Derita Korban Perdagangan Orang, Terancam Lumpuh Hingga Ingin Akhiri Hidup
Merdeka.com - Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan tujuh tersangka. Para korban pun bernasib tragis, mulai dari terancam lumpuh hingga memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta menyampaikan, ada empat korban dalam kasus tersebut. "Empat korban dari empat lokasi kejadian," tutur Nico di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
Keempatnya atas nama Tasini, Nadya Pratiwi, Wiwi Wulansari, dan Reycal Alya Fanet.
-
Siapa saja pengemis kaya raya di Indonesia? Berikut ini 5 pengemis yang ternyata kaya raya: Legiman di Pati, Jawa Tengah Pada tahun 2019, seorang pengemis bernama Legiman terciduk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dalam razia itu terungkap Legiman memiliki tabungan mencapai Rp900 juta. Tak hanya itu, dia juga memiliki tanah senilai Rp275 juta dan rumah senilai Rp250 juta. Dalam sehari, dia mendapat Rp500.000 hingga Rp1 juta per hari. Sri Keryati di Jakarta Pusat. Dia kedapatan memiliki jumlah emas dan uang hingga Rp23 juta. Sri terjaring petugas dinas sosial saat tengah mengemis di JPO (Jembatan Penyebrangan Orang) Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Dari PMKS (penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) itu, petugas mendapatkan sejumlah emas, uang kertas sebesar Rp22.750.000 dan uang receh sebanyak Rp313.900. Sehingga totalnya berjumlah Rp23.063.900. Muklis di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menjaring pengemis bernama Muklis yang memiliki harta yang banyak. Muklis terjaring di Flyover Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Saat digeledah, Muklis kedapatan memiliki uang Rp90 juta. Uang itu dikumpulkan dari hasil mengemis selama 6 tahun. Uang tersebut dalam bentuk pecahan Rp100 ribu mencapai Rp80 juta. Uang pecahan Rp50 ribu total Rp10 juta. Uang pecahan Rp20 ribu, dan uang receh kecil sebanyak Rp250 ribu. Luthfi Haryono di Gorontalo Pengemis di Gorontalo, bernama Luthfi Haryono membuat heboh jagat media sosial. Luthfi juga berkedok sumbangan masjid dengan membawa proposal ilegal ke setiap rumah dan warung. Waktu ditangkap Luthfi kedapatan bawa uang Rp43 juta dan emas. Sri Siswari Wahyuningsih di Semarang, Jawa Tengah Siswari diketahui memiliki deposito sebesar Rp140 juta dan rekening tabungan sebesar Rp16 juta. Tak hanya itu, dia juga memiliki surat BPKB kendaraan roda dua. Pengemis terlihat sangat lusuh itu mempunyai tiga anak yang saat ini duduk di bangku kuliah. Bahkan ketiga anaknya kuliah di kampus ternama Kota Semarang. Anaknya yang pertama berinisial HMS kuliah di Universitas Perbankan (Unisbank) di Jalan Tri Lomba Juang, Kota Semarang. Kemudian anak kedua berinisial SMS kuliah di jurusan Bahasa Inggris, Universitas Sultan Agung (Unisula), Jalan Raya Kaligawe, Kota Semarang.
-
Mengapa pelaku memperdagangkan bayi? Motif ketiga pelaku memperdagangkan bayi-bayi malang itu hingga kini masih diselidiki.
-
Kenapa pelaku meminta uang dari korban? Kesaksian Korban Belum lama ini, terungkap modus kejahatan baru yang menyasar para pencari kerja. Diungkap sejumlah korban yang baru saja melakukan interview di salah satu lokasi berkedok perusahaan di Duren Sawit, pelaku membujuk agar sejumlah uang diserahkan. Bukan tanpa alasan, para korban turut dijanjikan segera mendapat pekerjaan impian. Sontak, uang tersebut diminta pelaku.
-
Siapa yang disebut mendapat tawaran uang? Uang bernilai fantastis itu disebut agar Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mundur dari posisinya selaku calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan.
-
Kenapa gelandangan itu diberi uang? 'Aku sangat menghargai kejujuranmu. Kamu bisa saja mengambilnya, tapi tidak. Berapa yang kamu butuhkan?' tanyanya.
-
Siapa yang menjadi korban penipuan oleh agen penyaluran tenaga kerja? Budi Triman (37), salah satu korban asal Pati mengaku, ia pada awalnya dijanjikan kerja di Korea oleh HS dengan syarat memiliki sertifikat keahlian las yang diterbitkan dari Kapten Indonesia.
Dimulai dengan penderitaan Tasini. Perempuan itu mencoba mengadu nasip ke Arab Saudi lewat rekrutmen tersangka bernama Mamun dan Faisal Fahruroji.
Iming-iming gaji besar yang menggiurkan memaksa Tasini merogoh kocek Rp6 juta, sebagai syarat menjadi asisten rumah tangga di negeri orang. Katanya, 1.200 real per bulan.
Dia pun diberangkatkan melalui jalur non prosedural yakni Jakarta-Batam-Kuala Lumpur-Arab Saudi. Sampai sana, dia berhadapan dengan majikan yang ringan tangan.
Mengalami penganiayaan hampir di setiap harinya, Tasini nekat kabur ke Kedutaan Besar Indonesia untuk Arab Saudi. Dia pun berhasil selamat dari siksaan yang hampir membawanya ke kondisi lumpuh permanen.
"Tasini ini mengalami luka berat karena yang bersangkutan dianiaya oleh majikan sehingga mengalami luka berat dan terancam lumpuh. Tim melakukan penyidikan dan kami menemukan bahwa proses yang dilakukan terhadap Tasini oleh tersangka ada dugaan pelanggaran," jelas Nico.
