubarkan sebab dicap berbau komunis Bendera PKI dibakar. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Sejumlah elemen masyarakat, aparat keamanan dan pemerintah masih risih dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan komunisme dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak heran, setiap ada gerak gerik yang berbau PKI dan komunisme langsung ditumpas habis.

Pengamat politik serta Dosen PascaSarjana Universitas Nasional, Alfan Alfian sempat mengutarakan, di era demokrasi saat ini sesungguhnya tidak perlu ada kekhawatiran bangkitnya kembali paham komunisme.

"Kalau PKI bangkit lagi itu terbilang tak mungkin. Bisa dikatakan itu susah. Karena secara internasional riwayat PKI itu sudah lama sekali. Sudah ambruk. Namun itu bisa terjadi jika ada dendam di masa lalu. Meski kemungkinannya sedikit sekali," katanya.

Namun beberapa kejadian di Indonesia membuktikan secara nyata masih adanya kekhawatiran bangkitnya kembali paham komunisme di tanah air. Beragam acara dibubarkan paksa dengan alasan 'berbau' komunisme. Merdeka.com mencatatnya, berikut paparannya.

Pemutaran Film Buru diancam ormas

Pemutaran film dokumenter bertajuk Pulau Buru Tanah Air Beta yang rencananya ditayangkan di GoetheHaus, Menteng, Jakarta Pusat dibatalkan. Alasan pembatalan karena informasi dari Polsek Menteng, bakal ada ormas yang menggagalkan pemutaran film itu.

"Pihak Goethe mendapatkan informasi dari kepolisian ada ormas mau demo membubarkan acara," kata produser Pulau Buru Tanah Air Beta, Wisnu Yonar kepada merdeka.com, Rabu (16/3).

Wisnu menambahkan, pihak Goethe tidak ingin mengambil risiko karena ada proses belajar mengajar di tempat mereka. Pihak Goethe khawatir akan mengganggu keamanan siswa.

"Jadi jam 12.00 WIB pihak Goethe menelepon. Terpaksa film yang harus diputar jam 17.00 WIB dibatalkan," katanya.

Wisnu heran dengan ancaman dari ormas yang mau membubarkan acara. "Ini kan film dokumenter bahkan bukan fiksi. Saya juga kurang tahu kenapa ada ketakutan dari pihak-pihak lain, semacam ini," ucapnya.

Film Pulau Buru Tanah Air Beta bercerita tentang perjalanan kembali mantan tahanan politik ke Pulau Buru untuk bertemu teman lama. Film berdurasi 48 menit itu ingin mengangkat bagaimana kontribusi para tahanan politik saat berada di Pulau Buru.

"Ini bukan bentuk sensor dari masyarakat tetapi diberinya ruang kepada kaum intoleransi yang difasilitasi oleh aparat yang seharusnya memberikan pengamanan bukan malah meminta untuk tidak menayangkan film ini," ungkap Sutradara Pulau Buru Tanah Air Beta, Rahung Nasution.

Belok Kiri Fest dibubarkan

Belok Kiri Festival yang digelar di Taman Ismail Marzuki Februari lalu dibubarkan paksa oleh polisi dan organisasi masyarakat. Polisi beralasan, Festival Belok Kiri mendapat ancaman organisasi masyarakat lantaran berbau komunis.

Festival ini rencananya diisi workshop komik, pemutaran film, pentas musik, diskusi berbagai tema dengan menghadirkan sejumlah tokoh bahkan pejabat. Festival Belok Kiri ini digelar sebagai bentuk keprihatinan, meski Orde Baru sudah runtuh namun praktik berbau Orde Baru masih berlanjut. Di antaranya pelanggaran HAM, kekerasan negara terhadap masyarakat, ketidakadilan sosial, diskriminasi, pembelokkan sejarah, dan lainnya.

Tiga staf redaksi Majalah Lentera dipolisikan

Pada edisi ketiganya, Majalah Lentera yang diterbitkan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) mengangkat judul 'Salatiga Kota Merah' dengan font berukuran besar berwarna merah. Kemudian, sebagai latar judul gambar atau foto cover hitam warna hitam putih menggambarkan kerumunan masa terdapat simbol palu arit yang merupakan simbol PKI.

Majalah ini menulis cerita atau sejarah dengan cara mewawancarai para korban pembantaian simpatisan PKI di Kota Salatiga. Majalah diterbitkan dalam rangka memperingati hari tragedi pembantaian korban PKI yang terjadi di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Majalah tersebut dicetak 500 eksemplar dan disebarluaskan selain di lingkungan kampus UKSW Kota Salatiga, juga didistribusikan ke beberapa agen-agen yang tersebar di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Tiga orang wartawan Majalah Lentera diperiksa polisi di Polres Salatiga, Jawa Tengah. Penyebabnya, mereka menulis artikel tentang sejarah dan cerita korban pembantaian tragedi 1965 di Kota Salatiga dan sekitarnya.

