Dewas Ungkap Perombakan Struktur KPK Sudah Konsultasi ke Kemenpan RB & Kemenkum HAM
Merdeka.com - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho menyebut pihaknya sudah mengingatkan pimpinan lembaga antirasuah sebelum membuat Peraturan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja.
"Dalam rapat koordinasi pengawasan, Dewas sudah mengingatkan Pimpinan KPK agar perkom yang dibuat sesuai dengan UU," ujar Albertina kepada Liputan6.com, Senin (23/11).
Albertina menyebut, pimpinan KPK sudah menginformasikan kepada Dewas bahwa Perkom tersebut sudah dikonsultasikan kepada Kemenpan RB dan Kementerian Hukum dan HAM.
-
Bagaimana OJK sampaikan pesan antikorupsi? Untuk menarik minat dan antusiasme pengunjung, OJK mengemas kegiatan pada booth dengan permainan, publikasi berupa papan penghargaan dan informasi seputar program penguatan integritas OJK.
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
-
Apa yang DPR ingatkan OJK? 'Menurut kami, rencana pencabutan moratorium ini harus dilakukan secara hati-hati dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif.
-
Siapa Ketua Dewan Syuro PKB? Diketahui, Ma'ruf Amin kembali dipercaya menjabat Ketua Dewan Syuro DPP PKB berdasarkan hasilMuktamar ke-VI yang digelar di Nusa Dua Bali, Minggu (25/8) lalu.
-
Apa tugas Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK? Nawawi sempat mengaku tugas yang diamanahkan Jokowi kepada dirinya sangat berat.
-
Apa pesan para ketua dewan kepada pengurus Golkar? “Jangan ada lagi konflik internal yang justru kontraproduktif dengan cita-cita Partai Golkar, mengembalikan kemenangan seperti Pemilu 2004,“ ujar Lodewijk.
"Dan informasi yang Dewas peroleh sudah dikonsultasikan dengan Kemenpan RB dan Kemenkum HAM," kata dia.
Albertina menegaskan, dalam pembuatan Perkom tersebut tak melibatkan jajaran Dewas. Sebab, menurut Albertina, pembuatan Perkom memang kewenangan dari Pimpinan KPK. Maka dari itu, Albertina tak bisa menyatakan setuju atau tidak dengan isi perkom tersebut.
"Karena bukan kewenangan Dewas, maka Dewas tidak punya kapasitas untuk mengatakan setuju atau tidak. Kita lihat saja hasilnya nanti," kata dia.
Tuai Kritik
Perkom 7/2020 ini menuai polemik di masyarakat. Banyak pihak yang menilai jika perkom tersebut hanya akan membuat KPK kian gemuk. Sebab, dalam perkom tersebut, KPK menambahkan banyak struktur baru.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 (PerKom 7/2020) tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sebelumnya penting untuk diketahui bahwa Pasal 26 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," kata Kurnia dalam siaran tertulis yang diterima, Rabu (18/11).
Dia menilai struktur di KPK seharusnya tidak ada perubahan. Seperti Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
"Tapi tertuang dalam PerKom 7/2020 malah terdapat beberapa penambahan seperti Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat dan Bidang Koordinasi dan Supervisi. Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK," kritik dia.
Kurnia menilai produk hukum internal KPK ini amat rentan untuk dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung. Dia juga menyarankan KPK fokus pada perbaikan kinerjanya, ketimbang merombak susunan internal. Selain itu, urgensi soal staf khusus yang akan membantu pimpinan lembaga antirasuah itu juga disoroti ICW.
"Jadi, ICW menilai kebijakan (staf khusus) ini hanya pemborosan anggaran semata," kata dia.
