Daun fermentasi ala Ton Martono, pakan alternatif sapi saat kemarau
Merdeka.com - Bagi peternak sapi di daerah minim air, datangnya musim kemarau menjadi ancaman. Hal itu karena daun-daun pakan ternak akan mengering dan langka.
Meski demikian, seorang peternak sapi dari Gunung Kidul, Yogyakarta, Ton Martono, berhasil menemukan cara jitu. Dia memfermentasi daun kering menjadi pakan alternatif sapi. Ide Ton Martono muncul lantaran prihatin kepada sesama peternak sapi ketika kemarau tiba. Saat masuk musim hujan membuahkan ide fermentasi itu.
"Kasihan peternak sapi yang hidup di daerah minim air seperti kami ini. Kalau kemarau tiba, semua daun jadi kering. Kalau beli daun di kota lain juga mahal," ujar Ton Martono, Rabu, (20/7).
-
Siapa yang menginspirasi mereka untuk beternak puyuh? Dalam dua tahun belakangan, Evi dan Sukirman merasakan benar hasil dari beternak puyuh. Bukan gaji besar yang didapat, melainkan waktu luang yang amat melimpah.
-
Bagaimana pasangan ini memulai usaha ternak puyuh? Setelah itu mereka mulai merintis beternak puyuh. Uang Rp10 juta hasil pinjaman dari bank digunakan untuk modal awal serta pembangunan kandang seluas 3x6 meter. 'Untuk mendirikan kandang ini kit acari bahan-bahan yang bekas, biar murah. Cor-corannya bekas, gentengnya bekas, kayu-kayunya. Pokoknya semuanya bekas,' kata Evi dikutip dari kanal YouTube Dari Kami Untuk Kamu.
-
Bagaimana mereka merintis usaha? Ketika itu ia hanya memiliki sisa uang Rp500 ribu, yang kemudian digunakan untuk modal usaha kue di rumah. Kondisi ini dirasakan berbeda, ketika dirinya bekerja di bank tersebut.
-
Mengapa pasangan ini memilih beternak puyuh? 'Dan jadilah usaha puyuh ini. Benar juga, dalam waktu dua jam hasilnya dua kali lipat dibanding gaji saya saat masih bekerja di perusahaan di mana saya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore,' kata Evi.
-
Siapa yang menyampaikan kekaguman terhadap peternakan Indonesia? Sementara itu, Wael W. M Halawa salah satu peserta pelatihan menyampaikan kekagumannya dengan kemajuan dunia peternakan di Indonesia.
-
Mengapa Peternakan Padang Mangateh dibangun? Awalnya, fokus dari peternakan ini untuk hewan jenis kuda. Sampai tahun 1936, pun turut mengembangkan sapi Zebu dari Benggala, India.
Dari hal tersebut, Ton kemudian berinisiatif membuat pakan alternatif dari fermentasi daun kering dengan biaya murah. "Tidak butuh biaya mahal dan sangat mudah. Dengan begitu peternak tidak perlu panik dengan datangnya kemarau panjang," ujarnya.
Menurut Ton, prinsipnya segala jenis daun kering bisa difermentasi, kecuali yang mengandung racun. Bahkan dia menyatakan kulit kacang dan jagung juga bisa difermentasi.
Ton yang tinggal Desa Karangrejek, Gunungkidul membeberkan resep fermentasi. Pertama-tama daun kering seberat 10 kilogram dicampur dengan 1/2 polar, garam gosrok 10 sendok makan, tetes tebu 10 sendok makan, air 5 liter, 1 ons kulit buah pohon mahoni sudah dihaluskan, dan suplemen organik cair satu tutup botol kecil.
Setelah diaduk merata, kemudian dimasukkan ke dalam tong lantas ditutup rapat. Proses fermentasi akan berlangsung optimal setelah tiga hari.
"Daun 10 kilogram yang difermentasi tersebut cukup untuk kebutuhan satu ekor sapi selama dua hari," ucap Ton Martono.
Ton menerangkan, keunggulan dari fermentasi daun kering ini dapat menyehatkan sapi. Selain itu, fermentasi ini dapat menangkal berbagai penyakit sapi, seperti flu masuk angin, pilek, dan kotoran cair.
"Selain sebagai obat, juga dapat untuk penggemukan karena penuh dengan protein. Karena dikasih kulit mahoni itu yang dapat menangkal penyakit," lanjut Ton.
Ton Martono melanjutkan, biaya memproduksi fermentasi daun kering tergolong murah. Hanya membutuhkan uang sebesar Rp 12 ribu.
Saat ini, Ton Martono sudah mensosialisasikan temuan fermentasi ini kepada peternak-peternak sapi di daerah minim air. Dia mengaku sudah kerap diminati menjadi pemateri pada kelompok ternak mulai dari Wonogiri, Pracimantoro, Kulonprogo, Sragen, dan lain-lain. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kini tak perlu pusing dengan keberadaan limbah rumen
Baca SelengkapnyaWarga di Desa Dompyong, Trenggalek menggunakan energi biogas yang berasal kotoran sapi.
Baca SelengkapnyaBeragam makanan fermentasi Indonesia yang patut kamu coba. Ada apa saja?
Baca SelengkapnyaTak semua peternak kambing di sekitar tempat tinggalnya bisa menerima metode tersebut karena mereka sudah terbiasa dengan "cara lama".
Baca SelengkapnyaBerawal dari protes warga, rumah potong hewan di Cilegon ini sulap limbah jadi pupuk organik.
Baca SelengkapnyaSuprianto nekat mencari modal usaha dengan cara jadi buruh migran. Ia lalu pulang untuk membangun bisnis sendiri dan kini jadi tokoh pertanian penting di desa.
Baca SelengkapnyaInovasi ini muncul karena permasalahan warga desa yang kurang efektif dalam mengelola limbah kotoran sapi
Baca SelengkapnyaTradisi Toktok masih dilestarikan oleh masyarakat saat musim kemarau.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka jika soto tangkar berangkat dari ketidakmampuan warga Betawi membeli daging sapi. Begini kisahnya
Baca SelengkapnyaProses pembuatan tapai melibatkan umbi singkong sebagai substrat dan ragi tapai (Saccharomyces cerevisiae).
Baca SelengkapnyaSetelah menggunakan pupuk organik, produktivitas hasil pertanian naik hingga 2,6 ton
Baca SelengkapnyaTradisi ini menjadi simbol kekompakan masyarakat dalam melakukan aktivitas pertanian.
Baca Selengkapnya