Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Demokrat: Gunakan UU ITE Berlebihan, Bikin Kepercayaan Publik pada Polri Merosot

Demokrat: Gunakan UU ITE Berlebihan, Bikin Kepercayaan Publik pada Polri Merosot Kesiapan Anggota Brimob Mengamankan Aksi Demo. ©2020 Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru tentang penilaian masyarakat yang melihat aparat kepolisian semakin semena-mena menangkap warga yang berbeda pilihan politik dengan penguasa.

Menanggapi hasil survei tersebut, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan menilai, salah satu penyebab yang membuat penilaian masyarakat terhadap kepolisian menurun, lantaran penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang terkesan berlebihan.

"Kebebasan sipil, itu juga kan termasuk menyampaikan pandangan lewat media yakni para pekerja media atau jurnalis yang mungkin kita belum potret ternyata banyak mengalami soal juga. Termasuk teman dari kebebasan sipil yang melakukan advokasi mengenai demokrasi ini, dihantui oleh sikap aparat atas nama pandemi itu menggunakan UU ITE ini berlebihan," tutur Hinca dalam diskusi Indikator Politik Indonesia, Minggu (25/10).

Orang lain juga bertanya?

Bahkan, ia menyayangkan tujuan awal mula pembuatan UU ITE dengan kondisi saat ini sudah mulai berubah. Dengan ditambahnya kata informasi menjadikan seolah-olah aturan ini sudah bergeser dari tujuan awalnya.

Menurutnya, saat ini UU ITE yang dibuat digunakan lebih ke untuk menangkap orang melalui sejumlah bukti screenshot maupun melempar hoaks. Padahal, katanya, UU ITE dirancang guna mengatasi tingginya angka terorisme di dunia yang banyak transfer uang melalui mekanisme non formal yakni transaksi elektronik.

"Tapi, belakangan pembahasan UU, di DPR dari transaksi elektronik berubah atau ditambah di depannya informasi. Informasi tentang transaksi elektronik dan kemudian seolah-olah dibacanya transaksi elektronik tentang informasi," tuturnya.

"Padahal, informasi itu kan oksigennya demokrasi, tentang resesi demokrasi itu menurut pengamatan saya mengadili informasi berdasarkan tadi itu. Membuat aparat penegak hukum menggunakannya, menurut saya berlebihan, karena kemudian kebebasan sipil dan menyampaikan pendapatnya jadi terganggu," sambungnya.

Bandingkan era SBY

Lebih jauh terkait survei tersebut, Politikus Demokrat turut membandingkan kebebasan sipil di masa pemerintahan SBY yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran dalam menjaga kualitas demokrasi.

"Di masa SBY, bisa jadi pelajaran sekalipun banyak begitu demonstrasi, tekanan dalam menyampaikan pendapatnya begitu keras. Tapi tidak satu pun yang kemudian berujung pada kriminalisasi dalam hal menyampaikan itu. Nah kalau dilihat belakangan, hal itu seperti diabaikan," tuturnya.

Oleh sebab itu, Hinca mengatakan bahwa kebebasan sipil sebagai bentuk negara demokrasi harus dijaga sebagai pilihan bernegara.

Sebelumnya, diketahui berdasarkan hasil survei publik menilai aparat saat ini makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pilihan politik dengan penguasa. Hal tersebut tercermin dari hasil survei lembaganya baru-baru ini.

Dalam survei itu, sebanyak 37,9 persen publik agak setuju dan 19,8 persen sangat setuju terkait hal tersebut.

"Kalau saya gabung agak setuju dan sangat setuju itu mayoritas, jadi variabel kebebasan sipil itu sepertinya belnya sudah bunyi nih, hati-hati," jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.

"Karena bagaimana pun ada ekspektasi pada Presiden Joko Widodo, beliau yang lahir di era reformasi menjaga warisan paling mahal reformasi yang paling mahal yaitu demokrasi," tambah Burhanuddin.

Namun di sisi lain, 31,8 persen masyarakat kurang setuju terkait pertanyaan tersebut. Kemudian terdapat 4,7 persen memilih tak menjawab.

