Dewan Pers Minta Media Berperan Tangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian
Merdeka.com - Banyak berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian beredar di masyarakat melalui media sosial. Melihat kondisi ini pers berperan penting dalam melakukan edukasi kepada publik dengan berita akurat, terverifikasi kebenarannya.
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, meminta kepada media mainstream untuk ikut berperan aktif daalam menangkal narasi kebencian. Media jangan sampai terjebak ikut dalam penyebaran informasi berita yang bersumber dari medsos yang belum tentu benar beritanya.
"Di tengah maraknya banjir informasi yang memunculkan hoaks, dan ujaran kebencian, maka media mainstream dan media profesional harus bisa menjadi penjernih atau clearing house sebagai tempat orang untuk bisa menemukan berita yang benar sesuai fakta," ujar Yosep dalam keterangannya, Kamis (14/2).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Bagaimana berita hoaks dibuat? Beberapa bahkan menggunakan konten yang dibuat oleh AI atau kecerdasan buatan.
-
Bagaimana cara membedakan hoaks dengan berita asli? Jika dilihat lebih detail, ada sejumlah kejanggalan yang terlihat pada layout unggahan tersebut dengan tampilan pada situs asli Liputan6.com. Satu di antaranya yaitu perbedaan font tulisan, struktur tanda baca, serta tata letak penulisan, nama penulis, dan tanggal unggahan artikel.
Menurutnya, saat ini masyarakat tidak menjadikan media mainstream sebagai sumber informasi utama. "Mereka adalah kelompok milenial yang notabene adalah digital native yang mendapatkan informasi dari gadget, berkomunikasi menggunakan medsos dan menonton dari youtube, Netflix dan lain-lain," katanya.
Untuk itu, pria yang pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM ini berharap agar dunia pers bisa mengembalikan kepercayaannya di mata masyarakat sebagai sumber berita terpercaya seperti sebelum ada lahirnya medsos. Salah satu faktor yang membuat masyarakat gamang adanya afiliasi pemilik media dengan partai politik tertentu.
"Caranya, ya dengan mengembalikan fungsi pers yang fokus pada kepentingan publik. Bisa membuat berita secara profesional, taat kepada Kode Etik Jurnalistik. Tidak menggunakan bahan informasi yang ada di medsos menjadi berita, kecuali memang ada kepentingan publik dan itupun harus melalui proses verifikasi, klarifikasi, dan konfirmasi," sarannya.
Dirinya juga berharap kepada media mainstream tidak ikut terbawa arus dalam pemberitaan yang viral melalui medsos yang belum tentu benar pemberitaaanya. "Pers harus memegang teguh dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik, disiplin melakukan verifikasi terhadap setiap informasi, dan tak tergoda untuk memburu isu viral di medsos," imbuhnya.
Untuk itu dirinya juga meminta kepada masyarakat untuk dapat percaya kembali pada pemberitaan yang bersumber dari media mainstream tanpa melalui medsos. Masyarakat juga diminta tidak terlalu percaya dari sumber yang ada di medsos itu.
Setiap mendapat informasi meragukan, mengajak orang untuk menyerang orang lain, bernada hasutan dan kebencian baik yang disebarkan melalui medsos atau yang terjadi di dunia nyata sebaiknya dicek terlebih dahulu pada sumber-sumber yang kredibel atau sumber media mainstream.
"Masyarakat harus juga mencari informasi dari media mainstream. Dan tentunya tugas dari pers meluruskan dan memberikan informasi yang valid kepada masyarakat terhadap berita yang beredar di medsos atau di dunia nyata tersebut. Ini agar masyarakat sendiri tidak mudah terpengaruh terhadap hoaks," tandasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaMasyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca SelengkapnyaKonten negatif berupa berita bohong dan intoleransi dapat merusak keutuhan bangsa.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaPolisi memantau dan mendeteksi konten-konten hoaks yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca SelengkapnyaDengan mengikuti tips ini, diharapkan masyarakat akan semakin waspada terhadap konten hoaks di media sosial yang berpotensi menyesatkan jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaFakta membantu memisahkan berita dari opini atau spekulasi, memberikan dasar yang kuat agar masyarakat dapat memahami situasi yang terjadi dengan benar.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaPeningkatan akses informasi lebih mudah, memilih sumber informasi yang kredibel, hingga menganalisis data dari berbagai sudut pandang dirasa sangat penting.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca Selengkapnya