Digaji Rp 32 ribu per hari, pegawai TPST Bantargebang menjerit
Merdeka.com - Pegawai harian di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, menjerit. Sebab, upah yang diberikan oleh pengelola dari TPST milik DKI Jakarta tersebut dianggap jauh dari layak, karena hanya Rp 32 ribu per hari.
"Kami sudah protes, bahkan demo sampai tiga kali. Tapi, enggak didengar. Padahal hanya ingin naik Rp 2.000 saja, tapi enggak didengar," kata salah satu pegawai harian, Mun (45) saat ditemui di TPST Bantargebang, Senin (22/2).
Warga asli Bantargebang ini mengaku, upah yang diberikan oleh pengelola sebesar Rp 32 ribu tak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, membeli beras yang saat ini harga seliter mencapai Rp 9 ribu.
-
Apa saja sampah yang sulit dikelola? Belum lagi, pengelolaan di depo juga masih tercampur sebelum diangkut oleh truk sampah.Saat ada warga yang hendak membuang sampah organik justru ditolak, lantaran terlalu basah. Ini karena ada depo-depo yang ada sempat menerapkan sistem RDF (Refuse Derived Fuel), yakni sampah yang dikeringkan.
-
Kenapa warga Sarijadi mengolah sampah? Kegiatan ini dilakukan guna mengurangi penumpukan di tengah kondisi darurat sampah yang dialami Kota Bandung.
-
Bagaimana cara mengatasi masalah sampah di Bantargebang? Demi menghindari longsor, maka dilakukan teknik terasering. "Jadi langkah itu yang kita terapkan sembari menunggu dibangunnya ITF di Jakarta.," kata Kepala Satuan Pelaksana TPST Bantargebang UPST DKI Jakarta, Handoko Raitno Solusi Lain Tahun ini, pabrik pengolah sampah atau refuse-derived fuel (RDF) plant akan dibangun di Bantargebang.
-
Apa dampak dari banyaknya sampah? Kini, seiring dengan melonjaknya suhu udara di musim panas, ada peringatan baru dari badan-badan bantuan tentang bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh banyaknya sampah.
-
Dimana sampah menumpuk? Dalam salah satu unggahan Instagram @merapi_uncover, terdapat unggahan yang menampilkan tumpukan sampah di tepi Jl. KH. Ahmad Dahlan, Ngampilan, Kota Yogyakarta.
-
Siapa yang terlibat dalam pengelolaan sampah? Kelompok Pengelola Sampah Mandiri merupakan kelompok swadaya masyarakat dalam mengelola sampah di tingkat padukuhan yang mulai digencarkan kembali oleh Pemkab Sleman.
"Belum lagi bayar kontrakan, anak sekolah, masih banyak lagi kebutuhan lain," kata ibu dua anak ini.
Sebelumnya, dia bekerja bersama dengan suaminya di tempat pengolahan sampah menjadi pupuk kompos tersebut. Namun, lantaran upah yang diberikan dianggap tak layak, sehingga suaminya memutuskan untuk berhenti.
"Kalau yang laki-laki mendingan kerja lain. Kalau saya daripada di rumah diam, enggak ada pekerjaan, ya mendingan kerja di sini," katanya.
Dia mengatakan, pengelola memberikan upah setiap dua pekan sekali. Selama bekerja, upah yang diberikan tersebut tak melebihi Rp 400 ribu atau sekitar Rp 384 ribu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, jumlah pegawai harian di tempat pengolahan sampah milik PT Godang Tua Jaya tersebut mencapai 70 orang mayoritas perempuan. Tak sedikit mereka banyak yang tak masuk bekerja setiap harinya.
"Kalau kerja ya gajian, kalau enggak kerja yang tidak gajian," kata dia.
Alasan yang tak masuk kerja, lantaran beban pekerjaan cukup berat. Setiap pegawai harus mengusung sampah menggunakan gerobak untuk dimasukkan ke dalam mesin pemilah. Bagi seorang perempuan, mendorong gerobak itu dirasa cukup berat.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) mengadukan nasibnya kepada Komisi VI DPR RI
Baca SelengkapnyaSejumlah serikat buruh di Yogyakarta memperingati Hari Buruh atau May Day
Baca SelengkapnyaKeluh kesah pria eks TKI Jepang yang kini rela bekerja di kampung halaman sebagai tukang bangunan.
Baca SelengkapnyaHanya dapat 15 ribu rupiah sehari dan harus nafkahi lima orang anak, perjuangan pria ini bikin haru.
Baca SelengkapnyaPenolakan atas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara masif dilakukan di berbagai tempat.
Baca SelengkapnyaWanita yang bernama Dina ini dibuat kaget saat membuka amplop gajinya.
Baca SelengkapnyaForum hakim Indonesia menggelar 'Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia' pada 7-11 Oktober 2024. Ini protes dari para hakim karena gaji tak naik 12 tahun
Baca SelengkapnyaSehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali
Baca SelengkapnyaSeperti apa momennya? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Baca SelengkapnyaSambil menahan air mata, seorang pegawai Indofarma mengungkapkan sepotong kue yang menjadi suguhan menjadi barang mewah bagi mereka.
Baca SelengkapnyaKebijakan Tapera kurang tepat bila di Bali, kendati mayoritas pekerja di Bali rata-rata memiliki rumah di kampung.
Baca SelengkapnyaKebijakan pemotongan gaji untuk iuran Tapera dari ini menuai kritik publik karena semakin menambah beban hidup pekerja di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
Baca Selengkapnya