Di Karanganyar, pemberian nama anak kebarat-baratan akan dilarang
Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karanganyar, Jawa Tengah, menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pelestarian Budaya Lokal, tahun ini. Salah satu isinya adalah pelarangan pemberian nama anak yang berbau kebarat-baratan. Pelarangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kebudayaan lokal yang mulai terkikis.
Ketua DPRD Karanganyar, Sumanto, mengaku perlunya membahas raperda inisiatif yang salah satunya terkait pelestarian budaya lokal. Menurut dia, di Karanganyar banyak kegiatan budaya, seperti bersih desa, pagelaran wayang kulit, dan lainnya yang perlu diwadahi di perda.
"Raperda Pelestarian Budaya Lokal ini masih akan melalui proses panjang," katanya.
-
Bagaimana cara menjaga budaya di Penglipuran? Masyarakat desa ini menjaga adat dan tradisi Bali dengan baik, termasuk dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga keharmonisan antar sesama.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kenapa tradisi Suran Mbah Demang harus dilestarikan? 'Saya mengajak seluruh masyarakat Banyuraden untuk meneladeni nilai leluhur yang diwariskan Ki Demang. Upacara adat ini juga bisa menjadi pengingat bagi masyarakat Banyuraden dan sekitarnya akan tradisi leluhur yang harus dilestarikan,' ujar Kustini.
-
Bagaimana cara menjaga keberagaman budaya di Indonesia? Satu di antara cara menjaga keberagaman sosial budaya adalah dengan menerapkan toleransi antarkelompok masyarakat.
-
Gimana warga Kampung Yudha Asri lestarikan budaya? Di lokasi yang masuk Desa Mander, Kecamatan Bandung ini warganya kompak menjaga alam dan melestarikan kebudayaan leluhur. Ini tercermin dari mudahnya menemukan ikon-ikon khas adat Sunda seperti pertunjukan seni musik angklung, rampak bedug sampai tradisi ngaruwat bumi yang diturunkan ke generasi muda.
-
Kenapa Kampung Sukadiri perlu dijaga? Diharapkan, ada dampak perekonomian lokal yang bisa terangkat, termasuk menjaga kelestarian adat istiadat serta situs-situs bersejarah dari masa Kesultanan Banten yang masih ada.
Dia mengatakan, Raperda tersebut akan dibahas dengan eksekutif. Ia menargetkan raperda tersebut disahkan tahun 2018.
"Raperda ini bertujuan untuk melindungi budaya lokal yang sangat banyak di Karanganyar. Di Karanganyar ini hampir tiap desa ada budaya lokal yang perlu dilestarikan. Dari tahun ke tahun tergerus, lha kita berkewajiban untuk melestarikan. Itu kan bagian dari sejarah bangsa, warisan leluhur," katanya.
Ia menambahkan, ada pihak yang mengusulkan, apakah nama-nama Jawa termasuk dalam budaya. Pihaknya akan melakukan kajian terlebih dulu, agar jika dibuatkan perda tak melanggar aturan yang di atasnya serta tidak menimbulkan permasalahan di masyarakat.
"Jadi penyusun naskah akademiknya, ada tim ahlinya ada DPRD Baleg. Prosesnya masih panjang, fokusnya di budaya lokal," katanya.
Sumanto membantah beredarnya isu yang melarang pemberian nama anak kebarat-baratan di media sosial maupun masyarakat.
"Yang melarang siapa? Kita nggak pernah nglarang. Itu bagian dari Perda Pelestarian Budaya Lokal yang kita bahas. Terus muncul itu, itu minta dimasukkan, itu bertentangan enggak. Enggak ada larangan, itu rencana kita ke depan mau bikin perda itu," tegasnya.
Dia menjelaskan usulan larangan pemberian nama anak kebarat-baratan tersebut muncul melalui Badan Legislatif (Baleg) Daerah. Usulan berasal dari tokoh dan pemuka masyarakat lainnya. Usulan tersebut akan diuji dan melalui proses yang panjang.
"Kita wajib menampung usulan masyarakat, tokoh. Nanti diuji publik juga, nanti Baleg menyusun dengan tim ahli dari budayawan UNS. Nanti dikaji, disampaikan, dibahas, kalau nggak cocok dan bertentangan ya nggak usah," jelas Sumanto.
Meskipun baru sebatas usulan, namun sejumlah kalangan menyayangkan rencana tersebut. Praktisi hukum asal Karanganyar, Roni Wiyanto menyebut, rencana DPRD Karanganyar tersebut merupakan sebuah kemunduran dalam peradaban berbangsa dan bernegara.
"Sebagai warga memang perlu menunjung tinggi budaya Indonesia dan melestarikan budaya lokal agar tidak n punah akibat masuknya budaya asing. Namun harus diingat budaya Indonesia bersifat terbuka. Artinya kita harus bisa menerima budaya lain, namun dengan batas-batas tertentu," ujar Roni kepada wartawan, Rabu (3/1).
Mantan anggota DPRD Karanganyar Nursanyoto meminta agar dilakukan kajian terlebih dahulu. Apalagi jika ada penolakan dari masyarakat.
"Mereka, ini merupakan wakil rakyat jadi jangan gembar-gembor sesuatu hal yang bertentangan dengan rakyat. Pemberian nama pada anak merupakan hak asasi masyarakat Karanganyar," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Konsep ini ditunjukkan agar kearifan lokal yang ada di IKN tetap terlihat jelas.
Baca SelengkapnyaDesa ini dinobatkan sebagai desa Pancasila karena tingkat implementasi Pancasila sangat baik
Baca SelengkapnyaHerman Khaeron ingin adanya kekhususan untuk menahan laju biaya hidup di Jakarta
Baca SelengkapnyaMas Adi menyampaikan bahwa masyarakat saat ini masih mempunyai semangat yang tinggi untuk nguri nguri budaya.
Baca SelengkapnyaMenurut tokoh setempat, akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi jika aturan tersebut dilanggar.
Baca SelengkapnyaTradisi Rebu, budaya sopan santun dan larangan yang berkembang di masyarakat Tanah Karo.
Baca SelengkapnyaTradisi Puter Kayun bukan hanya warisan budaya, tetapi juga menjadi daya tarik wisatawan.
Baca SelengkapnyaKepercayaan masyarakat itu ke bermula dari cerita seorang wanita nernama Ambarwati yang telah disakiti hatinya oleh pejabat tinggi Belanda di awal abad 19.
Baca SelengkapnyaSelain memiliki fungsi spiritual, hutan ini juga memiliki fungsi ekologis bagi perkampungan di sekitarnya.
Baca Selengkapnya