Delapan Syarat Pendonor Konvalesen
Merdeka.com - Kepala Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (PMI), Dr. Ria Syafitri Evi Gantini menegaskan, peserta donor konvalesen harus memenuhi persyaratan agar pasien penerima bisa sembuh.
"Setidaknya ada delapan syarat yang kami ajukan kepada para pendonor konvalesen," jelas Ria dalam siaran pers webinar internasional tentang terapi plasma konvalesen di Jakarta, Sabtu (22/5).
Delapan syarat itu mencakup usia 18-60 tahun, berat badan minimal 55 kilogram, diutamakan pria, atau jika perempuan belum pernah hamil, penyintas COVID-19, surat keterangan sembuh dari dokter yang merawat, bebas keluhan minimal 14 hari, tidak menerima transfusi darah selama 6 bulan terakhir dan lebih diutamakan sudah pernah mendonorkan darah.
-
Siapa yang mengembangkan vaksin flu pertama? Para ilmuwan mulai mengisolasi virus flu pada tahun 1930-an, dan pada tahun 1940-an, Angkatan Darat AS membantu mensponsori pengembangan vaksin untuk melawan virus tersebut.AS menyetujui vaksin flu pertama untuk penggunaan militer pada tahun 1945 dan untuk penggunaan sipil pada tahun 1946.
-
Kapan metode baru ini dipublikasikan? Seperti yang dirangkum pada, Senin (28/10/2024), ia menyebutkan bahwa langkah pertama adalah menyiapkan panci biasa, bukan panci presto.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Siapa yang pertama kali berhasil buat vaksin polio? Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan kepada Dr. Jonas Salk, ilmuwan yang pertama kali berhasil mengembangkan vaksin polio yang efektif pada tahun 1955.
-
Apa saja metode pengobatan kuno? Berikut daftar teknik pengobatan ekstrem yang dipercaya mujarab oleh orang Mesir dan Yunani kuno.
-
Kapan pengobatan kanker berkembang? Dalam beberapa dekade terakhir, pengobatan kanker payudara telah berkembang pesat.
Pada kesempatan yang sama, Profesor Michael J. Joyner, M.D. dari Mayo Clinic mengungkapkan metode terapi plasma konvalesen (TPK) ini bukan hal baru, bahkan metode serupa pernah diterapkan pada masa pandemi flu Spanyol (H1N1) pada 1917 - 1918 dan cukup berhasil sebagai metode penyembuhan.
Pada masa sekarang, dengan ilmu kedokteran yang sudah maju, terapi plasma ini terbukti dapat menurunkan mortalitas pada pasien COVID-19.
Hal senada juga diungkapkan oleh Profesor Arturo Casadevall, M.D., M.S., Ph.D. dari Johns Hopkins yang menyebut TPK termasuk populer di Amerika Serikat.
Hanya saja, ia mengingatkan bahwa terapi ini sebaiknya diterapkan secara tepat.
“Efektivitas dari plasma ini bergantung dari jumlah yang diberikan, misalnya, dosisnya harus tepat. Juga, lebih cepat tindakan, tentu lebih baik,” katanya.
Profesor Liise-anne Pirofski, M.D. dari Albert Einstein College of Medicine, juga memberikan catatan terhadap terapi plasma konvalesen, tapi tidak menampik bahwa terapi ini sangat disarankan sebagai salah satu ikhtiar menekan tingkat kematikan akibat COVID-19.
Penelitian terhadap terapi plasma konvalesen ini memang telah dilaksanakan di beberapa negara dan dalam pengamatan Profesor Pirofski, pasien yang diuji dengan terapi plasma nyaris semuanya sembuh.
Banyak penelitian
Ketua PPIDK (Pusat Pengembangan, Inovasi & Kerja sama) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Dr. Monica mengatakan saat ini banyak penelitian TPK yang sudah dan sedang dilakukan di Indonesia.
Salah satunya adalah kolaborasi antara FK Universitas Kristen Maranatha (UKM) dan RS Primaya.
Penelitian lain diadakan di RS Mayapada dan RS Mandara Bali.
Ada pun RS Saiful Anwar juga sudah melaksanakan penelitian TPK. Demikan pula, sementara dilaksanakan penelitian nasional "multi centre" yang melibatkan 10 RS di Indonesia.
“Dari hasil internal, ternyata TPK dapat menurunkan angka mortalitas secara signifikan atau nyata pada pasien COVID-19 stadium sedang dan berat,” jelasnya.
Dengan melihat jumlah pasien sembuh COVID-19 yang terus meningkat, tidak berlebihan kalau TPK sangat dianjurkan diterapkan di rumah sakit pemerintah maupun swasta, sehingga kita, bangsa Indonesia, bisa keluar dari pandemi ini, kata Monica.
“Kami berharap penggunaan TPK sebagai alternatif penyembuhan COVID-19 dapat terus dilakukan. Dan kami terus berupaya untuk mendukung penelitian terhadap produk-produk dari plasma darah secara optimal,” ucap Heru Firdausi Syarif Direktur Utama, PT Itama Ranoraya Tbk selaku penyelenggara webinar.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari penemuan golongan darah sampai penemuan skrining darah, simak sejarah panjang donor darah berikut!
Baca SelengkapnyaTransfusi darah putih adalah prosedur medis yang melibatkan pemberian sel darah putih dari donor ke penerima untuk mengatasi defisiensi.
Baca SelengkapnyaBerikut enam inovasi yang dihasilkan dari Perang Dunia II di mana hingga saat ini masih digunakan:
Baca SelengkapnyaSejumlah pengetahuan kesehatan di masa lalu yang banyak diketahui dan dipercaya ternyata merupakan pseudoscience.
Baca SelengkapnyaCuci darah single use dyalizer merupakan layanan cuci darah yang menggunakan selang sekali pakai, baik untuk selang cuci darah maupun dialiser.
Baca SelengkapnyaKemajuan kesehatan masyarakat adalah salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia, yang terwujud dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Baca SelengkapnyaKemenkes mengimbau kepada tenaga kesehatan (nakes) apabila dalam 1x24 jam terdapat kasus Mycoplasma Pneumonia segera melaporkan.
Baca SelengkapnyaBerapa banyak darah yang harus didonor? Apa manfaatnya untuk kesehatan? Simak melalui penjelasan berikut.
Baca SelengkapnyaAdapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Baca SelengkapnyaVaksin flu universal bisa membantu mengatasi berbagai jenis flu dan mutasinya seperti Covid-19.
Baca SelengkapnyaDari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca SelengkapnyaBerikut daftar teknik pengobatan ekstrem di zaman kuno. Mana yang lebih mengerikan?
Baca Selengkapnya