Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dari Sabang sampai Merauke, berjajar miras lokal

Dari Sabang sampai Merauke, berjajar miras lokal Razia miras oplosan. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Tragedi dipicu minuman keras (miras) oplosan jenis Cherybelle di Garut, Sumedang, dan kota lain Jawa Barat dua pekan lalu mengejutkan publik. Sejauh ini 27 orang tewas, ratusan masuk rumah sakit. Korban baru masih bisa jatuh. Insiden itu melecut polisi bergegas menyisir lokasi peracik alkohol lokal lainnya. Belakangan produsen ciu di Bekonang, Sukoharjo, ambil contoh, ramai-ramai diburu aparat.

Situasi begini merupakan lingkaran setan. Polisi bergerak setelah muncul korban jiwa. Padahal penyebabnya selalu sama, miras oplosan. Muaranya melulu kriminalisasi miras lokal dan peracik kelas rumahan.

Respon ala 'pemadam kebakaran' pula yang diambil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Pria akrab disapa Ahok ini pilih memberantas miras lokal, lantas melegalkan miras yang membayar cukai. Harapannya konsumsi lebih aman dan terkendali.

Orang lain juga bertanya?

"Di hotel boleh, justru kami mesti ketat. Jangan biarkan kampung-kampung produksi. Kalau produksi pabrik beneran boleh enggak? Boleh," ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (12/12).

Tak urung pilihan pemprov itu dikritik sana-sini. Politikus PPP Okky Asokawati menilai kunci pemberantasan miras harusnya preventif dari sisi penegakan hukum. Partai Kabah pun mengusulkan ada revisi dalam Peraturan Presiden No 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

"Fraksi PPP sejak awal mengkritik regulasi tersebut karena sama saja memberi celah peredaran miras di Indonesia," kata Okky kepada merdeka.com.

Bandingkan lintang pukang polri dan pemprov akibat Cherrybelle belakangan, dengan pola pemberantasan miras periode 1920-1925 (merujuk arsip Rapport van de Alcoholbestrijdings Weltevreden, Landsdrukkerij). Korban bergelimpangan gara-gara minum miras, lalu polisi Hindia Belanda memberangus produsen. Hasilnya yang disikat sebatas pemain lokalan di Madiun, Gombong, atau Bekonang.

Jenewer dan Gin bikinan Belanda aman. Sebaliknya ciu, badeg, atau tuak diberangus. Rasionalisasi aparat Hindia Belanda dan Ahok tak jauh beda. 'Kearifan lokal' itu belum berizin, boro-boro membayar cukai, sehingga tidak standar seperti minuman keras ala Barat.

Nyaris seabad penanganan miras lokal tidak kunjung berubah. Didiamkan saat tak ada kasus, baru kebakaran jenggot ketika muncul korban.

Maka, pada Liputan Tematik Minggu (14/12), merdeka.com mengangkat sisi melik miras lokal. Ciu, lapen, arak bali, tjap tikoes, dan sebangsanya adalah khazanah kebudayaan nusantara. Suka tidak suka, budaya mabuk bukan barang baru. Pun bukan hasil impor kebiasaan penjajah Belanda seperti disangka khalayak.

Kitab Negarakertagama mencatat minum-minum arak beras adalah kebiasaan khas penggede Majapahit usai pesta panen. Demikian pula untuk ciu, yang di Banyumas dinilai ramuan paten sebelum para petani kelapa memanjat pohon. Supaya mereka lebih bertenaga dan tidak lelah. Ini belum memperhitungkan arak Bali yang bahkan memiliki nilai spiritual.

Tentu, liputan ini tidak berusaha mempromosikan miras lokal, apalagi mendorong anak muda mengonsumsi alhkohol. Bahkan merujuk data Gerakan Anti Miras Nasional yang digawangi Fahira Idris, sampai 2013 sekurang-kurangnya 18 ribu warga Indonesia tewas sia-sia akibat miras.

Tujuan utama liputan ini mengungkap pelbagai sisi fenomena miras lokal pada publik. Setiap tulisan diupayakan merangkum sejarah singkat, bagaimana minuman ini muncul di tengah masyarakat dan mengapa alkohol kelas rakyat ini selalu yang dituding memicu maut. Paling penting, menjelaskan bagaimana miras lokal selalu bertahan walau diberangus bagaimanapun juga.

Kami menyajikan cerita dari Garut, Manado, hingga gang-gang gelap Jogja. Melacak bagaimana budaya oplosan berkembang di kalangan konsumen kelas bawah, hingga sisi lain yang tak banyak orang tahu: miras lokal merupakan komoditas ekspor.

Sebagai negara yang kini mayoritas muslim, sudah pasti Indonesia tak akan ramah pada segala jenis alkohol. Tapi, banyak hal yang menunjukkan budaya mabuk sulit begitu saja hilang karena melibatkan putaran besar uang dan bau amis bekingan aparat

Ujung-ujungnya, membicarakan miras lokal semacam kisah rindu-benci. Masalahnya, lingkaran persoalan ini seringkali baru putus kala maut menjemput.

