Dewan Pers: Berita hoax tidak pernah sejalan dengan jurnalisme damai
Merdeka.com - Media diminta mewujudkan jurnalisme damai dengan menyebarkan informasi yang benar kepada publik. Jika ini berjalan diyakini persatuan bangsa dapat terjaga dengan baik.
Anggota Dewan Pers, Nezar Patria mengatakan, tantangan terbesar jurnalisme saat ini karena banyaknya muncul berita palsu atau hoax. Saat ini hoax telah meracuni publik untuk mencari informasi.
"Ini yang selama ini harus kita cermati dan berbahaya. Tentu saja hoax atau berita palsu itu tidak pernah sejalan dengan jurnalisme damai," ujar Nezar dalam keterangannya, Kamis (8/2).
-
Mengapa penghindaran berita meningkat? Para penulis laporan ini memperkirakan kenaikan angka ini disebabkan oleh berita perang di Ukraina dan Timur Tengah. Saat ini, penghindaran berita berada pada tingkat rekor tertinggi.
-
Siapa yang membuat berita hoaks? Menurut NewsGuard, situs-situs ini mengklaim diri mereka sebagai sumber berita lokal yang independen, namun tidak mengungkapkan afiliasi partisan atau asing mereka.
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Kenapa banyak berita hoaks di AS? Jumlah tersebut berbanding 1.213 surat kabar harian yang beroperasi di seluruh AS, demikian menurut laporan tahun 2023 dari Universitas Northwestern.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks tentang Partai Perubahan? Usai pernyataan Anies yang ingin mendirikan partai baru, di media sosial beredar Anies membentuk Partai Perubahan dan mengimbau masyarakat untuk ikut bergabung bersama partai barunya.
Menurutnya, dunia internet sekarang ini ada banyak media-media baru yang bekerja seakan-akan mereka memproduksi konten jurnalistik. Tetapi kalau dilihat produknya, lanjut Nezar, tidak memenuhi standar jurnalisme profesional dan tidak memenuhi kode etik jurnalistik.
Dirinya mencontohkan sekarang ini banyak media yang memang muncul untuk mengacaukan dan mendistorsi informasi dengan motif-motif tertentu. Seperti media yang yang punya tujuan ingin menggoyang NKRI dengan isu SARA.
"Padahal jurnalisme damai itu menginginkan para pembaca dengan menyimak karya-karya jurnalisme damai. Perspektif yang mendinginkan konflik, mendapat perspektif yang lebih luas bahwa konflik itu merugikan banyak pihak," jelas Nezar.
Menurutnya, dengan adanya berita hoax termasuk beredarnya konten radikal yang beredar di masyarakat, tentu akan membuat hubungan antar-kelompok menjadi rusak. Korban dari berita hoax itu bukan hanya kedua belah pihak yang berkonflik, tetapi juga mereka yang tidak terlibat.
Dia mencontohkan ada situs-situs yang sengaja memprovokasi juga menebarkan kebencian di masyarakat. Tujuannya ingin memaksakan ideologinya dengan menyerukan cara kekerasan yang jelas bukan cara-cara demokratis.
"Apalagi tujuan mereka untuk memecah persatuan bangsa, merongrong kehidupan bernegara, atau mengganti ideologi Pancasila sebagai kontrak sosial dan politik bangsa Indonesia. Saya kira hal tersebut tentunya tidak dibenarkan. Ini yang mungkin harus dicermati," ujarnya.
Dikatakannya, media sejatinya bebas untuk mengekspresikan pendapat dan cara pandang politiknya sejauh tidak menyerukan kekerasan atau menghasut. Peran pemerintah, menurutnya, juga diperlukan untuk mengantisipasi berita hoax dan media yang suka menyebarkan isu perpecahan di masyarakat.
Menurutnya, kalau jelas ada media yang memang menjadi corong dari sebuah organisasi teror, pemerintah harus punya SOP untuk melakukan penindakan terhadap media-media seperti itu.
"Untuk media online bisa langsung memblokir. Karena hal itu sudah tidak termasuk dalam prinsip jurnalistik karena itu merupakan media propaganda. Dan perangkat hukum lain juga bisa menangani media yang memang menyerukan kekerasan atau permusuhan," pungkasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Disinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta kode etik jurnalistik terus dipegang teguh.
Baca SelengkapnyaPakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaCak Imin ikut mengomentari rencana RUU Penyiaran melarang jurnalisme investigasi
Baca SelengkapnyaAiman mengaku bukan polisi tidak netral dalam Pemilu, melainkan oknum
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaGanjar mengingatkan, kebebasan pers dijamin oleh negara
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca Selengkapnya"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri
Baca Selengkapnya