Derita Nenek Mujiati hidup sebatang kara di rumah reyot
Merdeka.com - Nenek Mujiati (75) tinggal sebatang kara dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Dia tinggal seorang diri di sebuah rumah yang nyaris roboh dan tanpa penerangan listrik. Di dalam rumah itu ada beberapa ekor ayam yang dipeliharanya.
Tempat tinggal Mujiati berada di RT 52/ RW 12 Dusun Ngandeng, Desa Dawuhan, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Lokasi rumahnya pun jauh dari rumah penduduk dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Kondisi rumah nenek Mujiyati itu sangat tidak layak untuk tempat tinggal. Tiang-tiang penyangga rumah tidak lagi tegak dan gentingnya sebagian sudah jatuh. Setiap saat rumah itu bisa roboh dan menimpa nenek malang ini.
-
Kenapa rumah tua itu terbengkalai? Kini rumah tua itu tak ada yang menempati dan terbengkalai.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Kenapa rumah Jenita Janet terbengkalai? Sampai saat ini, belum diketahui apakah rumah ini benar-benar milik Jenita Janet atau tidak, mengingat rumah ini terlihat sudah sangat lama ditinggalkan.
-
Bagaimana kondisi atap rumah Kurnia Meiga? Kondisi Plafon Rumah Kekhawatiran muncul melihat kondisi atap rumah Kurnia Meiga yang hampir runtuh, menandakan bahwa renovasi tempat tinggal Meiga telah terlupakan dalam waktu yang cukup lama.
-
Apa yang diambil pelaku dari rumah nenek? Akibatnya banyak harta benda yang raib antara lain lima sertifikat tanah, emas perhiasan, dan uang senilai dua puluh juta rupiah raib diambil pelaku.
-
Bagaimana kondisi rumah di permukiman terbengkalai? Rata-rata, rumah di permukiman padat tersebut masih berbentuk utuh, dan tak jauh dari pinggir jalan.Semakin dalam masuk ke dalam gang, beberapa rumah yang awalnya masih layak ditinggali, perlahan-lahan berganti menjadi rumah yang tampak rusak karena tidak terurus lama.
Rumah nenek Mujianti hanya ditutupi anyaman bambu yang sudah lapuk. Rumah itu berukuran 2,5 M X 3 M, dengan pintu yang sudah rusak dan sulit dibuka.
Tumpukan kayu berserakan diletakkan di sisi belakang rumahnya. Sebagian sisa kayu digunakan memasak dengan sebuah tungku mungil. Nenek Mujiati mengaku selama ini biasa memasak dengan kayu bakar.
Di kala musim hujan, rumah itu menjadi satu-satunya tempat berlindung. Mujiati tinggal seorang diri dan tidur beralaskan dipan seadanya.
"Kalau hujan ya di sini saja, ndak ke mana-mana," ucap Mujiati saat ditemui di rumahnya beberapa hari lalu.
Meski memiliki usia lanjut, kondisi fisik nenek Mujiati tampak sehat dengan aktivitas sehari-hari yang penuh energik. Dibandingkan orang lain seusianya, perempuan satu anak ini memiliki ketahanan fisik berlebih.
Setiap hari Mujiati tidur di rumah yang nyaris terbuka dinding-dindingnya. Begitu bangun tidur di pagi hari, langsung memasak untuk dirinya sendiri.
Hawa dingin udara pegunungan Semeru tidak pernah dirasakannya, kendati akhir-akhir ini serasa menusuk sampai ke tulang. Aktivitas itu dilakukan sejak keluarganya masih lengkap.
"Kondisi Mbok Mujiati ini berubah saat suaminya pergi. Dia hanya tinggal bersama bayinya, yang sekarang sudah besar," kata Nenek Siti, tetanga terdekatnya.
Kini anak satu-satunya itu bekerja di Tulungagung dan hanya sesekali pulang ke rumah. Anaknya sendiri dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak dapat diharapkan.
Ketua RT 52, tempat Mujiati tinggal, Bambang mengungkapkan para tetangga terdekat biasa memberikan santunan untuk kehidupannya. Pemerintah setempat juga memberi bantuan raskin.
"Khusus ibu Mujiati tidak ditebus (bayar), kalau keluarga lain memang harus membayar," kata Bambang.
Nenek Mujiati sebenarnya sudah dibuatkan rumah yang lebih layak dan representatif. Namun yang bersangkutan menolak menempati, karena merasa bukan miliknya. Kendati dipaksa yang bersangkutan tetap menolak untuk pindah.
Karena kondisi rumahnya yang membahayakan, warga setempat berencana membongkar rumah tersebut. Rumah akan diperbaiki, agar yang bersangkutan bersedia menempati rumahnya sendiri.
"Kemungkinan minggu depan akan dibongkar," kata Bambang
(mdk/sho)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Untuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaKakek Sanusi kini hanya mengandalkan pemberian tetangga untuk sekedar makan dan bertahan hidup.
Baca SelengkapnyaWalau hidup serba kekurangan, ia tampak selalu tersenyum
Baca SelengkapnyaKondisi rumah kakek pembuat gula merah berusia 82 tahun ini memprihatinkan bahkan nyaris roboh.
Baca SelengkapnyaKakek di Gorontalo hanya santap parutan kelapa untuk mengganjal perut lapar hingga disorot warganet.
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaAkses menuju kampung itu cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.
Baca SelengkapnyaBegitu miris, ia hanya bisa memakan menu nasi dan micin serta tinggal di gubuk tak layak
Baca SelengkapnyaBerikut penampakan rumah mewah Ibu Ani anak jenderal yang tinggal di rumah bak hutan terbengkalai.
Baca SelengkapnyaTinggal sendiri di rumah kontrakan, Nenek Nursi kesehariannya hanya berjualan sayur. Uangnya bahkan sempat diambil orang.
Baca SelengkapnyaDi usia yang sudah sangat renta dengan segala keterbatasan fisiknya, ia harus tetap mengais rezeki.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kundisinya sangat tidak layak itu.
Baca Selengkapnya