Dalam penelusuran, tersangka Mamun beraksi sejak 2011 dan telah memberangkatkan sekitar 500 tenaga kerja dengan tujuan Asia Pasifik dan Timur Tengah. Keuntungan yang diraup sebanyak Rp40 juta per bulan.
Sementara Faisal Fahruroji mulai mengurusi jasa tenaga kerja dari 2016. Sebanyak 100 orang telah diberangkatkan dengan keuntungan Rp60 juta per bulan.
Korban kedua adalah Nadya Pratiwi. Dia nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jendela rumah majikannya di Kairo, Mesir lantaran tidak kuat lagi menerima tekanan fisik dan psikis selama bekerja.
Nadya juga membayar sejumlah uang sebesar Rp7 juta sebagai syarat keberangkatan kepada tersangka atas nama Een Maemunah dan Ahmad Syaifudin.
"Kami melakukan penyidikan di dalam proses ini, berhasil menangkap tersangka EM dan AS. Dimana EM perannya sebagai sponsor dan ASadalah agen di Jakarta," kata Nico.
Een Maemunah merekrut calon tenaga kerja sejak 2016 dan telah memberangkatkan sekitar 200 orang. Dia meraup laba sebesar Rp5 juta per orang.
Kemudin Syaifudin berperan mengurusi berbagai dokumen keberangkatan sejak 2016 dan telah memberangkatkan sekitar 500 pekerja. Adapun keuntungan yang di dapat Rp12 juta per orang.
Korban ketiga yakni Wiwi Wulansari. Dia diberangkatkan ke Singapura sebagai pengurus bayi dan dijanjikan gaji senilai Rp8 juta per bulan.
Penderitaannya dimulai sesampainya di Negeri Singa. Alih-alih mengurus bayi, dia malah dipekerjakan sebagai terapis di sebuah spa dan menerima tindak pencabulan, bahkan oleh perekrutnya sendiri atas nama Wayan Susanto.
Wayan Susanto bekerjasama dengan tersangka Siti Sholikatun dan telah memberangkatkan 14 orang pekerja sejak 2017. Keuntungan yang didapat sekitar 2,5 juta per bulan.
Korban terakhir adalah Reycal Alya Fanet. Dia dikirim oleh tersangka Aan Nurhayati sejak usia 15 tahun dengan membayar sejumlah uang sebesar Rp2 juta.
Awalnya, Reycal dijanjikan bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab dengan gaji senilai Rp7,5 juta per bulan. Disangka tiba di negara tersebut, dia malah turun di Istanbul, Turki.
Reycal mulai menjalani siksaan berat oleh majikan lantaran tidak diperbolehkan beristirahat dari pekerjaannya. Gaji yang juga tidak kunjung turun membuatnya semakin tertekan dan nekat melarikan diri ke Kedutaan Besar Indonesia untuk Turki.
"Setelah melapor akhirnya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan kami berhasil menangkap A," beber Nico.
Nyatanya, tersangka Aan Nurhayati merupakan residivis kasus TPPO tahun 2014. Dia memberangkatkan sekitar 100 orang ke Turki sejak 2017 dan meraup untung Rp8 juta per orang.
Atas seluruh kasus tersebut, lanjut Nico, Polri tidak hanya memproses para tersangka yang telah ditangkap. Majikan para korban pun akan diproses, bekerjasama dengan kepolisian negara terkait.
"Kemudian untuk yang atas nama Wiwi itu, spa-nya kami upayakan tutup. Jadi tidak diberikan lagi kegiatan operasional. Ini langkah-langkah yang kami lakukan ke depan terkait dengan TPPO," Nico menandaskan.
Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan atau Pasal 81 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Reporter: Nanda Perdana PutraSumber: Liputan6.com
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus dugaan tindak pidana penjualan orang (TPPO) di Ogan Ilir diungkap polisi. Ironisnya, pelaku dan tujuh korbannya merupakan keluarga dekat.
Baca SelengkapnyaCerita korban TPPO Disekap Berbulan-Bulan dan Kerja Tanpa Digaji
Baca SelengkapnyaSaat minta dipulangkan ke Indonesia, pihak penyalur minta tebusan Rp80 juta.
Baca SelengkapnyaKorban mengalami trauma ganda. Selain perlakuan tak manusiawi, ia juga ketakutan karena suasana perang.
Baca SelengkapnyaLaporannya tak kunjung ditindaklanjuti, Herawati mengadu ke Kapolri melalui media sosial. Ternyata cara ini membuat sang pelaku tertangkap.
Baca SelengkapnyaPenangkapan ratusan tersangka dilakukan sejak periode 5-11 Juni 2023
Baca SelengkapnyaSetelah korban bekerja sebulan, ia menerima upah yang tak sesuai dengan kesepakatan awal.
Baca SelengkapnyaDari keterangan RAD, dia tega menjual anaknya pada pria hidung belang karena terlilit utang pinjaman online (pinjol). Jumlah utang RAD mencapai Rp 100 juta.
Baca SelengkapnyaKemensos janji akan memberikan solusi terhadap mereka yang menjadi korban kejahatan TPPO.
Baca SelengkapnyaPerekrutan PMI seolah-olah dibuat resmi. Korban menjalani pemeriksaan kesehatan dan pembuatan paspor.
Baca SelengkapnyaPara korban sempat disekap dan diancam di sebuah apartemen di Turki
Baca SelengkapnyaTindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menawarkan pekerjaan dan modus-modus lain semakin marak terjadi.
Baca Selengkapnya