Tiga awak redaksi majalah terbitan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga itu antara lain Pemimpin Umum Arista Ayu Ananda, Pemimpin Redaksi Bima Satria Putra dan Bendahara Septi Dwi Astuti.

Kapolres Salatiga AKBP Yudho Hermanto membenarkan telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga mahasiswa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang menulis sejarah korban tragedi 1965 di majalah Lentera.

Namun, Yudho buru-buru menepis adanya upaya kriminalisasi atau memproses hukum terhadap tiga mahasiswa staf redaksi. "Kalau penegakan hukum saya tidak akan gunakan intel saat memanggil mereka. Saya akan gunakan reserse saya suruh menangkap mereka," tegas Kapolresta Salatiga AKP Yudho Hermanto kepada merdeka.com Senin (19/10).

Pemutaran film Senyap dibubarkan

Pemutaran film 'Senyap, The Look of Silence' karya Joseph Openheimer yang diputar di kampus Fisipol UGM (Universitas Gajah Mada) dan Media Rekam ISI (Institut Seni Indonesia) dibubarkan oleh sekelompok orang mengatasnamakan umat islam di Yogyakarta, Rabu (17/12).

Di kampus ISI, pembubaran dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.30 Wib menjelang film selesai diputar. Menurut informasi yang diterima merdeka.com, massa meminta film yang diputar tersebut dihentikan karena berbau ideologi PKI.

Sementara itu di kampus UGM, massa yang sama juga melakukan pembubaran. Mereka mendatangi kampus Fisipol UGM sekitar pukul 20.45 Wib setelah film selesai di tonton. Sempat terjadi ketegangan saat massa meminta panitia untuk memberikan klarifikasi.

Menurut salah seorang massa yang melakukan pembubaran, film Senyap merupakan film yang menceritakan kebaikan PKI dan dilarang oleh negara. "Kalian tahu nggak, PKI itu musuh negara, dulu kakek-kakek kami dibunuh oleh PKI," kata salah seorang massa kepada salah seorang panitia pemutaran film.

Tidak hanya di Yogya, pemutaran film Senyap di Malang Raya juga batal digelar. Dua lokasi dibatalkan sebelum kegiatan digelar yakni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya dan Warung Unyil. Dua lokasi lain dibubarkan saat acara sudah digelar, yakni di Warung Kelir dan Universitas Ma Chung.

Di Warung Kelir nonton bareng dan diskusi dibubarkan oleh seorang pria bersorban setelah pemutaran sekitar 15 menit. Acara diskusi sempat berjalan sebelum kemudian dibubarkan oleh warga setempat.

Arisan eks Tapol 65 dibubarkan

Pada 27 Oktober 2013, acara arisan/pertemuan keluarga eks dan keluarga tapol 65, di Sleman, dibubarkan oleh puluhan anggota Front Anti Komunis Indonesia (FAKI). Akibatnya, beberapa peserta terkena pukulan dan tendangan massa.

Acara tersebut diselenggarakan di Padepokan Santi Dharma, Dusun Bendungan, Desa Sidoagung, Kecamatan Godean, Sleman.

Ketua FAKI DIY, Burhanuddin ZR membenarkan bila anggota FAKI melakukan aksi tersebut. Dia dengan tegas menentang pertemuan yang dilakukan eks dan keluarga tapol 65 di Yogyakarta.

"Kalau tetap nekat kami membuat acara, akan terus kami bubarkan," kata Burhanuddin. "Kami tidak ingin ada pertemuan semacam itu." (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Waspadai Gerakan Kelompok Terlarang, Buat Kegiatan Tarik Generasi Muda
Waspadai Gerakan Kelompok Terlarang, Buat Kegiatan Tarik Generasi Muda

Masyarakat dan Pemerintah diharapkan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap gerakan kelompok terlarang.

Baca Selengkapnya
PDIP Tidak Baper Ditinggal Golkar-PAN: Semakin Ramping dan Efisien
PDIP Tidak Baper Ditinggal Golkar-PAN: Semakin Ramping dan Efisien

PDIP menilai masyarakat akan menguji gagasan bukan seberapa banyak partai gabung koalisi

Baca Selengkapnya
Survei Indikator Politik: 42,9 Persen Responden Tak Khawatirkan Politik Dinasti
Survei Indikator Politik: 42,9 Persen Responden Tak Khawatirkan Politik Dinasti

Sebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini menjadi 42,9 persen.

Baca Selengkapnya
FOTO: Konsolidasi Pro Demokrasi:
FOTO: Konsolidasi Pro Demokrasi: "Apa Saja Boleh Beda, Musuh Kita Tetap Sama, Pelanggar HAM, Politik Dinasti dan Neo Orba"

Diskusi Konsolidasi Pro Demokrasi ini digelar untuk menolak Politik Dinasti, Pelanggaran HAM serta bangkitnya Neo Orba.

Baca Selengkapnya