Dia mengatakan, jika dilihat dalam Pasal 75 ayat (2) Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020, segala keahlian yang mesti dimiliki oleh staf khusus pada dasarnya sudah ada di setiap bidang kerja KPK. Menurut ICW, problematika KPK saat ini bukan pada kebutuhan staf khusus, melainkan perbaikan di level pimpinan. Sebab, ICW menilai, seringkali kebijakan yang dihasilkan oleh pimpinan bernuansa subjektif tanpa diikuti dengan rasionalitas yang jelas.
"Jadi sekali pun ada staf khusus, akan tetapi tindakan maupun pernyataan pimpinan masih seperti saat ini, tidak ada gunanya juga," terangnya.
Oleh karena itu, Kurnia menegaskan, ICW mendesak agar Dewan Pengawas KPK segera bertindak dengan memanggil Komjen Firli Bahuri cs untuk memberikan klarifikasi atas keluarnya Peraturan Komisi tersebut.
"Yang benar-benar melenceng jauh dari penguatan KPK," ujarnya.
Berdasarkan peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, pimpinan KPK akan memiliki staf khusus. Ketentuan staf khusus tersebut diatur dalam Bab IX yang meliputi Pasal 75 dan Pasal 76 Perkom itu.
"Staf khusus merupakan pegawai yang memiliki keahlian khusus, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan," demikian bunyi Pasal 75 Ayat (1) Perkom 7 Tahun 2020.
Staf khusus tersebut berjumlah paling banyak lima orang dengan keahlian meliputi bidang teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, hukum korporasi dan kejahatan transnasional, manajemen dan sumber daya manusia, ekonomi dan bisnis, dan/atau keahlian lain sesuai kebutuhan KPK.
Staf khusus diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Jenderal KPK
Pada Pasal 76 Ayat (1) disebut bahwa staf khusus mempunyai tugas memberikan telaah, rekomendasi, dan pertimbangan terkait isu strategis pemberantasan korupsi sesuai bidang keahliannya.
Pada Pasal 76 Ayat (2) disebutkan, dalam melaksanakan tugas tersebut, staf khusus menyelenggarakan tiga fungsi.
Pertama, penalaran konsepsional suatu masalah sesuai bidang keahlian dan pemecah persoalan secara mendasar dan terpadu untuk bahan kebijakan pimpinan.
Dua, pemberian bantuan kepada pimpinan dalam penyiapan bahan untuk keperluan rapat, seminar atau kegiatan lain yang dihadiri oleh pimpinan.
Ketiga, pelaksanaan tugas-tugas lain dalam lingkup bidang tugasnya atas perintah pimpinan.
"Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), staf khusus didukung oleh sekretariat pimpinan," demikian bunyi Pasal 76 Ayat (3).
Staf khusus merupakan satu dari 19 posisi dan jabatan baru yang tercantum pada Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK.
Sembilan belas posisi dan jabatan baru itu ialah Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jejaring Pendidikan, Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi.
Lalu, Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi, Sekretariat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat.
Kemudian, Direktorat Antikorupsi Badan Usaha, Deputi Koordinasi dan Supervisi, Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I-V, Sekretariat Deputi Koordinasi dan Supervisi.
Selanjutnya, Direktorat Manajemen Informasi, Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi, Staf Khusus, Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi, dan Inspektorat.
Sementara itu, ada tiga jabatan dan posisi yang dihapus melalui Perkom Nomor 7 Tahun 2020 yaitu Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Direktorat Pengawasan Internal, dan Unit Kerja Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anticorruption Learning Center (ACLC).
Penjelasan KPK
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengklaim, penambahan struktur baru di KPK dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemberantasan korupsi.
"Penataan ulang organisasi perlu kami lakukan merespon amanat UU, dan menjadi ikhtiar kami untuk terus memperbaiki kinerja kami ke depan," ujar Ali dalam keterangannya, Minggu (22/11).
Ali mengatakan, dalam Perkom 7/2020, KPK hanya menambah total 7 posisi jabatan baru. Terdiri dari 6 pejabat struktural, yaitu 1 pejabat eselon 1 dan 5 pejabat setara eselon 3, serta 1 pejabat non-struktural yaitu staf khusus.