Selamat membaca tematik hari ini!

(mdk/ard)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menilik Kehidupan Masyarakat Nusantara, Kawasan Maritim yang Sangat Disegani Dunia Internasional sejak Ratusan Tahun Silam
Menilik Kehidupan Masyarakat Nusantara, Kawasan Maritim yang Sangat Disegani Dunia Internasional sejak Ratusan Tahun Silam

Nusantara lebih dulu eksis jauh sebelum Indonesia merdeka. Simak fakta menariknya.

Baca Selengkapnya
Fakta Menarik Kota Sabang di Aceh, Jadi Pelabuhan Bebas Sejak Abad 19
Fakta Menarik Kota Sabang di Aceh, Jadi Pelabuhan Bebas Sejak Abad 19

Salah satu kota yang berada di ujung Barat Indonesia ini sudah menjadi poros utama kegiatan ekspor dan impor bagi kapal-kapal dagang.

Baca Selengkapnya
Jejak Kejayaan Jalur Rempah di Kabupaten Pati, Punya Galangan Kapal Terbaik
Jejak Kejayaan Jalur Rempah di Kabupaten Pati, Punya Galangan Kapal Terbaik

Jejak-jejak akulturasi masih kental dalam setiap warisan budaya yang dijumpai di Pati

Baca Selengkapnya
Potret Wilayah Penting Kerajaan Majapahit Sejak Pemerintahan Raja Pertama, Warga Hidup Makmur
Potret Wilayah Penting Kerajaan Majapahit Sejak Pemerintahan Raja Pertama, Warga Hidup Makmur

Sejak puluhan abad silam, daerah ini sudah jadi wilayah penting bagi kehidupan masyarakat.

Baca Selengkapnya
Dulu Salah Satu Terbesar di Indonesia, Intip Kondisi Tambang Timah Dabo Singkep Riau yang Kini Terbengkalai
Dulu Salah Satu Terbesar di Indonesia, Intip Kondisi Tambang Timah Dabo Singkep Riau yang Kini Terbengkalai

Sekitar dua abad silam, geliat produksi logam ini terus meningkat hingga menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

Baca Selengkapnya
Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez
Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez

Dulu saat pedagang Arab berlayar hingga ke Pulau Weh, mereka menamakan Sabang dengan kata 'Shabag' yang berarti gunung meletus.

Baca Selengkapnya
Daerah di Pesisir Timur Sulawesi Ini Dulunya Sentra Besi Nusantara, Jadi Langganan Kerajaan Majapahit
Daerah di Pesisir Timur Sulawesi Ini Dulunya Sentra Besi Nusantara, Jadi Langganan Kerajaan Majapahit

Aktivitas perdagangna besi di tempat itu sudah ramai sejak abad ke-14

Baca Selengkapnya
Menilik Asal Usul Sumenep, Daerah yang Mengalami Empat Zaman, Kini Punya Pelabuhan Terbanyak di Jatim
Menilik Asal Usul Sumenep, Daerah yang Mengalami Empat Zaman, Kini Punya Pelabuhan Terbanyak di Jatim

Pernah jadi daerah di bawah bayang-bayang Jawa hingga jadi daerah khusus

Baca Selengkapnya
Jejak Jalur Rempah Ragam Kuliner Tradisional Banten dan Jakarta
Jejak Jalur Rempah Ragam Kuliner Tradisional Banten dan Jakarta

Kemendikbud Ristek bekerja sama dengan TNI AL menggelar Muhibah Budaya Jalur Rempah.

Baca Selengkapnya
Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan, Simak Fakta Menarik Sate Padang Khas Sumbar
Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan, Simak Fakta Menarik Sate Padang Khas Sumbar

Salah satu ragam kuliner Indonesia dari Sumatera Barat ini tergolong unik dan berbeda dari sate lainnya.

Baca Selengkapnya
Fakta Menarik Pulau Selayar, Dulu Jadi Jalur Penting Perdagangan Rempah
Fakta Menarik Pulau Selayar, Dulu Jadi Jalur Penting Perdagangan Rempah

Sebuah pulau kecil yang terpisah dari daratan Sulawesi ini dulunya berperan penting dalam jalur perdagangan rempah di wilayah Timur Nusantara.

Baca Selengkapnya
Dulunya Jadi Saksi Kejayaan Perdagangan Rempah, Ini Sejarah 5 Pelabuhan Kuno di Pesisir Pantura Jawa Tengah yang Masih Eksis Hingga Kini
Dulunya Jadi Saksi Kejayaan Perdagangan Rempah, Ini Sejarah 5 Pelabuhan Kuno di Pesisir Pantura Jawa Tengah yang Masih Eksis Hingga Kini

Pada masanya pelabuhan-pelabuhan itu ramai oleh aktivitas perdagangan. Sekarang beberapa di antaranya telah hilang karena proses alam.

Baca Selengkapnya