Metode Survei

Survei dilakukan pada 24-30 September 2020. Menggunakan sistem wawancara telepon, alasannya, karena situasi pandemi corona. Survei menggunakan metode simple random sampling, dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Jumlah sampel sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak, dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.

Jumlah sampel yang dipilih secara acak melalui telepon sebanyak 5.614 data. Sedangkan, yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1200 responden. Margin of Error pada survei ini +2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Survei Voxpol: 53,4% Publik Percaya Hukum Biasa Dipakai jadi Alat Jegal Lawan Politik
Survei Voxpol: 53,4% Publik Percaya Hukum Biasa Dipakai jadi Alat Jegal Lawan Politik

Cak Imin dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang terjadi 12 tahun lalu.

Baca Selengkapnya
579 Orang Jadi Korban Kekerasan Polisi saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada
579 Orang Jadi Korban Kekerasan Polisi saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada

344 orang mengalami penangkapan dan penahanan semena-mena.

Baca Selengkapnya
6 Alasan Dewan Etik Persepi Sanksi Poltracking
6 Alasan Dewan Etik Persepi Sanksi Poltracking

Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) membeberkan alasan memberikan sanksi kepada lembaga Poltracking.

Baca Selengkapnya
LSI: Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Hukum Meningkat, Kejaksaan Agung Tertinggi
LSI: Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Hukum Meningkat, Kejaksaan Agung Tertinggi

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegakan hukum meningkat dari periode September 2023.

Baca Selengkapnya
Survei Pilkada Jakarta Dianggap Tak Kredibel, Poltracking Pilih Keluar dari Persepi
Survei Pilkada Jakarta Dianggap Tak Kredibel, Poltracking Pilih Keluar dari Persepi

Poltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi karena keberatan dengan hasil dewan etik Persepi soal perbedaan hasil survei dengan LSI di Pilkada Jakarta

Baca Selengkapnya
Kritisi Usulan PDIP Soal Polri di Bawah Kemendagri, PSI Beberkan Data
Kritisi Usulan PDIP Soal Polri di Bawah Kemendagri, PSI Beberkan Data

Juru Bicara PSI Agus Herlambang menilai usulan tersebut merupakan ide kosong.

Baca Selengkapnya
Amnesty International Soroti Kekerasan Polisi ke Massa Demo Penolakan RUU Pilkada
Amnesty International Soroti Kekerasan Polisi ke Massa Demo Penolakan RUU Pilkada

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aparat kepolisian kembali bersikap brutal kepada para pengunjuk rasa

Baca Selengkapnya
Survei Indikator: Kepercayaan Publik Pada Polri Membaik, Faktor Keamanan Tertinggi
Survei Indikator: Kepercayaan Publik Pada Polri Membaik, Faktor Keamanan Tertinggi

Tingkat kepercayaan publik terhadap Polri kini berada di angka 76,4 persen.

Baca Selengkapnya
KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka Bikin Kepercayaan Publik Merosot
KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka Bikin Kepercayaan Publik Merosot

Hasil itu terpotret dalam survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia.

Baca Selengkapnya
Hasil Survei Populi: Masyarakat Cemas Permainan Politik Uang di Pilpres 2024
Hasil Survei Populi: Masyarakat Cemas Permainan Politik Uang di Pilpres 2024

Persoalan politik uang menempati posisi pertama di angka 37,2 persen.

Baca Selengkapnya
Hasil Survei Terbaru Ungkap Kepercayaan Publik pada KPK dan MK
Hasil Survei Terbaru Ungkap Kepercayaan Publik pada KPK dan MK

Margin of Error (Mo) survei diperkirakan + 2,83 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Baca Selengkapnya
Poltracking Jelaskan Proses Survei Pilkada Jakarta, Tegaskan Bukan Konsultan Salah Satu Kandidat
Poltracking Jelaskan Proses Survei Pilkada Jakarta, Tegaskan Bukan Konsultan Salah Satu Kandidat

Hal ini menanggapi perbedaan hasil survei Poltracking Pilgub Jakarta hingga memutuskan keluar dari Persepi. Poltracking juga diberi sanksi oleh Persepi.

Baca Selengkapnya