"Penambahan tersebut setelah memperhitungkan jumlah penambahan jabatan baru, jabatan lama yang dihapus, dan penggantian nama/nomenklatur jabatan, baik pada kedeputian maupun kesekjenan," kata Ali.
Di tingkat eselon 1 terdapat penambahan 2 nama jabatan namun ada penghapusan 1 jabatan lama yaitu deputi PIPM. Di tingkat eselon 2 terdapat penambahan 11 jabatan baru, namun juga penghapusan 11 jabatan lama.
Sedangkan di tingkat eselon 3 terdapat penambahan 8 nama jabatan baru dan penghapusan 3 jabatan lama. Penambahan 2 nama jabatan baru pada eselon 1 yaitu Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi dan Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat adalah dalam rangka merespon amanat Pasal 6 huruf b dan d terkait pelaksanaan tugas Koordinasi dan Supervisi dan Pasal 7 ayat (1) huruf c, d dan e UU KPK.
"Sedangkan, terkait staf khusus perlu kami tegaskan kembali, bahwa yang dimaksud adalah bukan staf ahli," kata Ali.
Sehingga, menurut Ali, rumpun jabatan staf khusus termasuk dalam kategori non-struktural. Dalam perkom disebutkan staf khusus paling banyak 5 orang dengan fungsi menggantikan jabatan penasihat KPK yang menetapkan maksimal berjumlah 4 orang dan telah dihapus dalam UU No 19/2020.
"KPK memastikan pelaksanaan tugas dan fungsi KPK tetap mengedepankan asas transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme," kata Ali.
Berikut ini rincian nama-nama baru jabatan di KPK sesuai Perkom 7/2020.
1. Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
2. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi
3. Direktorat Jejaring Pendidikan
4. Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi
5. Direktorat Inisiasi dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat
6. Direktorat Antikorupsi Badan Usaha dan Akreditasi
7. Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah 1 - 5 (5 jabatan)
8. Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi
9. Inspektorat
10. Direktorat Manajemen Informasi
11. Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi
12. Bidang Perencanaan Strategis
13. Bidang Organisasi dan Tatalaksana
14. Bidang Pengelolaan Kinerja dan Risiko
15. Bagian Pemberitaan
16. Bagian Diseminasi dan Publikasi
17. Sekretariat Inspektorat
18. Sekretariat Deputi Koordinasi dan Supervisi
19. Sekretariat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat
20. Staf khusus
Terdapat 16 nama jabatan lama yang dihapus
1. Penasihat
2. Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat/PIPM
3. Koordinator Wilayah (ada 9 jabatan korwil)
4. Direktorat Pengawas Internal
5. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
6. Bagian Renstra Ortala
7. Bagian Pemberitaan dan Publikasi
8. Sekretariat PIPM
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia pun menyinggung soal Singapura yang bisa maju berkat supremasi hukum.
Baca SelengkapnyaKetua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengisyaratkan bakal menghapus pembagian kerja wakil ketua bidang penindakan dan pencegahan.
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaGhufron mengatakan laporan itu adalah pemenuhan kewajibannya sebagai insan KPK sesuai Peraturan Dewas KPK
Baca SelengkapnyaPansel juga berencana menemui aparat penegak hukum dan lembaga tinggi negara
Baca SelengkapnyaRekrutmen calon pimpinan dan dewan pengawas KPK dibuka sejak 26 Juni 2024.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewas KPK, Albertina Ho menyatakan kewenangan menetapkan supervisi adalah pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaMenurut KPK, ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi.
Baca SelengkapnyaDPR menyepakati jumlah dan komposisi keanggotaan Fraksi pada Komisi-Komisi dengan jumlah rata-rata, yaitu 44 dan 45 anggota pada masing-masing Komisi.
Baca SelengkapnyaKejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK
Baca Selengkapnya